Faktanya. Aku tidak menyukai perempuan manja
-Marco
Areta hanya memandangi pertunjukan saat ekskulnya tampil di depan, menunjukan bakat eksul itu.Sebenarnya ia ingin sekali ikut memeriahkan acara sekolah ini tetapi apa boleh buat kakinya saat ini sedang keseleo karena terpeleset di depan kamar kakak laki-lakinya.
Hujan saat itu sedang deras dan ia tak tahu kalau atap bocor dan karena ia takut mendengar suara petir Areta akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamar abangnya, dengan lincah ia berlari dan sampai depan kamar ia terpeleset hingga membuat kakinya menjadi seperti ini.
Deri sudah memanggil tukang urut langganannya. Mbak Iis bilang, sebentar lagi sembuh. Begitu ucap tukang urut itu.
"Pengen ke kantin tau, laper." Ucap Via sambil memasang wajah melasnya.
Areta menoleh sesaat "Yaudah sana."
"Lo gak kasian sama gue, Ta?"
"Lo gak kasian sama gue, Vi?" Areta melemparkan perkataan yang sama kepada Via.
Via berdecak kesal. "Malah di balikin!"
"Sana ah lo. Kalo mau kantin ya sana, gue mau di sini, jagain tempat duduk biar gak ada yang nempatin."
Memang saat ini ia sedang duduk di bawah pohon yang langsung menghadap ke lapangan. Karena, tempat duduk hanya terdapat sedikit sehingga membuat sebagian siswi yang ingin menonton tetapi tidak kebagian tempat harus berdiri di pinggir lapangan.
"Yaudah-yaudah."
Via melangkahkan kakinya belum sempat ia berjalan lima langkah tetapi Areta meanggilnya.
"Apa?!" Ucapnya ketus karena kesal tak di temani.
"Buseh galak bener mbak. Mau nitip."
"Nggak!"
Areta mengerucutkan bibirnya "Via gak kasian sama Reta? Kaki Reta lagi sakit. Mau ya?"
"Ish jijik najis! Nitip apa?"
Areta tersenyum simpul mendengar jawaban Via. "Minum aja deh. Reta lagi haus."
Via membulatkan matanya. "Bisa gak sih gak usah lebay bahasanya?"
"Iya! Gece sana lo."
"Gece sana lo." Via mengikuti gaya bicara Areta "Tadi aja kaya putri solo nyuruh gue sekarang aja gue kaya pembokat!"
"Cepet mbaknya. Saya sudah haus, jangan nyinyir terus ah gak baik."
Di lihatnya Via sudah meninggalkan area lapangan ia mengalihkan pandangannya menghadap ke lapangan. Ternyata Taekwondo sudah selesai tampil padahal Areta belum melihatnya sampai habis, ini pasti karena debat dengan Via hingga membuatnya melewatkan pertunjukan.
Pertujukan beralih ke ekskul modelling. Saat satu persatu sang model maju kedepan saat itu juga semua kaum adam berlomba-lomba untuk maju ke pinggir lapangan, melihatnya dengan sangat jelas.
Areta tidak bisa melihat kalau seperti ini. Punggung para siswa-siswi itu terlalu tinggi, akhirnya ia mau tak mau harus tetap di tempatnya. Kalau ia kesana yang ada hanya berdesak-desakan, dorong sana dorong sini apalagi kakinya sekarang ini sedang seperti ini.
Daripada hanya melihat punggung-punggung para siswi Areta memilih memainkan ponselnya. Ia menyambungkan wifi sekolahnya ke ponselnya.
Kemudian sejumah notif pesan masuk di handphonenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Attack
Teen FictionBagai serangan jantung. Hanya dengan melihat mu dari kejauhan pun sudah membuat hatiku tersengat. Awalnya, aku tidak mengerti mengapa begini aku pikir ada kelainan dalam tubuhku dan sampai aku menyadari ternyata degupan ini bukan degupan biasa. Mela...