part 2

48 2 0
                                    

Pagi itu pelajaran dimulai seperti biasanya, jam pertama hanya aku habiskan dengan rasa bosan. Ya karena saat itu jam pertama adalah pelajaran matematika yang merupakan salah satu dari daftar pelajaran yang aku benci, bukan hanya karena aku payah dalam hitung menghitung tapi juga karena guru yang mengajar adalah salah satu dari tiga guru yang kami sebut dengan istilah 'Tiga Iblis dari Neraka'. Apalagi ia adalah guru yang paling killer sejagad raya. Setelah jam matematika dan ilmu agama berlalu tak lama bel istirahat pun berbunyi. Seluruh siwa pun langsung menghentikan aktivitasnya, ada yang ke kantin sekolah, ada yang bermain bola basket bahkan ada yang mencoba melompati pagar belakang sekolah.

Saat itu ayahku tiba-tiba datang kesekolah, padahal aku melarangnya untuk datang kesekolah karena aku malu nanti akan diejek oleh teman-temanku. Selama ini ia tidak pernah datang kesekolah walaupun itu saat penerimaan Laporan Hasil Belajar, aku selalu meminta Om David pamanku yang mengambil laporan tersebut.
"Din, itu bukan Ayahmu yah?" kata Rini sambil menuju kearah laki-laki yang sedang duduk dibangku depan kelasku. Terlihat banyak orang yang heran dan bertanya-tanya mengenai laki-laki itu, mungkin mereka menganggap ia orang gila karena penampilannya yang begitu kotor dan pakaiannya yang compang-camping, maklumlah Ayahku adalah seorang pemulung yang setiap harinya harus berurusan dengan sampah. Hal ini membuatku begitu marah dan malu, apalagi ada beberapa temanku yang mengetahui kalau dia adalah Ayahku. Akupun langsung menghampirinya dan langsung menuju kegerbang sekolah.
"Kamu gila yah?!" ujarku sambil mendorongya hingga terjatuh, "Kan aku sudah larang Ayah untuk datang kesekolah kenapa hari ini tiba-tiba Ayah kesekolah?! Mau buat aku malu di depan teman-teman?, kalau ternyata Ayahku penampilannya seperti ini dan bisu nggak bisa ngomong." Sambungku lagi, ia hanya tertunduk sambil meraba-raba dadanya.
"Awas ya, kalau Ayah sampai menginjakkan kaki disini lagi," ucapku mencoba mengancamnya. "Pak Hasan!" teriakku memanggil satpam sekolah kami yang ada di parkiran sekolah, ia pun dating menghampiri kami berdua.
"Ada apa, nak?"
"Bapak ini bagaimana sih jaga pintu gerbangnya, nih ada orang gila masuk kesekolah," ucapku sambil menunjuk seorang laki-laki yang terduduk di aspal jalanan.
"Astaga!! Saya nggak tahu, nak. Soalnya tadi saya dipanggil sama Ibu kepala sekolah," kata Pak Hasan mencoba menjelaskan.
"Makanya Pak, pintu gerbangnya ditutup supaya tamu nggak diundang nggak bakalan masuk sembarangan disekolah kita ini. Untung orang gila itu nggak buat kegaduhan tadi Pak. Yasudah saya kekelas dulu yah, Pak," sambil meninggalkan mereka berdua.

Waktu menunjukkan pukul 15: 37, akupun tiba dirumah kecil nan sederhana yang menjadi tempatku dan ayahku untuk beristirahat. Terlihat ayahku sedang memilah-milah sampah yang nantinya akan ia jual kepengepul sampah. Setelah selesai mengganti pakaianku dan makan siang akupun menuju kearahnya dengan membawa Handphone-ku yang layarnya sudah rusak.
"Ayah, aku mau HP baru!" pintaku kepadanya, ia pun menghentikan pekerjaanya dan langsung menggerakkan kedua tangannya sebagai Bahasa isyarat, dari Bahasa isyarat itu ayahku berkata kalau Hp-ku yang sekarang baru ia beli dua bulan yang lalu.
"Tapi HP yang ini sudah rusak, lagian modelnya juga udah ketinggalan jaman. Nanti teman-temanku bilang apa coba mengenai aku ini masih pake Hp jadul," ucapku dengan nada menggerutu. Ayahku kembali menggerakkan kedua tangannya sebagai Bahasa isyarat, kali ini ia mengatakan bahwa sekarang ia tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli Hp yang aku inginkan.
"Ayah kan bisa pinjam uang ke siapa kek, atau Ayah jual rumah ini sekalian. Pokoknya aku mau Hp baru! Kalau sampai nggak ada malam ini, aku nggak mau sekolah lagi!" kataku sambil pergi meninggalkannya karena sore ini aku ada janji dengan teman-teman untuk mengunjungi Ani yang sedang sakit, dan dilanjutkan dengan mengunjungi festival budaya di daerah kami.

Setelah puas bermain dengan teman-temanku, malampun tiba dan aku langsung pulang kerumahku. Sesampainya dirumah, terlihat ayahku sedang memasak kuah bening daun singkong, akupun langsung menuju meja makan dan menyendokkan beberpa sendok nasi, akhirnya ayahku selesai membuat masakannya dan meletakkan hidangan tersebut diatas meja dan akupun langsung melahap masakan tersebut. Sementara ayahku menuju kekamarnya dan kembali dengan membawa tas plastic berwarna putih dan meletakkannya di meja makan tersebut. Ternyata itu Handphone baruku, akupun langsung bergegas membuka kotak Hp tersebut. Tapi ternyata type Hp tersebut tidak sesuai dengan keinginanku, walaupun Hp tersebut cukup bagus dan mahal.
"Aku nggak suka model Hp-nya, aku tuh mau yang kayak gini," kataku sambil memperlihatkan foto sebuah merek Hp yang ada di ponselku. Ayahku hanya terdiam sejenak dan kembali menggerakkan kedua tangannya membentuk sebuah kalimat yakni "Tapi ayah hanya bisa belikan kamu yang seperti itu saja, nak."
"Tapi aku nggak suka yang ini!" bentakku sambil melemparkan Hp yang dibelinya kelantai, akupun langsung berdiri dengan maksud untuk ke kamarku, tapi tiba-tiba saja pinggangku begitu nyeri, lebih nyeri dari biasanya. Akupun menjerit kesakitan hingga membuatku pingsan, Ayahku begitu terkejut, ia langsung menggendongku dan berlari keluar rumah. Ia mau membawaku ke rumah sakit. Sepanjang jalan ia menggendongku sambil menangis, takut akan terjadi sesuatu dengan diriku. Banyak orang yang heran melihat kejadian itu tapi tak seorangpun yang mencoba membantunya, padahal jarak antara rumah kami dengan rumah sakit cukup jauh. Sesekali ayahku terjatuh dan menyebabkan lututnya berdarah tetapi ia mencoba berdiri lagi dan melanjutkan perjalanannya. Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh ia pun sampai dirumah sakit, ia langsung berteriak-teriak dengan bahasanya yang tidak begitu jelas, tak lama beberapa orang perawat membawakan kursi roda dan membawaku keruang pemeriksaan, dokterpun langsung memeriksaku dan berbicara mengenai keadaanku dengan Ayahku. Ayahku mencoba memberitahu sang dokter dengan Bahasa isyaratnya yang berarti "Tolong selamatkan anak saya Dokter, dia adalah orang yang sangat berharga dalam hidup saya. Berapaun biayanya, saya punya rumah, saya punya tanah untuk membayar biaya tersebut. Tolong selamatkan putri saya, Dok,"

*

Andai Ayahku Bisa BicaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang