Hari ini Tetsurou membiarkan tubuhnya bergerak mengikuti pergerakan manusia lain. Dia tidak punya tujuan, hanya berjalan sampai menemukan sebuah halte yang cukup ramai, banyak pelajar menanti bus untuk bisa sampai ke sekolah.
Tidak peduli kalau kakinya sudah pegal dan minta diistirahatkan berhubung dia sudah berjalan cukup jauh dari rumah, Tetsurou berdiri menunggu bis jalur mana saja yang akan muncul pertama kali, tidak ada kursi yang tersisa di halte untuk sekadar melemaskan otot kaki.
Sepuluh menit kemudian kepalanya sudah nyaman bersender pada kaca jendela, Tetsurou memandang jalanan dengan tatapan kosong.
Setelah puas melamun, dia turun pada pemberhentian terdekat. Kaki jenjang kembali dipaksa menyusuri trotoar di bawah teriknya mentari.
Satu koin dimasukkan, Tetsurou menanti sampai terdengar bunyi klang yang cukup keras, tanda bahwa sekaleng minuman isotonik berhasil didapatkan. Laki-laki bertubuh jangkung itu langsung menenggak isinya sampai tandas.
Alas kaki yang dia gunakan terasa semakin menipis tiap kali mengambil langkah, panasnya jalanan beraspal yang dirasakan saat menyeberang sampai menembus telapak kaki.
....
Setelah puas berpindah dari satu bus ke bus lain, Tetsurou menghentikan perjalanannya karena perut meronta minta diisi, lebih dari duabelas jam tubuhnya tidak mendapatkan asupan selain minuman isotonik. Tetsurou menyerah.
Dia duduk di atas rerumputan di samping sungai yang mengalir dengan tenang. Kepala ditengadahkan ke atas, memandangi kerlipan bintang yang kelihatan samar-samar. Dia berharap suatu saat bisa pergi ke suatu tempat, di mana ia bisa melihat bintang yang jauh lebih jelas. Tidak samar karena tertutup polusi udara.
Sepertinya mimpiku tak akan terwujud.
Dia hampir saja berlari saat seseorang dengan sangat kurang ajar melempar sebungkus roti isi padanya, saat dia mencari siapa pelakunya, netra hitam Tetsurou menangkap sosok yang berdiri di samping jalan.
Sosok itu mulai mendekat, dan saat matanya bisa menangkap dengan jelas sosok itu di bawah temaram lampu jembatan, Tetsurou tak bisa berucap. Hanya membatu memandang sosok yang semakin mendekat.
“Kebetulan sekali kita bisa bertemu lagi ya, tuan.”
Tenang ini gabakal nyampe sepuluh chapter kok.