[02]

53 2 0
                                    

“Hey hati hati turunnya” Ucapnya yang sudah berhasil mendarat dengan selamat. Ia menggenggam tanganku dengan erat untuk membantuku turun dari pagar belakang sekolah. Jika ia sudah menggenggam tanganku seperti ini aku tidak lagi ragu untuk mendarat dalam sekali lompatan.

“Jrug”

Ya itu suara sepatuku yang berbenturan dengan tanah. Aku tersenyum padanya karena sepertinya dia cukup terkejut melihatku melompat dengan kencang.

“Dasar bodo, kalau loncat tuh dibilang hati hati” Kak Doyum menggerutu padaku sambil memberi jitakan kecil di puncak kepalaku.

“Ihhh sakit tau kak doyumm” Aku merengek manja padanya. Aku merasa jiji pada diriku sendiri karena merengak manja pada seseorang. Tetapi didepan Kak Doyum aku selalu seperti kehilangan kesadaranku.

“Mana yang sakit mana? Biar kaka jitak lagi” Ucapnya meledekku, dia berjalan meninggalkanku dengan senyum puas terukir di wajahnya, senyum itu senyum yang selalu berhasil meluluh lantakan hatiku.

“Cepeten heyyy katanya lapar!!” Teriak kak doyum yang sudah melangkah terlebih dahulu.

“Tungguin makanya” Aku berlari kecil untuk menyusul ketertinggalanku.

“Kak kak ko kaka seneng banget sih kabur kaburan dari sekolah kaya sekarang?” Tanyaku padanya.

“Ga ada alasan special, Cuma bosen aja jadi kabur deh keluar” Jawabnya dengan santai.

“Kaka juga mau Tanya, kenapa kamu yang perempua suka banget dan gak pernah nolak kalau diajak kabur dari sekolah?” Kak Doyum berbalik bertanya padaku.

‘Karena kamu yang mengajak’

Oh tentu saja bukan jawaban itu yang keluar dari mulutku. Itu hanya jawaban yang tersimpan di dalam hati.

“Karena rasanya memacu adrenalin aja gitu. Berasa lagi naik roller coster deg deg an  nya. Dan aku suka perasaan kaya gitu” Jawabku. Bukankah menurut kalian aku cukup pandai untuk mengarang sebuah jawaban .

“Kalau gitu, kapan kapan mau coba sesuatu yang lebih memcau adrenalin?” Tanyanya namun kali ini dengan tatapan yang tidak biasa.

“contohnya apa tuh kak?” Tanyaku yang tidak memahami arti tawarannya.

“Macarin kepala sekolah misalnya” Jawabnya sambil tertawa terbahak bahak.

‘Plak’

Aku memukul lengannya cukup keras.

“Ngeseliiinnn!!!!” Aku memasang wajah kesalku, bukan karena ingin agar dia membujukku tapi saat itu aku benar benar kesal karena aku mengharapkan jawaban yang cukup baik darinya. Misalnya berpacaran dengannya.

“Hahahahhaahha gak bisa bayangin kamu pacaran sama pak kepsek hahhahahah” Dia masih tertawa sambil memegang perutnya, ia tertawa sangat puas. Dia memang manusia receh yang bahkan bisa tertawa hanya melihat sesuatu yang tidak lucu menurutku.

“Gak lucuu!!” Aku berteriak tepat di telinganya, kuharap setelah ini Kak Doyum tidak memiliki masalah pendengaran, jika itu sampai terjadi mungkin aku akan dituntut olehnya.

Aku mempercepat langkahku, meninggalkan Kak Doyum yang masih tertawa di belakang. Selain merasa kesal akupun merasa lapar karena ternyata kak Doyum membawaku ke tempat makan yang cukup jauh dari sekolah dengan berjalan kaki.

Kak Doyum mengejar langkahku, dengan mudah. Bekas tawa itu masih terlihat diwajahnya, ia selalu ceria seperti tak memiliki beban dalam hidupnya. Dan wajahnya yang ceria itu selalu menjadi pemandangan favoritku.

*****

Setelah berjalan cukup jauh akhirnya aku dan kak Doyum sampai ditempat tujuan. Ia hapal apa makanan favoritku sehingga aku tidak perlu meneriakan apa pesananku karena kak doyum pasti sudah memesankan makananku.

“Kenapa harus disini sih kak? Jauh banget tau, aku jadi cape” Keluhku saat dia telah kembali dari memesan makanan untuk makan siang kami.

“Disini makanannya enak tau, dan lagi kangen aja sama tempat ini” Jawabnya, ya dia tampak sangat mengenal tempat makan ini. Dimulai dari caranya menyapa penjula, pelayan, hingga tukang parker ditempat ini.

“Eh den, ini pesanannya. Jarang keliatan ya sekarang mah. Dulu sering banget jajan disini” Ucap seseorang yang mengantarkan makanan untuk kami. Wanita paruh baya ini sepertinya akrab sekali dengan Kak Doyum. Ah lagi pula dengan wajahnya yang ceria dan sikapnya yang ramah siapapun pasti akan dekat dengannya.

“Iya nih bi, sekarang kan udah SMA jadi lebih jauh kalau kesini ga kaya dulu tinggal lompat” Kak Doyum menjawab, tentu dengan senyumannya yang khas.

“Ihhh si aden udah gede aja atuh udah SMA segala. Makanya sekarang mah karna udah SMA kesininya sama Pacarnya ya, Bukan sama den Jinsung lagi” Wanita yang dipanggil Bibi oleh Kak Doyum itu melirik kearahku.

Oh Tuhan….. Apakah dia tengah menggoda kami? Aku hanya tertunduk malu.

“Atuh bi, dia jadi pacar saya ga cocok. Soalnya di terlalu cantik. Ga akan mau dia jadi pacar saya bi” Kak Doyum menimpalinya dengan candaan.

Rasanya saat itu juga aku ingin berteriak di depan wajahnya bahwa ‘AKU PASTI MAU’. Dasar lelaki selalu merendah apa susahnya mengatakan bahwa dia tidak menyukaiku.

“Ah si aden mah, bisa aja. Neng den Doyum ganteng kan neng?” Wanita itu bertanya padaku.

“Heemm gimana ya bi?” Aku balik bertanya seolah olah aku benar benar tidak berpendapat bahwa Kak Doyum termasuk jajaran lelaki tampan.

“Udah bi ah, udah jangan ditanya lagi. Kasian bi ini dia udah lapar” Kak Doyum sepertinya mengerti bahwa aku sebenarnya sudah ingin melahap makanan yang terhidang.

“Ehhh hampura den, bibi mah sok kitu emang kalau udah ngobrol lupa waktu. Sok sok atuh dimakan. Bibi mau lanjut kerja lagi” Bibi yang ramah itupun segera beraanjak pergi meninggalkan meja kami sambil memberi tepukan pada bahu Kak Doyum sebelum ia pergi meninggalkan kami.

“Kak, tadi bibi itu siapa sih? Terus dia bilang apa tadi? Ko aku ga paham bahasanya?” Akhirnya aku bisa mengajukan pertanyaan yang sejak tadi kupendam.

“Iya dia itu namanya Bi Eem, orangnya ramah banget, baik banget. Tadi dia bilang maaf karna bibi emang suka gitu kalau udah ngobrol lupa waktu” Kak Doyum menjawab semua pertanyaanku. Dan akhirnya aku paham apa yang dikatakan oelh Bi Eem,

“Eh kak, tadi kata Bi Eem kaka suka kesini sama kak Jinsung? Ko aku ga tau? Kalian dulunya deket dong makanya suka kesini?” Aku mmberikan pertanyaan bertubi tubi karena aku benar benar penasaran ketika Bi Eem menyebutkan nama kak Jinsung. Karena yang aku tau kak Doyum selama disekolah tidak dekat dengan kak Jinsung. Jangankan dekat, saling berbicara pun tidak pernah keculai saat mereka bertengkar.

“Bawel ah kamu banyak Tanya, kaka Lapar” Ia tidak menanggapi pertanyaanku. Ia hanya melahap makanan yang terhidang. Aku tidak bertanya lebih jauh, karena aku rasa dia sedang tidak ingi menjelaskannya. Aku hanya tersenyum dan menikmati hidangan makan siang kami. Kak Doyum benar, makanan disini rasanya benar benar enak. Tapi sebetulnya menurutku, semua makanan yang kumakan bersama Kak Doyum selalu terasa enak.

BEAUTIFUL PAIN ; JEON DOYUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang