[ 01 ]

116 9 0
                                    

Semilir angin, menyapa rambutku. Aku menatap langit sembari berayun pelan. Disinilah tempat favoritku, bersama ayunan usang dan langit malam.

  “Hey, masih disini? Apa kamu tidak merasa kedinginan?”

sebuah suara lembut yang berasal dari seorang pria tertangkap Indra pendengaranku, dia melingkarkan selimut ditubuhku. Aku hanya memberikan seyuman serta gelengan kepala sebagai jawaban. Ia berlutut dihadapanku, mengenggam tanganku, dan menatap kedua bola mataku.

  “Kamu masih memikirkannya?” ia bertanyadengan penuh kesabaran.

  “Bukankah kamu tau bahwa aku tidak akan pernah bisa berhenti memikirkannya?” Bukan menjawab pertanyannya aku malah memberikan sebuah pertanyaan.

  “Aku mengerti, ayo kita masuk ke dalam. Angin malam tidak baik untuk kesehatanmu” Dia membimbingku berjalan memasuki rumah yang bagiku terasa begitu sepi,

  “Sekarang beristirahatlah, pejamkan matamu.Aku tidak akan mengganggumu. Selamat malam” Dia lagi lagi tersenyum kearahku, membenarkan posisi selimutku dan memberikan kecupan selamat malam.

Dan aku hanya membalasnya dengan senyuman.

Kalian pasti berpikir bahwa dia lelaki yang sangat manis bukan? Iya, dia memang lelaki yang begitu manis. Tetapi bukan dia yang terpilih untuk mengisi hatiku, ada orang lain yang aku ingin menghabiskan waktuku bersamanya.

Kini biarkan aku bercerita tentangnya, tentang seseorang yang terpilih oleh hatiku, cinta pertamaku yang mengajarkan aku tentang banyak hal.
Termasuk Luka…..
 
**********

  “ Jiheon antar aku ke kantin!” Pintaku kepada jiheon, dia adalah teman sebangkuku sejak aku menginjakan kaki di sekolah ini.

“Apa kamu yakin bahwa hari ini tidak akan ada guru yang datang ke kelas?” Ya ini hari pertama kami memasuki semester genap di kelas X, sejak pagi belum ada satupun guru mata pelajaran yang datang ke dalam kelas.

“Ga akan jiheon, udah percaya sama akuu. Kita ke kantin ya? Aku lapar, please” Aku merengek seperti anak kecil, agar jiheon menuruti permintaanku.

“Baiklah, baiklah! Tapi ingat jangan terlalu lama. Aku takut jika ada guru yang datang ke kelas saat kita pergi” Aku menyetujui permintaannya, meskipun aku tidak yakin apa bisa aku tidak berlama lama di kantin? Karena itu tempat favoritku.
 
Kami berjalan berdampingan sambil melihat sekeliling. Ternyata pada hari itu, bukan hanya kelas kami yang tidak didatangi oleh guru. Beberapa kelas lainnya pun terlihat kosong karena penghuninya lebih memilih berkumpul dilapangan untuk sekedar bertanding dan beberapa ada pula yang berkerumun untuk memberikan semangat bagi sang jagoan sekolah.

“Eh, kira kira walikelas kita nanti siapa ya?” Tanya jiheon padaku disela sela perjalanan kami menuju kantin.

“Hm, aku tidak terpikirkan siapapun tapi aku berharap kita mendapatkan walikelas yang menyenangkan” jawabku tanpa pikir panjang. Karena aku bukan orang yang senang berpiki, aku akan membuat semua kehidupanku mudah tanpa berpikir begitu keras.
 
‘Duk’

Sebuah benda keras dan cukup berat seperti baru saja menabrak kepalaku, aku merasakan pusing sekaligus nyeri di kepalaku.

“aduhh” aku mengusap bagian kepalaku yang terasa sakit, terlihat jelas ekspresi terkejut pada wajah jiheon.
 
“ Kamu tidak apa apa? Apa kamu perlu ke uks?” Tanya Jiheon sambil menatapku, aku hanya menggelengkan kepalaku.

“woyyy! Jangan diam saja, kembalikan bola itu padaku” Teriak seorang lelaki dari arah lapangan, rupanya dia lah si pemilik bola yang menghantam kepalaku.

“Hfftt lagi lagi dia” Aku merasa kesal setelah mengetahuinya. Jung Jinsung lelaki tampan, yang memiliki banyak penggemar namun tampak menyebalkan bagiku.

“Woy!! Kalau salah minta maaf dong, malah nyuruh lempar bolanya kesana. Ambil sendiri sini” Teriak sebuah suara yang begitu aku kenali. Aku melihat sosoknya berjalan ke arahku.

“Dek, kamu gapapa kan?” Tanyanya sambil mengusap puncak kepalaku. Aku terdiam sejenak, dan menikmati usapan tangannya di puncak kepalaku.

“Gapapa kak doyum, tadi ga terlalu keras ko” Aku berusaha memberikan senyum termanis kepadanya.

“Itu anak emang bener bener kurang ajar, dari hari ke hari ga berubah heran. Tunggu disini ya, biar kaka seret dia buat minta maaf sama kamu”

Kak Doyum memungut bola basket yang tadi menghantam kepalaku, aku melihat sorot kesal di bola matanya.

“Kak,udah gapapa. Ga usah ya, nanti kalian berantem, ini kan masih hari pertama. Ya kak ya gausah”

Aku berusaha menahan dirinya, agar dia tidak menghampiri kak Jinsung, karena jika itu terjadi bisa saja keributan yang besar akn terjadi diantara keduanya. Aku mengambil bola di dalam pelukan kak doyum.

“Kaka kelas ngeselin!! Nih bolanya” Ucapku kepada kak Jinsung sambil melemparkan bola basket itu kearahnya.

Sementara kak Jinsung hanya mengedipkan sebelah matanya, dan kembali bermain tanpa ada kata maaf ataupun terima kasih.

“Liat kan kelakuannya? Harusnya kamu ga nahan kaka tadi” Gerutu kak Doyum yang rupanya kesal karena aku menahan dirinya.

“Aku gapapa juga, udah biarin aja kak Jinsung. Kakak hobby banget lagian berantem sama dia” Aku lebih memilih menggodanya agar dia tidak lagi merasa kesal.

“ Udah ah berisik ” Kak Doyum yang kesal terlihat sangat menggemaskan bagiku.

“Yeuu yaudah. Jiheon ayo kita ke kantin, tadi kan mau ke kantin jadi malah ngobrol disini jadinya!”  Aku mengingat tujuan awalku dan berniat melanjutkannya karena perutku saat ini benar benar terasa lapar.

“Em.. Kamu sama kak Doyum aja ya? Aku takut udah ada guru daritadi kita kelamaan diem disini. Kak Doyum aku titip ya!! Bye!!”

" T - aaapi... " Jiheon segera berlari pergi dan menitipkanku begitu saja kepada kak Doyum.

Aku benar benar kesal saat ini, bukan karena aku tidak suka berduaan dengan kak Doyum hanya saja aku kesal memiliki seorang teman yang begitu patuh pada aturan, begitu bertolak belakang dengan diriku.

“Tuh liat jiheon, dia lebih takut sama guru daripada takut lapar” kak Doyum meledekku dan moment inilah yang paling menyebalkan.

“Bodoamat! Cepet kak ayo temenin aku” Aku menarik lengannya paksa tanpa menunggu persetujuannya, seluruh pasang mata penghuni koridor tersebut mengarah kepadaku. Tapi aku tidak peduli.

“Eh eh sabar dong” Kak Doyum menghentikan langkahku.

“Bagaimana kalau kita makan diluar? Seperti biasa memanjat pagar belakang sekolah”

Laki laki ini memang menyebalkan selalu memberikan saran gila, namun sesuai dengan seleraku. Tentu saja dengan cepat aku menyetujuinya dengan anggukan kepala.~

BEAUTIFUL PAIN ; JEON DOYUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang