3

2.5K 305 28
                                    

"Tolong jelaskan ini, Paman!" Kali ini Sasuke yang membuka suara, menatap bengis pada Madara.

"Hoho... tenanglah keponakan, kalian juga. Seharusnya kalian turut bahagia atas pernikahanku. Kenapa kalian memasang wajah terkejut dan marah?" Madara menanggapi santai, ia memilih untuk duduk kali ini, sedangkan yang lain masih kaku berdiri. "Duduklah, kita bicarakan baik-baik."

Tapi dengan cepat Sasuke mendekati Madara dan menarik kerah kemeja milik pamannya. "Bagaimana bisa?! Bagaimana bisa kau menikahi istriku Paman!!"

Fugaku hendak melarang, tapi ia terhenti ketika Madara tertawa keras. "Jangan bercanda denganku keponakan. Kalian sudah lama bercerai, berhentilah berlakon seolah aku merebutnya darimu. Kau yang membuangnya bila kau lupa."

Sasuke terdiam, kata-kata kasar pamannya langsung menusuk jantungnya. Itu tidak salah, tapi tentu saja dengan mudah membakar tiap sel tubuhnya.

Bertahun-tahun Sasuke mencari Hinata, mantan istrinya itu menghilang, keluarga Hyuga menyembunyikan Hinata, dan wanita manis itu juga menghindarinya selepas perceraian mereka.

"Hormatlah pada Pamanmu Sasuke." Madara mencengkeram tangan Sasuke tak suka. "Untuk apa kau semarah ini padaku? Bukankah kau sudah menikahi Sakura?!"

Fugaku maju, menarik tangan Sasuke segera, tak ingin berurusan dengan Madara. Perpecahan keluarga karena seorang wanita bukanlah hal baik, terutama bila lawannya adalah seorang Madara. Pria dengan emosi tidak stabil dan merupakan seorang nomer satu. Bahkan seorang Fugaku bukanlah lawan bagi seorang penguasa semacam Madara.

Pria paruh baya yang masih nampak bugar itu adalah seorang yang menyerupai buah simalakama. Para Uchiha lain begitu membencinya, dengan segala arogansi dan sikapnya yang semena-mena. Tapi bila Uchiha kehilangan seorang dengan kemampuan menakjubkan seperti Madara, mereka akan sangat merugi. Bukanlah lagi rahasia bila tangan besi dan hati dingin Madara yang sudah membangun Uchiha hingga memuncaki dunia bisnis seperti sekarang. Tidak ada dalam generasi yang secemerlang Madara.

Lalu putra kecilnya Uchiha Sasuke dengan bodohnya memancing kemarahan Madara? Tentu saja Fugaku tidak akan tinggal diam, anak bodoh itu hanya akan membuat dirinya sendiri hancur, dan membuat pihak Fugaku menjadi badut.

"Sasuke!" Fugaku kembali berseru, tarikan tangannya juga Itachi berhasil meloloskan Madara.

Pria mempesona itu masih tenang, terbatuk sekali, menepuk dan memperbaiki kerah bajunya.

"Katakan padaku keponakan, di mana istri cantikmu itu? Seorang putri dari  keluarga parlemen Negara tentu sangat disayangkan melewatkan pestaku bukan?"

Sasuke merasa diejek, apa pamannya ini tidak tahu bahwa Sasuke dan Sakura membatalkan pernikahan mereka?

Madara menaikkan alisnya tak mengerti, semua anggota keluarga sepupunya itu tetap bungkam. "Apa ada yang kulewatkan?"

Bukan bermaksud tidak sopan, hanya saja beberapa tahun ini Madara berada di Inggris dan di sana pula ia bertemu lagi dengan Hinata. Kabar terakhir yang ia tahu soal mantan suami Hinata itu hanyalah mengenai pernikahannya dengan Sakura Haruno. Bahkan ia tahu bahwa jarak pernikahan Sasuke yang baru dengan perceraian Hinata tak sampai setengah tahun. Setelah itu ia tak pernah mendengar kabarnya lagi, atau berita itu tak pernah sampai ke meja atau telinganya.

"Aku akan membawa Sasuke." Fugaku memecahkan kebingungan Madara.

"Ayah, paman masih berhutang penjelasan!" Sasuke tak terima, matanya melotot tajam pada Madara.

Madara menghela nafas, keponakannya ini memang merepotkan.

"Baik, kalian duduklah dan kuharap tenang. Aku akan menceritakan dengan singkat." Melihat tidak ada yang menjawab, Madara kembali menambahkan. "Kuanggap itu jawaban 'ya'

.
.

Sasuke gusar, ia melempar jas miliknya, menarik dasi yang dikenakannya seolah itu tengah mencekiknya. Merasa tidak cukup, bungsu Uchiha itu melemparkan semua barang di kamarnya, mengibaskan pernak-pernik kecil di meja dan membanting guci-guci mahal. Fugaku, Mikoto dan Itachi tak dapat melakukan apa pun, mereka hanya bisa menghela nafas dan menggelengkan kepalanya mendengar keributan yang dibuat Sasuke. Begitu pun para maid yang memilih untuk menghindari kamar tuan muda mereka.

"Biarkan saja, dia memang pantas mendapatkannya. Apa yang dilakukan Madara-nii tidak salah." Ucap Fugaku akhirnya, membawa istrinya untuk kembali ke kamar mereka untuk beristirahat. Wajah istrinya tampak lelah dan kecewa, juga memperingatkan Itachi untuk tidak menggangu Sasuke. "Biarkan saja dia."

Itachi yang memang berniat untuk menghibur Sasuke memilih untuk menuruti Ayahnya, dan kembali ke kamarnya.

"ARKH!!! SIAL!!! SIAL!!! MADARA SIALAN!!!"

Sasuke tampak kacau, wajahnya pucat dan kuyu, energinya sudah habis untuk mengamuk, kamarnya sudah sangat berantakan seperti kapal pecah.

Merasa lelah, Sasuke duduk di pinggiran tempat tidur. Tangannya terjulur membuka laci nakas, mengeluarkan sebotol minuman keras dan gelas shot, menuangkan isinya dan meminum hingga beberapa shot.

Bahkan minuman keras pun tak mampu menghapus sakit kepala dan berderet kata-kata yang dilontarkan Madara tadi.

Sasuke memilih untuk berhenti minum, memilih untuk segera tidur.

Memandang langit-langit kamarnya, Sasuke tertawa sumbang.

"Aku dan Hinata bertemu di Inggris, dia bekerja sebagai sekretaris ku. Karena kami dekat, dan Mafuyu menyukai Hinata, aku melamarnya. Lagipula dia wanita yang baik, aku tidak mengerti kenapa kau meninggalkan gadis sebaik Hinata." Madara terkekeh. "Tapi terima kasih, karena sudah melepaskan Hinata. Aku jadi memiliki penerus laki-laki dari rahimnya. Bukankah putraku sangat tampan?"

Cerita singkat Madara hanya membuat Sasuke semakin marah. Dirinya sudah mencari Hinata, keluarga Hyuuga juga menyembunyikan keberadaan mantan istrinya itu.

Pantas saja apa yang dilakukan Sasuke sia-sia. Madara Uchiha yang telah menyembunyikannya. Sasuke tidak memiliki peluang apa pun. Ia kalah sejak awal.

Lalu sekarang bagaimana? Apa yang harus dilakukannya setelah tahu Hinata menikahi Madara dan memiliki seorang putra dengannya?

Seharusnya Sasuke tahu diri, lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Tentu saja mantan istrinya itu akan menikah lagi.

Sasuke terlalu naif, berfikir bahwa Hinata akan tetap mencintai dirinya seperti dulu. Menganggap cinta Hinata abadi untuknya.

"Bodoh."

Tanpa sadar cairan sebening kristal itu meleleh dari kedua matanya. Jantungnya seperti telah ditombak berkali-kali. Begitu menyakitkan.

Hari ini Sasuke melakukan banyak hal yang mempermalukan dirinya sendiri.

Ia menjadi sosok lelaki yang melankolis, emosinya tak terkontrol, dan otaknya tak dapat berfikir jernih.

Hal yang disesali Sasuke adalah karena ia mengabaikan Hinata. Ia baru sadar setelah mantan istrinya itu pergi, bahwa tak ada yang mencintai dirinya sebanyak cinta mantan istri ya itu padanya. Sasuke menginginkan Hinata kembali, tapi cinta Hinata untuknya telah padam.

Hinata bahkan tak mau memandang dirinya tadi, lebih memilih untuk pamit ke kamar anak-anaknya.

Sasuke selalu memiliki pemikiran bahwa ketika nanti dirinya juga Hinata bertemu, wanita itu akan memiliki respon yang menggebu. Mungkin Hinata akan berubah, lalu mulai menatap benci atau mulai saling membalas makian dan masuk dalam waktu dari mereka saling mengingat masa lalu. Sasuke hanya berhatap akan ada waktu bersama dengan Hinata, mendapatkan perhatian wanita itu meski diselubungi oleh kebencian. Itu artinya Hinata masih peduli.

"Hinata..."

Sayangnya apa yang diperkirakan jungkir balik berbanding dengan kenyataan yang ada.

"Apa kita benar-benar tidak bisa?"

Jantung Sasuke menciut sakit.

TBC

Terima kasih karena masih menunggu fanfic ini... Dukungan 🌟 adalah penyemangat untukku... bye sampai jumpa lagi~~~

My Ex-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang