一 Tentang Jelajah Travel

10.5K 463 22
                                    

Jalan Cihampelas padat merayap di hari Sabtu pagi. Kedua sisi trotoar dipadati pedagang kaki lima yang baru akan menggelar dagangannya. Orang lalu-lalang ditambah bus-bus pariwisata dari berbagai kota sudah memenuhi tempat parkir, padahal toko-toko belum buka.

Kijang hijau melaju bagai ular kekenyangan, alias merayap super slow. Seorang gadis manis duduk di belakang kemudi, ikut menyanyikan lagu Top 40 yang mengalun dari speaker mobilnya. Karena kondisi jalan seperti ini sudah menjadi rutinitas harian, Meilia tidak keberatan. Dia tidak suka kejutan, hal-hal diluar dugaan bukanlah sesuatu yang menyenangkan buatnya.

Perlahan gedung kantor Jelajah Travel mulai kelihatan. Spanduk biru muda melintang di dinding yang menjadi batas antara tempat parkir kantornya dan tempat parkir toko donat yang kemarin baru soft opening. Warna latar spanduk senada dengan seragam yang dikenakannya, warna langit di siang hari yang cerah, warna kesukaan Meilia.

SAMBUT TAHUN BARU 2005 BERSAMA JELAJAH TRAVEL. TERSEDIA PAKET MURAH.

Kira-kira begitu isi spanduknya. Bagian terakhir agak kurang benar, karena kalau mau yang murah biasanya hanya bisa berwisata di dalam kota saja. Meilia terkikik geli sendiri.

"Sudah sampai," Meilia menggumam, "tinggal harus berbelok di depan sana dan bisa langsung parkir di tempat biasa. Eh buset, parkir mbah-mu!" Meilia menginjak rem dengan tiba-tiba.

"What the-?!," gerutunya. Dia mengecilkan suara radio lalu membuka kaca jendela.

"Pak! Pak!" serunya. DIIN! DINDIN! Dia membunyikan klakson ke arah sedan hitam yang diparkir melintang di depan gedung kantor Meilia. "Permisi, Pak! Saya mau parkir bisa tolong maju sedikit?" Meilia menunjuk ke arah tempat kosong di depan mobil itu.

Bapak setengah baya di balik kemudi mengangkat satu tangannya, melambai ke arah Meilia yang kepalanya nongol dari jendela. Ia lalu maju satu meter untuk memberikan Meilia sedikit ruang parkir.

'Parkir sampai makan tiga tempat, emang situ yang punya kantor ini?' batin Meilia, lalu menyesal telah mengutuki orang tak dikenal.

"Terima kasih, Pak!" Meilia melambaikan tangan ke arah bapak tadi.

Begitu mobil terparkir dengan benar, Meilia mematikan mesin mobil, mengambil tas dari jok belakang, melirik kaca spion untuk membetulkan poni dan memeriksa riasan yang menghiasi wajah mungilnya. Barulah ia keluar dan mengunci pintu. Setelah beberapa langkah menuju pintu masuk, Meilia baru menyadari bahwa mobil sedan hitam tadi sudah tidak ada.

'Hah? Pergi ke mana dia?' pikir Meilia dalam hati. 'Cepat sekali menghilang, semoga bukan mobil siluman. Hiiy!!' Ia bergidik lalu menggeleng-gelengkan kepala berusaha mengenyahkan imajinasi horor di benaknya.

Meilia membuka pintu kaca berlogo 'JELAJAH TRAVEL'. Bel di atas pintu berdenting satu kali menandakan ada seseorang yang memasuki ruangan. Mbak Novi mengangkat kepala dari balik komputer. "Hai, selamat pagi," sapanya riang.

Novi adalah kakak senior Meilia sejak kuliah di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung atau NHI yang biasa dikenal dengan sebutan 'enhai'. Pagi ini, menurut Meilia, Mbak Novi tampak sedikit pucat namun tetap cantik. Setelan seragam biru muda yang dikenakannya agak sedikit ketat di bagian pinggang.

"Pagi, Mbak-ku sayang. Kabar baik, kan?" balas Meilia tak kalah ceria.

"Ahh, masuk angin aku nih kayaknya. Kurang enak badan, padahal kemarin ga apa-apa." Novi beranjak untuk mengambil tiket yang baru ia print. Mesin fotokopi sekaligus printer terletak di ujung ruangan. "Semoga hari ini bisa pulang cepat," harapnya.

Meilia memulai rutinitas pagi. Ia menarik kursi, meletakkan tas di bawah meja, lalu menyalakan komputernya. Semua gerakan itu ia lakukan secara otomatis dan selalu sama setiap pagi sejak tiga tahun lalu. Ya, Meilia menyukai rutinitas dan keteraturan. Segala sesuatu harus jelas dan terencana. Maklum, hasil didikan Bapak Bambang Hassan (alm), Papa-nya, yang berkarier di bidang militer.

'Mei, kayaknya kamu perlu bikin janji sama psikolog deh. Jangan-jangan kamu OCD (Obsessive Compulsive Disorder),' usul Novi suatu hari. Meilia hanya membalas dengan senyuman semanis gula, dalam hati ia juga sudah curiga sejak lama.

'Ngga dong, ini hanya akibat Papaku yang tegas dan disiplin,' jawab Meilia. Untungnya, Pak Bambang tidak keberatan jadi kambing hitam.

"Sebentar lagi Lebaran," Meilia membuka pembicaraan. "Travel kita bakal sibuk ga, ya?"

"Hmm, banget," jawab Novi yang sudah kembali ke balik mejanya. "Proposal ke sekolah-sekolah ada yang gol?"

"Ada. Beberapa SMA yang kemarin minta daftar harga untuk tour ke Yogyakarta, mau booking hari keberangkatan. Mereka minta aku ketemu Kepala Sekolah minggu depan," jawab Meilia.

Novi mengangguk. "Oke," katanya.

"Halo, girls!" panggil Pak Jon dari pintu ruangannya. Meilia dan Novi serempak menengok ke arah datangnya suara. "Urgent meeting in ten minutes di ruangan saya, ya?" Lalu ia masuk kembali ke ruangannya. Dua pasang mata saling bertukar pandangan bertanya-tanya. O-ow, mereka cemas. Jarang sekali Pak Jon menggunakan istilah 'urgent'. Terakhir kali ia menggunakan kata itu adalah sewaktu kakak iparnya masuk rumah sakit karena serangan jantung. Waduh, siapa yang sakit kali ini?

Jonathan Halim, kepala Jelajah Travel cabang Bandung, kabarnya adalah adik kandung pendiri PT. Widyanata Travelindo. Singkatnya, beliau ini adiknya si Big Boss. Meski punya hubungan darah dengan Big Boss, Pak Jon pekerja yang ulet dan pemimpin yang bijak. Sejauh ini, menurut Meilia, beliau adalah bos yang the best.

'Tentu saja the best buat kamu. Kan, ga ada pembandingnya,' goda Novi yang tahu kalau Meilia belum pernah bekerja di tempat lain.

'Ngga juga, lah. Beliau itu memimpin di depan, mendorong dari belakang, juga mendampingi dari samping. Bener-bener leader sejati,' bela Meilia. Novi mengacungkan jempol tidak ingin melanjutkan debat karena biasanya juga jarang bisa menang.

"Eh, toko donat di sebelah, jual kopi juga, lho." Novi mengedipkan sebelah mata.

"Masa?" Mata Meilia berbinar-binar. Sebagai pecinta latte-no sugar, kabar itu sungguh menggembirakan.

Sebenarnya, persediaan kopi di kantor ini tidak pernah habis. Maklum, kakaknya Pak Jon (yang satu lagi) adalah pemilik perusahaan kopi dan permen terkenal. Beliau mensponsori penyediaan kopi untuk karyawan dan pelanggan di Jelajah Travel. Kopinya enak, hanya saja kopi instan tidak bisa dibandingkan dengan kopi buatan barista.

"Freshly ground coffee, plus frothy steamed milk. Hmmm..." gumam Meilia memejamkan mata membayangkan harum latte favoritnya. "Ah, aku mau minta tolong Lilis beliin latte ke sebelah. Mbak mau pesen apa?" Meilia bangkit dari kursinya.

"Aku Cappuccino aja, two sugar, thanks." Novi mengacungkan dua jarinya. Maaf, bukan kampanye.

"Itu kopi apa sirop?" goda Meilia kemudian menghilang ke bagian belakang kantor untuk menemui Lilis, gadis 19 tahun asal Soreang, office girl Jelajah Travel yang baru. Setelah meminta tolong, memberikan uang, dan mengucapkan terima kasih, Meilia kembali ke mejanya.

"Yuk, meeting," ajak Novi. "Pak Jon pasti udah nungguin."

Meilia mengangguk, menyambar buku catatan dan mengikuti langkah Novi ke ruangan Pak Jon. Teringat kembali kata-kata bosnya yang tampan, "Urgent meeting..." Jantung Meilia berdebar tak karuan. Something big is going to happen.

Travelove GuideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang