Ibarat mati satu tumbuh seribu. Setelah aku resmi menyandang gelar single, banyak yang datang. Entah hanya menyapa, memperluas pertemanan, mengajak bersahabat hingga yang membawa harap. Salah satu dari yang aku sebutkan tadi ada kamu.
Kurang lebih seminggu setelah aku berakhir dengan mantan pacarku, kamu datang. Awalnya aku tidak meletakkan harap. Karena bagiku kamu hanya seorang kenalan, tapi berujung nyaman.
Hari terus berganti kita semakin dekat, kita semakin intens berkomunikasi. Freecall dan Videocall sudah menjadi hal yang lumrah bagi kita berdua. Saling mengirim foto dan menceritakan hal tidak perlu.
"Dia orangnya seru sekali!"
"Eh asik juga ya orangnya"
"Baru kenal loh, kok udah senyum-senyum gini akunya"
"padahal belum ketemu, tapi sudah se asik ini, bagaimana jika bertemu?" Batinku. Padahal kita benar-benar baru kenal, tapi mengapa tanganku rasanya gatal ketika tidak membalas pesanmu.Lalu, setelah satu bulan kita dekat, kamu menghilang. Kita berdua bersama-sama meniadakan kata "kita". Aku tidak mencari, begitu pula dirimu. Hanya saling diam. Tidak berbuat apa-apa. Padahal, obrolan kita kemarin masih sangat seru untuk dibahas. Aku tak ingin berhenti. Bagiku ini tidak pantas untuk menjadi akhir dari kita. Tetapi, untuk kembali memberi kabar padamu, akupun tidak berani. Tetapi aku tidak munafik jika aku berharap ada satu pesan darimu yang menyenggol notifikasi handphone-ku.
Betapa beruntungnya aku. Waktu itu akhir tahun, seiring berjalannya waktu aku lupa. Lupa denganmu, lupa pula dengan debaran jantungku saat menerima pesanmu, serta lupa dengan harapku. Aku tenggelam dalam suasana euforia tahun baru. Aku menjadi benar-benar bahagia dengan kesendirianku. Aku merasa benar-benar bersyukur tidak ada lelaki yang ingin membuka kembali hatiku. Iya, ini saatnya aku menikmati kekosonganku. Hatiku perlu kosong dan aku rapikan, agar pantas ditempati oleh tuan yang baru.
Jadi begini, ini tentang masa laluku. No good in goodbye, sama seperti perempuan lainnya, aku pun melewati masa-masa sedih pasca kalah dalam hubunganku. Hubunganku berakhir dengan alasan yang tidak jelas. Aku terlampau lamban menyadari bahwa dia memang menunggu aku putuskan. Aku sekarang sadar bahwa terlalu percaya pun tidak baik. Semua hati berubah seiring berjalannya waktu, yang teramat cinta seperti dia pun akhirnya menyerah untuk memperjuangkan. Tapi tidak mengapa, itu hanya bagian dari masa lalu, akan aku jadikan pelajaran untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik untuk masa depanku.
-kembali membahas dirimu-
Setelah apa yang aku lalui bersamamu kemarin, begitu singkat. Kamu datang di waktu yang tepat. Disaat aku sedang butuh pelarian dari piluku. Aku teramat bersyukur, karenamu aku tidak perlu banyak usaha untuk bangkit kembali. Dibalik semangat yang aku pamerkan kebumi sampai saat ini, juga ada kamu yang mambangunnya. Terima kasih berkatmu, dengan waktu yang sangat singkat aku sembuh dari patah hatiku termasuk melupakan masa laluku. Sekarang hatiku kembali bersih dan rapi seperti sedia kala. Tidak ada satupun nama lelaki di dalamnya. Haha, aku bercanda. Ya tentu ada! Ayahku dan kedua adik laki-lakiku. Tapi kamu pasti paham bukan lelaki seperti mereka yang aku maksud.Sampai suatu hari handphone-ku berdering.
Sial! Pesanmu telah menyenggol notifikasiku!