• 1. Mimpi atau Ilusi

298 42 20
                                    

Perlahan aku membuka mata. Melihat silaunya cahaya dari lampu di langit-langit kamar. Bajuku hampir basah hanya karena keringat—takut—untunglah semua yang terjadi hanyalah mimpi. Mengusap dada perlahan, aku mengucapkan istigfar seraya menenangkan diri.

"Huft! Hanya mimpi," kataku bersyukur.

Padahal bukan kali pertama aku seperti ini. Namun, cukup sering. Seakan bertemu dan disakiti sesosok makhluk yang biasa orang sebut 'hantu'. Ah, ayolah mereka hanya halusinasi! Sekarang aku merasa seperti orang gila!

Tok ... Tok ....

Sontak aku menoleh ke arah pintu. Terpaku dan berpikir sejenak. Siapakah yang datang dan mengetuk? Karena seharusnya tidak ada siapa pun di rumah ini kecuali aku. Lagipula jarum telah menunjuk pada angka dua belas malam.

Tok ... Tok ....

Semakin keras. Tidak mungkin halusinasiku naik level, kan? Apa aku masih belum bangun dari mimpi sialanku. Ataukah itu ayah dan ibu yang pulang dari luar kota tanpa memberi kabar? Sederet pertanyaan ini tidak akan mendapat jawaban.

Kriet!

Menarik selimut dan memegangnya dengan erat, aku dibuat gemetar oleh pintu yang terbuka. Tunggu dulu, aku sudah menguncinya setiap kali mau tidur. Tidak mungkin aku lupa hal sepenting itu.

Menarik napas dengan berat seolah napas ini manual, aku terdiam sejenak pada keheningan. Angin yang terasa dingin juga semerbak menembus selimutku sampai ke kulit.

"Hanya angin," kataku lega. Tapi angin dari mana?! Jendela tertutup dan pintu, ah, sial!

Pelan-pelan kubuka selimut yang menutupi seluruh tubuhku. Menoleh ke kanan dan kiri menelisik setiap sudut ruangan, aku mencoba turun dari tilam. Beberapa kali mengucek mata sayuku tatkala melihat pintu yang benar-benar terbuka. Berusaha meyakini diri bahwa tidak ada hal yang buruk, aku memberanikan diri berdiri di ambang pintu dan melihat-lihat juga ke luar. Benar adanya, tidak ada apa pun di sana. Tiba-tiba saja rasanya ingin tertawa, renyahnya sampai menggelitik perut.

"Ha ha ha! Apasih? Ini zaman modern, bukan zaman purba. Aneh-aneh aja pikirannya," kataku menguatkan diri.

Hendak membalik badan setelah menutup pintu, aku mendengar sesuatu persis di belakangku.

"Hi hi hi. Ayo mainnn."

Kakiku melemah, aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar barusan. Jangan becanda! Kapan ada orang masuk ke kamar? Siapa pun tolonglah aku sekarang atau aku akan jadi gila! Telingaku kongslet dengan mendengar hal-hal yang, argh! Gila!

"Main. Ayo main."

Pada sisa tenaga yang kupunya, aku membuka pintu dan berniat untuk lari keluar rumah. Siapa tahu itu suara penjahat atau rampok yang modus ngajak main dengan suara anak kecil. Tapi apa yang kulihat setelah tanganku menarik knock pintu? Seorang anak kecil dengan wajah yang hancur serta penuh luka.

Apa yang terjadi pada diriku. Suara tersekat dan melangkah pun tak mampu. Apa yang mataku halusinasikan? Padahal aku tidak menonton film horor sebelumnya. Bukankah aku sudah bangun barusan, kenapa semakin aneh dan membuat kepalaku pusing. Tidak ada orang yang bermimpi saat ia tak tertidur bukan. Rasanya semakin samar.


Bruk!

Bersambung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bersambung ....

Aku Melihatmu | sudah terbit | Perbaikan (new) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang