#4 : Meeting

12 3 0
                                    

"Tapi, bagaimana kau tau aku disini? Dan mengapa kau bisa percaya padaku dan memilihku untuk menjadi teman di game ini? Padahal tadi kau bilang diluar sana akan ada orang yg mau membunuh untuk menang dalam game ini." Tanyaku padanya dengan menatap serius ke kedua matanya
"Tentu saja karena keberuntungan! Aku tadi kebetulan lewat sini dan mendengar pikiranmu. Dan aku melihatmu melatih kekuatanmu. Dan kenapa aku memilihmu untuk menjadi rekan dalam game ini, karena baik kekuatanku dan intuisiku mengatakan kalau kau adalah orang baik."
"Oke, baiklah kalau begitu." Aku merasa aneh dengan jawabannya. Dia adalah type yang mencurigai orang lain, tapi bisa begitu percaya padaku. Aku berpikir pasti ada alasan lain.

"Baguslah kalau kau paham. Sekarang kita pulang dulu saja. Akan berbahaya kalau kita disini di malam hari. Karena kita tidak tau seperti apa kekuatan lawan kita. Mungkin saja ada yg bisa mendeteksi pemain lain."
"Benar juga, kau pintar juga." Sepertinya dia paham sekali dengan permainan seperti ini.
"Jelas dong. Kita besok ketemu di atap sekolah ya!"
"Apa maksudmu?"
"Apakah kau buta? Aku memakai seragam sekolah kita, bodoh!"
"Oh iya, maaf maaf aku tak memperhatikan. Aku terlalu serius tadi. Baiklah besok kita bertemu di sekolahan!" Bodohnya aku, aku bahkan tak sadar kalau seragamnya adalah seragam anak cewek di sekolahku.
"Baiklah, see you!" Katanya sembari pergi dari taman.

Aku merapikan barang-barangku. Benar juga katanya tadi, kita tidak tau kekuatan apa yg dimiliki oleh pemain lain. Lebih baik berjaga-jaga dan tidak gegabah. Lalu akupun pulang ke rumahku setelah semua barang-barangku sudah kumasukkan ke dalam tas.

Keesokan harinya, aku bersiap-siap dari rumah untuk berangkat ke sekolah seperti biasa. Sarapan seperti biasanya, dan mengunci pintu rumah seperti biasanya juga. Setelah itu aku berangkat ke sekolahku yang tak begitu jauh dari rumahku. Melewati taman dimana aku bertemu Mind kemarin.

Aku masih tak habis pikir, ternyata kekuatan ini benar-benar nyata. Kukira hanyalah mimpi atau halusinasiku saja. Dan karena aku sudah tau bahwa semua itu adalah kenyataan, maka aku harus serius dan tak boleh sampai kalah dalam permainan ini. Meskipun masih banyak misteri dalam permainan ini, tapi aku harus bersiap-siap kalau kemungkinan terburuk akan terjadi di masa mendatang.

Sekolah pun dimulai dengan diawali oleh mata pelajaran matematika. Namun aku tak bisa fokus ke Bu Jasmin yang sedang menerangkan materi-materi seputar trigonometri itu karena aku masih memikirkan siasat untuk menghadapi musuh-musuhku nantinya. Oh iya kemarin Mind tidak bilang kapan kita akan bertemu, aku akan mencoba di waktu istirahat sekolah nanti saja untuk menemuinya di atap sekolah. Kalau tidak berhasil maka akan kucoba lagi ketika waktu pulang sekolah.

Tak terasa bel waktu istirahat telah berbunyi, semua anak mulai berlarian keluar kelas untuk ke kantin ataupun cuma keluar kelas. Akupun juga bergegas menuju ke atap sekolah. Atap sekolahku memiliki semacam tanah lapang untuk murid biasanya mencari angin atau ingin menyegarkan pikiran. Tapi karena terlalu tinggi, maksudku berada di lantai 4, maka jarang sekali ada murid yang mau kesana. Mungkin karena itulah Mind memilih tempat ini.

Akhirnya aku sampai juga di atap sekolah ini. Kulihat sekeliling, hanya ada satu anak perempuan. Sepertinya itu Mind lalu aku mendekatinya. Dan ternyata bukan, itu adalah teman sekelasku, Mina.
"Hai Mina, kenapa kau disini?"
"Aku Cuma ingin lihat pemandangan saja, kalau kamu?"
"Aku ada janji ketemuan sama seseorang."
"Ooo, untuk membahas Deus Game, ya?!" Perkataan Mina itu membuatku kaget.
"Apakah kau seorang pemain???"
"Tentu saja, dan aku disini untuk membunuhmu!" Dan akupun langsung memasang kuda-kuda.

Deus GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang