Seminggu telah berlalu semenjak Darini pulang dari rumah Kirana, sejauh ini memang aman dan baik–baik saja. Darini mulai menjalani rutinitas hariannya sebagai seorang ibu yang sebentar lagi akan menggendong seorang cucu. Sedangkan Sekar menghabiskan sisa–sisa waktu kelahiran anak pertamanya dengan banyak sekali membaca buku. Dari kecil, Sekar memang gemar sekali membaca, hal ini membuat di rumah mereka banyak terdapat koleksi-koleksi buku. Dengan demikian, tak dapat dipungkiri bahwa Sekar termasuk siswa yang berprestasi pada saat duduk di bangku sekolahnya.
Kasman duduk di kursi goyang dengan memangku sebuah kucing hitam kesayangan yang ia beri nama Fredy. Panggilan sayang Darini kepadanya adalah "abah", berbeda dari pasangan suami istri lain yang biasanya mereka saling sebut dengan panggilan "sayang". Akhir–akhir ini hubungan romantis mereka berdua sedikit pudar karena ada sedikit pertentangan dari Kasman. Sebenarnya Kasman kurang setuju dan sependapat dengan Darini yang selalu saja kelewatan dalam menangani kasus yang datang padanya hingga ia hampir melupakan hakikatnya sebagai seorang istri.
"Kamu ini sudah tua dan tidak muda lagi.. Sebentar lagi punya cucu..! Berhenti saja dari pekerjaanmu yang tidak jelas itu! Lagipula, kamu juga gabisa terus–terusan kayak begini! Pulang malem, sampe rumah langsung tumbang, gapernah urusin pekerjaan rumah!" Kasman selalu saja berkata seperti itu setiap harinya. Tak heran jika Darini sudah bosan, lelah, dan juga terganggu. Apalagi Kasman seorang pengangguran, darimana lagi dia bisa menghidupi keluarga jika dia tidak bekerja. Mendengar celotehan Kasman, Darini selalu mengabaikan dan segera pergi menjauh dari Kasman.
Sang awan hitam mulai datang menyelimuti langit yang putih. Malam ini terasa sangat sendu, entah mengapa perasaan di hati selalu saja gelisah dan khawatir. Lampu pijar bersinar jingga menerangi ruang tengah. Darini terus saja mondar–mandir seperti orang kebingungan. Tak lama kemudian, kekhawatiran Darini terhenti sejenak semenjak telepon rumah mereka berdering. Darini mengangkat telepon rumahnya.
"Iya, Halo?"
Terdengar suara yang sangat gaduh dari telepon, seperti suara benda-benda berjatuhan dan juga ada suara teriakan. Darini kebingungan dengan siapa saat ini dia berbicara.
"Halo? Dengan siapa??" Darini bertanya.
"Darini, Darini..!! Ini Kirana! Tolong bantu aku, Darini." tiba-tiba saja suara Kirana terdengar dan dalam keadaan panik.
"Kirana?! Ada apa Kirana!!" Kirana tidak menjawab lagi, mungkin teleponnya terlempar karena sebelum telepon mati terdengar suara benda jatuh yang cukup keras. Sementara itu Darini terus mencoba menghubungi Kirana kembali namun tidak bisa.
Tak berpikir panjang, Darini langsung bergegas mengambil tas dan langsung menuju rumah Kirana. Saat dia akan meninggalkan rumah, kebetulan saja pada waktu itu aku sedang berkunjung kerumah Darini untuk memberikan sedikit oleh-oleh karena pada waktu itu aku baru saja pulang dari Jakarta. Hampir saja aku mengetuk pintu, namun Darini sudah buru-buru membukanya dengan memasang muka yang panik.
"Rani!!" Darini kaget setelah melihatku datang. Entah apa yang ada dalam pikirannya pada saat itu. Aku belum begitu paham, karena itu pertama kalinya aku melihat dengan jelas muka panik Darini yang tak pernah ia keluarkan pada kasus-kasus yang pernah kita tangani sebelumnya.
"Loh! Mau kemana?" tanyaku dengan penasaran.
"Kebetulan sekali kamu datang! Tolong bantu aku!"
"Hah?! Maksudmu?!
"Nanti saja menjelaskannya! Ini mendadak!" Aku menjatuhkan begitu saja oleh-oleh yang aku bawa dari Jakarta. Darini terlihat sangat serius dan dengan cepat menarik tanganku untuk ikut dengannya. Mulai saat itu aku merasa aneh terhadap Darini yang tiba-tiba bersikap seperti induk yang kehilangan anaknya.
YOU ARE READING
Segel - Kehadiran Sang Pembangkit
Horror#1 Horror Musical Rythm [Akan divisualisasikan dalam bentuk novel dan film] ********************************* Sekar sedang berusaha membebaskan kutukan yang menimpa keluarganya. Kutukan tersebut dibuat oleh sesosok Jin yang berwujud Wewe Gombel yang...