23. Mencari Pelukan

234 17 0
                                    

Hari itu, dia baru pulang dari kerja pukul dua malam. Nirae mengambil uang dari buku tabungannya dan pergi ke stasiun kereta, memesan tiket menuju ke Daegu. Tidur di kereta, Nirae tiba di tujuan saat bangun. Ia sarapan pagi di warung biasa sebelum pergi baik bus ke salah satu desa di Daegu.

Nirae terlihat beraktivitas seperti orang-orang pada umumnya, sebelum ia akhirnya tiba di tempat tujuan. Sebuah sekolah sederhana di lereng bukit, penuh dengan buku-buku dan sebuah taman bermain. Tempatnya tidak luas, tetapi merupakan rumah kedua bagi anak-anak di sana.

Nirae berdiri di depan pintu masuk, mengambil napas saat mendengar suara nyanyian lagu anak-anak bersama gurunya dari luar sini.

Tok tok tok.

Tidak ada jawaban. Anak-anak masih asik bernyanyi dipandu oleh sang guru. Sekali lagi Nirae ketuk pintu masuk, akhirnya sang guru menghentikan nyanyian anak didiknya dan melangkah membukakan pintu.

"Dongjin-ah..."

"Nirae?"

Nirae menarik diri ke dalam pelukan teman lamanya itu. Ia menangis. Menangis di depan pintu sekolah, menangis di bahu sahabatnya yang kini menyingkirkan diri dari dunia dan mengabdi pada desa ini. Dongjin memeluk Nirae erat, membiarkannya menangis di sana—seperti ia dulu pernah menangis di pelukan Nirae saat SMA. Betapa mereka selalu membutuhkan satu sama lain.

"Nirae-ya, mau tunggu di sini? Biar aku urus anak-anakku sebentar." bisik Dongjin lembut. Nirae melepas pelukannya dan mengangguk. Riasan wajahnya berantakan, rambutnya yang digerai membuatnya terlihat semakin kacau.

Nirae berdiri di dekat pintu, menunggu Dongjin yang mempersilakan anak-anaknya untuk istirahat dulu karena ada tamu penting datang. Saat ditanya siapa tamunya, Dongjin menjawab Calon Ibu Negara—membuat anak-anaknya langsung mau diminta untuk istirahat dalam tenang.

"Rae, ayo ikut aku!" Dongjin menggandeng tangan Nirae, mengajaknya ke sebuah ruangan terbuka di sebelah rumah utama yang menjadi sekolah itu tadi. Ruangan yang satu ini penuh dengan buku, dengan teras indah berisi bunga-bunga dan tanaman hias lainnya. Tak bisa dibayangkan betapa nyamannya membaca buku di sana sambil menikmati pemandangan bukit dan taman yang indah.

Nirae dipersilakan duduk di bangku, Dongjin ikut duduk setelah meletakkan secangkir teh hijau di atas meja untuk Nirae. Dongjin tersenyum saat Nirae akhirnya menatap wajah cerahnya, "Kamu berangkat jam berapa tadi?" tanya Dongjin sebagai awal percakapan.

"Sepulang kerja langsung ke sini." Nirae berucap lirih, ia menunduk kemudian. "Aku hancur, Dongjin. Aku gak tau harus pergi kemana lagi..."

Dongjin mengulurkan tangannya, menyisipkan rambut Nirae ke belakang telinganya, kemudian mengusap pipinya. Menghapus air matanya yang terlihat sudah dibendung sejak lama. Ia tidak berkata apa-apa, membiarkan Nirae mengatakan semua yang ingin dikatakannya.

"Sejak aku berhubungan lagi dengan Hoseok Oppa, urusan pekerjaanku terasa sangat berat." ia mengawali kisahnya. Dongjin sedikit terkejut mendengar awal cerita Nirae, namun lebih banyak tenang agar Nirae merasa nyaman untuk mencurahkan isi hatinya.

Nirae meremas ujung roknya, "Direkturku, aku udah bekerja untuknya selama bertahun-tahun, gak pernah ada yang aneh, Dongjin. Dia bahkan udah beristri setahun yang lalu, belum punya anak memang. Aku sempat kawatir, tapi dia bilang dia gak mau menganggu istrinya yang asik-asiknya berkarir."

"Kencan pertamaku dengan Hoseok, direkturku menghancurkannya. Kencan kedua lancar karena saat itu adalah akhir pekan. Tapi semakin aku merasa dekat dengan Hoseok Oppa, semakin direkturku mencoba untuk menjauhkannya dariku," Dongjin memeluk Nirae dari samping saat ia mulai terisak, air matanya mengalir semakin deras. Nirae pelan-pelan melanjutkan, "Aku pikir itu karena dia gak mau melihatku lalai bekerja saat sedang berpacaran. Dia juga bilang sendiri, kalau dia bahagia melihatku punya kekasih."

"Saat aku dan Hoseok Oppa bertengkar, aku menangis dan aku tau aku gak bisa menutupinya. Direkturku bertingkah aneh, dia ingin menjadi tempat curhatku." Nirae mengusap air matanya, menarik napas dan melanjutkan, "Aku gak sengaja mengiyakan waktu dia tanya, apa apartemen yang dibeli Hoseok itu untukku. Dia tau Hoseok bertingkah berlebihan, kemudian dia membuatku bekerja lembur hampir setiap hari semenjak saat itu, dan bertingkah berlebihan."

Dongjin mengusap punggung Nirae. Nirae sibuk menangis setelah itu, selama sekitar dua menit. Dongjin tetap diam dan memeluk Nirae, berusaha memberikan ia kehangatan yang selalu menjadi harapan terakhir Nirae.

"Maaf Dongjin..." isak Nirae.

Dongjin mengusap rambut sahabatnya, "Aku gak memaksamu untuk menceritakan semuanya, dan aku akan menunggumu siap menceritakannya." ucapnya pelan, memberikan Nirae ketenangan.

Nirae memeluk Dongjin semakin erat. Itulah yang ia inginkan. Nirae tak akan pernah kuat untuk menceritakan semuanya dari awal sampai akhir, dia hanya membutuhkan tempat untuk mengeluarkan seluruh rasa sakitnya.

"Makasih... Makasih banyak..."

Dongjin mengangguk dan tersenyum lembut, mengusap rambut Nirae sekali lagi sebelum melepas pelukannya. "Tenangkan diri dulu, minum tehnya. Itu teh herbal, bisa memperbaiki suasana hati, semoga." Dongjin mengulurkan secangkir teh buatannya pada Nirae.

"Makasih, Dongjin-ah..."

"Udah, stop dulu makasihnya. Gih, diminum."

Nirae membalas senyuman Dongjin, lantas menyesap aroma teh yang langsung membuat air matanya menguap. Begitu satu teguk meluncur ke dalam tubuhnya, seluruh rasa sakitnya larut bersama dengan tehnya. Nirae memejamkan mata, menikmati segala ketenangan yang disajikan dalam teh itu.

Dongjin tersenyum lebar melihat reaksi Nirae, meski ia sudah terbiasa dengan reaksi seperti itu. "Nah, sekarang aku mau kasih kamu dua pilihan. Satu, lanjutkan ceritamu dan katakan padaku apa yang bisa aku bantu. Dua, membantuku mengumpulkan anak-anak dan mendongeng pada mereka—anggap sebagai hiburan."

***BERSAMBUNG***

Catatan Kecil:

Visualisasi Park Dongjin:

AAAAA BENTAR LAGI 3K READERS YA AMPUN GAK NYANGKA BISA NAMBAH TERUS TIAP HARI :")

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

AAAAA BENTAR LAGI 3K READERS YA AMPUN GAK NYANGKA BISA NAMBAH TERUS TIAP HARI :")

Makasih banyak ya kalian, yang selalu ikutin cerita ini, baik yang silent reader maupun reader baik yang meninggalkan jejak! Aku sayang kalian semua~

Mulai chapter ini, akan banyak sekali konflik menyesakkan hati yang terjadi jadi stay tune terus ya kawan-kawan!

Segitu aja dari saya, sampai jumpa minggu depan!

(18+) My Sexy Ex - BTS J-HOPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang