Mr. Geek

43 1 0
                                    

Written for "Antologi Cerpen Anti Narkoba : Lakuna dalam Candu Dunia"

Ae Publishing

2018

= = = = = =

"Mr. Geek"

―Himekazeera―

Tangan kiriku bergerak gelisah mengetuk-ketuk meja, sedangkan tangan kananku masih aktif menggerakkan cursor key pada keyboard. Aku menahan diri untuk tidak mengumpat dan mengganggu pengunjung warnet di sampingku. Musik blues masih mengentak keluar dari headphone yang menutupi kedua telingaku.

"Damn!" Akhirnya umpatan itu keluar dari mulutku. Aku kalah dalam game Point Blank. Aku melepas headphone dengan kasar dan meninggalkan bilik warnet tanpa mematikan komputer. Sebelum melewati pintu aku meninggalkan selembar uang dua puluh ribu di meja operator.

"Lu kenapa, Bang?" tanya Bryan yang setia menungguku di ruang tunggu, notebook berwarna putih masih menyala di pangkuannya.

"Gue kalah lagi, Dik." Aku pun duduk di sampingnya, mataku memperhatikan apa yang dia kerjakan. Tidak ada yang menarik, hanya sederet kode yang terpampang pada layar berwarna hitam. "Lu ngapain, Dik?"

Mata hitamnya melirik dari balik kacamata, "Gue bikin cheat game, biar lu enggak kalah lagi." Aku terdiam menunggu Bryan melanjutkan penjelasannya, "Memang sih ini curang, tapi sampai lu bangkotan juga tuh game kagak bakal beres. Orang yang ngalahin lu juga pasti pakai beginian."

Aku hanya ber-oh ria, lalu melirik jam di pergelangan tangan kiriku. Pukul empat sore. Paling terlambat aku harus sampai rumah pukul lima sore, jadi masih ada waktu satu jam untuk merapikan diri. "Yan, ke rumah lu dulu, yuk. Gue enggak mungkin pulang kayak gini."

Bryan mematikan notebook dan memasukkannya ke ransel. "Yuk, Bang!" Bryan pun berjalan terlebih dahulu keluar warnet.

Perkenalkan, namaku Stefanus Kristian Lubis, putra pertama dari pemilik resort mewah di Pulau Samosir. Aku saat ini duduk di kelas XII SMAN ternama di Medan. Anak laki-laki yang menungguku tadi bernama Bryan Ernest, saat ini dia duduk di kelas IX SMP. Bryan anak dari adik ayahku, kedua orang tuanya meninggal dua tahun lalu dalam kecelakaan mobil. Bryan enggan untuk tinggal di rumah orang tuaku, lebih memilih tinggal bersama asisten rumah tangga di rumah peninggalan orang tuanya. Aku kadang iri pada Bryan yang selalu bebas melakukan apa pun tanpa perlu memikirkan pendapat orang di sekitar. Berbeda denganku yang harus selalu menjaga segala tingkah lakuku agar tidak mencoreng nama baik ayahku.

Lima belas menit kemudian kami sampai di rumah Bryan, aku langsung menyimpan tas di sofa lalu masuk ke kamar mandi untuk merapikan penampilan. Ibu akan marah besar melihat penampilanku yang acak-acakan, bisa-bisa dia menyuruh orang untuk mengawasiku, lagi. Aku keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang lebih baik, tetapi perasaanku tiba-tiba campur aduk saat melihat bungkusan berwarna putih―yang seharusnya berada di dalam sakuku―berada di tangan Bryan.

Bryan menatap bingung bungkusan itu lalu menyimpannya di meja. Aku mendekatinya, Bryan mendongkak menatapku. "Bang, itu apaan?"

Aku segera menyambar bungkusan itu dan memasukkannya ke saku, "Bukan apa-apa."

Bryan tersenyum menyelidik, "Bang, gue turut prihatin sama hidup lu. Gue masih bisa lindungin lu di game, tapi kalau udah yang kaya gitu, gue angkat tangan. Inget, Bang, masih ada jalan lain buat ngurangin beban hidup lu."

Aku hanya tersenyum miris, dalam hati aku membenarkan ucapan Bryan. Dia telah mengalami cobaan hidup yang lebih berat dari yang kualami. Namun, dia tidak melarikan diri ke dunia narkoba seperti yang aku lakukan. "Tenang, gue baik-baik saja, kok." Aku mengambil tas dan meninggalkan rumah Bryan.

Antologi Cerpen : Lost of LoveWhere stories live. Discover now