Written for "Antologi Cerpen Horor : Mayapada Puaka"
Ae Publishing
2018
= = = = = =
"Jangan Tidur di Tengah Ruang"
―Himekazeera―
Dulu saat masih SD, aku pernah mengalami sleep paralys atau kakekku biasa menyebutnya dengan tindihan. Aku tiga kali mengalaminya di awal pindah kamar. Saat pertama kali mengalami, tubuhku terasa kaku dan berat. Saat membuka mata, aku melihat sosok putih berdiri di dekat pintu. Aku mengerjap beberapa kali dan sosok itu lenyap. Aku pikir, mungkin aku salah lihat atau mungkin aku masih bermimpi.
Dua hari kemudian aku kembali mengalaminya, kali ini sosok tersebut merangkak di atas tubuhku. Aku beberapa kali mengerjapkan mata dan sosok itu kembali menghilang. Yang kuingat sosok itu mengenakan kain putih dengan rambut hitam panjang. Aku pikir itu efek setelah aku menonton anime yang menceritakan tentang hantu Sadako siang hari tadi.
Untuk ketiga kalinya aku mengalami mimpi tersebut, aku bisa melihat sosok itu dengan jelas. Sosok itu bukanlah bayangan, melainkan sosok nyata. Saat itu sudah tengah malam dan aku terbangun karena rasa haus mendera. Saat membuka mata, aku tidak bisa menggerakkan tangan dan kaki, seperti ada sesuatu yang menindih. Aku pun mengangkat kepala, sosok wanita berambut hitam panjang dan kusut tengah tersenyum sinis padaku.
Aku menelan ludah susah payah, tubuhnya merangkak di atas tubuhku. Matanya yang merah menyala menatap lurus pada kedua bola mataku. Aku tidak bisa melakukan apa pun, suaraku tercekat. Jarinya yang dihiasi kuku panjang nan hitam menyentuh pipiku, meninggalkan jejak dingin. Aku memejam dan membaca tiga surat dan ayat kursi hingga akhirnya kembali tertidur. Shit! Itu Sadako di dunia nyata.
Keesokan paginya aku menceritakan kejadian itu pada kakek dan ayahku. Menurut kakek, itu efek dari sleep paralys, yaitu halusinasi yang bisa menampilkan sosok lain. Akan tetapi, jika sosok itu hanya halusinasi, bagaimana dengan bekas cakaran pada wajahku? Aku ingat jika bekas cakaran itu tepat berada pada bekas sentuhan sosok itu.
Mereka menyarankan agar aku tidak tidur di tengah ruangan, entah apa alasannya. Aku pun menurut dan meminta pembantu memindahkan tempat tidurku ke sudut kamar. Kamarku di Depok cukup luas, aku sengaja menempatkan tempat tidur di tengah karena takut ada sosok yang muncul dari jendela. Ternyata sosok mengerikan malah muncul di tengah ruangan. Setelah tempat tidurku pindah, aku tidak pernah mengalami sleep paralys lagi.
***
Saat masuk SMP, aku pindah ke Bandung mengikuti ayah pindah tugas. Aku tinggal di rumah dinas sederhana dan kuno, seperti peninggalan zaman penjajahan. Hanya ada dua kamar di rumah itu, yang artinya aku harus tidur satu kamar dengan adikku yang berusia lima tahun.
Kamar itu cukup sempit, hanya ada sebuah spring bed ukuran besar yang menempel pada tembok dan sebuah lemari pakaian cukup besar. Hanya ada sedikit ruang antara tempat tidur dan lemari, cukup untuk sekadar membuka pintu lemari. Ada sebuah jendela besar yang menghadap langsung ke taman belakang.
"Abang tidur dekat tembok, ya," ujarku pada Lysa. Jika aku tidur di sisi lain artinya aku tidur di tengah ruangan. Aku takut mengalami sleep paralys.
Lysa mengangguk, "Bang Fandi di sana, Lysa di sini." Adikku menunjuk pada sisi lain tempat tidur. Aku tersenyum lalu mengajak adikku berjalan-jalan di sekitar rumah. Sepanjang jalan, aku melihat rumah berjajar rapi dengan desain hampir mirip rumahku. Yang membedakan hanya nomor rumah dan isi halaman, jika saja aku tidak ingat nomor rumahku, pasti kan salah masuk.
YOU ARE READING
Antologi Cerpen : Lost of Love
Short StorySambil menunggu cerita multiple chapterku update, maka aku posting work ini yang isinya adalah cerpen-cerpen buatanku yang diikut sertakan dalam lomba dan beberapa yang dimuat dalam novel antologi. Aku memberikan judul Lost of Love karena saat menul...