Ruangan itu sudah berubah dari saat pertama kali Elle datang dengan boneka lusuh di pelukannya. Ruangan itu dulu tampak sangat besar, dingin, dan kosong. Bahkan ia bersumpah pernah melihat laba-laba kecil di sudut atasnya. Dinding putihnya sudah menghitam dan lusuh karena tidak dirawat. Hanya ada jam besar bewarna hitam dengan angka yang memudar di dalamnya. Waktu sudah berjalan sangat cepat, 13 tahun sudah berlalu. Ruangan itu kini telah menjadi kamar seorang perempuan berumur 17 tahun yang memiliki banyak mimpi dan keinginan. Kamar itu sudah dipenuhi barang-barang berharga yang ia dapatkan sepanjang hidupnya. Tempat tidur berukuran sedang berada di tengah ruangan, menjadi tempat paling menyenangkan untuknya. Sebuah boneka sapi kecil menghiasi meja belajarnya, manis, bewarna merah muda dengan bintik-bintik abu-abu yang tipis. Itu adalah boneka kesayangannya yang diberikan oleh ayahnya dulu.
Namun, ada yang berbeda sekarang. Seorang laki-laki terbaring kaku di tempat tidurnya yang masih berantakan karena belum sempat ia bersihkan. Elle benar-benar bersumpah ia tidak mengenal laki-laki itu. Laki-laki yang kini berbaring di kamarnya dengan mata tertutup dan sedikit darah di keningnya.
Dengan kening berkerut, Elle memandang wajah laki-laki itu sekali lagi.
Beberapa debu hitam menodai titik-titik wajah porselennya. Laki-laki itu merapatkan kelopak matanya dengan erat, seakan tidak mengijinkan Elle untuk melihatnya lebih dekat. Tiba-tiba getaran aneh merasuki kulit Elle ketika tangan putih kecil di samping kasurnya itu bergerak kecil seperti meminta pertolongan. Elle mendekatkan dirinya ketika melihat mata laki-laki itu perlahan-lahan terbuka. Menemukan sepasang mata emas dengan butiran cahaya mengkilap yang membuat Elle terdiam. Kenapa tatapan laki-laki itu membuatnya ragu? Kenapa iris laki-laki itu begitu tajam menembus serambi kulitnya ? Begitu tajam hingga membuat Elle hanya diam tak berkutik menatapnya dan tak bisa mengatur nafasnya sendiri hingga suara serak yang keluar dari bibir tipis itu menyadarkannya. Tatapan tajam laki-laki itu mulai melemah.
"Siapa kamu?"
Elle seketika menegakkan kepalanya. Tidak berniat menjawab dan hanya menatapnya dalam diam, memberi kesempatan laki-laki itu mengingat kembali apa yang terjadi hingga Elle tersentak ketika iris laki-laki itu menatapnya tajam sekali lagi. Membuatnya mundur, tak suka dengan tatapan laki-laki itu. Tak suka tatapan mata yang membuatnya lemas itu.
"Kamu sudah ingat?"
***
"Aku bersumpah ini akan menjadi yang terakhir. Setelah ini aku tidak akan memaksamu lagi menemui mereka," kata Nency sambil menarik tangan Elle menuju lapangan basket.
Perempuan itu bersandar pada pagar besi di sebelahnya, tangannya mengenggap seutas kawat yang menjulang keluar dari dalam. Elle sempat melihat ada sedikit noda karat di dalamnya. Ia ingin mencegah Nency agar tak lagi menyentuh sesuatu yang kotor dan berbahaya seperti yang sering ia lakukan selama ini, namun apa yang keluar dari mulut sahabatnya itu telah melenyapkan rasa simpatinya pada perempuan itu.
Lapangan yang menjadi tempat paling ramai di sekolahnya itu sudah mulai sepi. Beberapa orang meninggalkan tempat itu setelah pertandingan basket kelas dua belas selesai tiga puluh menit yang lalu. Hanya tersisa beberapa laki-laki berseragam olahraga yang beristirahat dan Pak Badi, guru olahraga yang menjadi wasit pertandingan tadi. Elle tidak akan berada di sini selama dua jam untuk menonton pertandingan membosankan itu jika saja Nency, sahabatnya tidak menariknya pergi dan mengancamnya. Ia sempat curiga dengan motif Nency mengajaknya menonton pertandingan itu karena ia yang paling tahu bahwa Nency tidak menyukai basket.
"Terakhir kali kamu juga bilang begitu. Aku tidak percaya denganmu lagi."
Elle sudah menyadari ketidaknormalan Nency ketika ia melihat sahabatnya itu memandang laki-laki yang sedikit saja terlihat lumayan dengan mata memuja waktu pertama kali menginjakkan kaki di SMA Bakti Luhur ini. Elle tak pernah merasa terganggu jika saja Nency tidak menariknya ikut dalam kegilaannya itu, seperti yang dilakukannya sekarang ini dan beberapa hari yang lalu. Ia sudah berhasil mengenalkan Elle kepada beberapa laki-laki di sekolahnya. Sebut saja si Endra, anak pecinta alam yang memiliki kulit eksotis yang manis seperti gulali, lalu Fero, laki-laki tampan kelas sebelah yang merupakan vokalis sekaligus gitaris band terkenal di sekolahnya. Lalu Dino, anak rohis yang alim dan sopan, wajahnya yang tenang dan kelakuannya yang seperti bangsawan membuat Nency memasukkannya pada daftar anehnya. Lalu ada Kevin, Jirayu, Leon, Dio, Bara, dan nama-nama lain yang tidak sempat Elle hafalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Kaca [COMPLETED]
Teen FictionElektra Avichayil, seorang murid SMA Bakti Luhur tahun terakhir yang akan segera meninggalkan sekolahnya. Elle hampir saja melewati delapan bulan itu tanpa masalah yang berarti jika saja ia tidak bertemu seorang laki-laki yang menghancurkan apa yang...