BELLYACHE
"Biting on my nails, i'm to young to go to jail"
- Bellyache, Billie EillishHujan turun dengan lebat. Hawanya terlalu dingin, udara ditutupi kabut, membiarkan tangis pilu menggema.
Sebuah mobil terhenti di tengah jalan akibat empat mayat. Salah satu dari mereka melihat badan-badan itu merubah ekspresinya jadi panik.
"N-nancy.. R-ryujin..?" suara seseorang terdengar, panik, dan mereka dengan cepat turun dari mobil.
"Y-yuna! Heejin!" Suaranya terdengar semakin parau, dengan air mata yang lolos begitu saja.
Empat mayat yang tergeletak begitu saja di tengah jalan tentu saja tidak menjawab. Bagaiman mau menjawab jika sudah mati tak berdaya?
Dua perempuan tersebut menangis, panik, bingung tercampur satu. Empat murid dari kelas mereka terbunuh dengan begitu mengenaskan. Tubuh tertutupi dengan lebam biru dengan darah kering, dan dengan sadisnya, pelakunya menjahit mulut dan mata empat korban.
"Chungha! Cepat telepon polisi! Ngapain diem aja! Teman sekelas aku terbunuh anjing!" Yeji, menangis tersedu sedu meneriaki sahabatnya karena hanya berdiri terdiam. Chungha hanya terlalu syok mendapat empat teman sekelasnya yang terdapat dalam keadaan yang amat menyedihkan.
"h-hah? I-iya tunggu sebentar!" chungha dengan cepat merogoh tasnya mencari hapenya.
Tangannya dengan sigap menekan nomor polisi dengan air mata yang lolos keluar.
"halo selamat sore, ada yang bisa saya bantu?" suara operator polisi terdengar seberang.
"E-empat orang terdapat t-terbunuh di tengah jalan..! Tolong cepat kesini! Mereka betul betul m-mati...!" chungha dengan cepat berkata, menangis pilu menghadapi kenyataan. Begitu mengerikan, menyakitkan.
"maaf, maksud anda?"
"Goblok lo? Empat teman sekelas saya terdapat m-mati di tengah jalan anjing! Tolong cepat kesini!" chungha mulai emosi, polisi sangat menyebalkan diajak bicara.
"baiklah, dimana lokasi anda?"
"36 avenue lakeroad! Tolong cepat!" suara chungha semakin terdengar kesal.
Chungha mematikan teleponnya dengan emosi, kembali menatap Yeji yang menangis dengan mata tertutup, tidak sanggup melihat jenazah keempat temannya.
"Yeji tunggu di mobil! Polisi bakal datang bentar lagi!"
Yeji mengangguk lemah menuruti perkataan sahabatnya dan memasuki mobil dengan air mata mengalir deras.
"semuanya bakal baik-baik aja.. polisi bakal selidikin" Yeji bergumam kepada dirinya, mencoba menenangkan dirinya yang syok melihat jasad mereka.
Chungha memasuki mobil dengan helaan nafas berat. Apa yang bisa mereka lakukan sekarang? Tidak ada kecuali menunggu sampai polisi datang. Itulah opsi terbaik untuk sekarang.
•••°•
Mihyu berjalan turun dari tangga, lengkap dengan seragam dan perlengkapan sekolahnya. Tangan kanannya memegang botol air yang berisi, *Strychnine. Salah satu racun yang mematikan.
*(strychnine adalah racun yang akan melemahkan ototmu sampai terkejang-kejang atau pecah.)
Jendela terlihat dipenuhi rintik hujan. Suasana terlalu suram, udaranya terasa dingin membuat orang-orang terasa gelisah entah mengapa.
Mihyu mendudukkan diri di sofa dan menyalakan televisi, sekolah masih lama, 30 menit lagi ia harus menunggu.
Berita pagi menyambut, seorang reporter memegang kertas terlihat serius menyampaikan berita.
"Kemarin sore telah ditemukan empat jenazah yang dibuang di tengah jalan, 36 avenue lakeroad pukul 16.23, menurut tim forensik mulut dan mata korban dijahit dan badan dipukuli 30 kali sampai meninggal ditempat, identitas korban belum ditemukan kecuali, Nancy Mcdonie dan Jeon Heejin. Terima kasih."
"Kasian banget ya.. tapi apa peduli aku" toh yang membunuh mereka berempat dirinya sendiri.
30 menit terlewat dengan cepat, tak terasa jarum jam terlihat meunujuk pukul 6.45.
"Kak! Kunci mobil aku mana?" Mihyu berdecak kesal melihat kunci mobil yang ia gantung menghilang.
Mark yang baru saja turun dari kamarnya dengan mata merah hanya terdiam memegang kuncinya yang terdapat gantungan kunci dengan sebuah foto. Foto mayat dengan usus keluar dari perutnya. Mengerikan sekali Mihyu.
"Dek, lo ngapain gantungin foto ini di kunci mobil? Ngeri tau nggak?" Suara Mark terdengar serak. Bau alkohol menyengat tercium dari nafasnya.
"Ya terserah aku dong, kok kamu ngatur! Udah ah, aku mau sekolah" Mihyu merampas kuncinya dari mark dan berjalan menuju mobilnya di garasi.
'Everyone is such a busy body'
Menyebalkan.
+++
Murid-murid mulai berbondong bondong memasuki tanah sekolah. Payung-payung dan jas hujan berwarna warni mewarnai pagi yang suram. Beberapa wajah terlihat berduka, bersedih, atas berita duka yang diberitakan ditelevisi. Namun, kebanyakan terlihat normal, belum mendengar berita menyakitkan.
"Hei, kenapa semua orang terlihat sedih sih, apa yang terjadi?" Mihyu yang sedang bersandiwara di depan teman-temannya, memang ia ingin mereka tau bahwa dirinya yang membunuh mereka? Tidak kan.
"Kamu belum tau...?" Somi akhirnya membuka suara setelah diam membisu sedari tadi.
"Memangnya apa sih? Aneh banget semua orang. Haechan yang biasanya bobrok pun diem"
Raut wajah somi terlihat ragu menceritakannya. Perlu kalian ketahui, Nancy, Heejin, Yuna dan Ryujin adalah sahabat (palsu) Mihyu
"J-jadi gini, singkatnya aja ya aku ceritain. Sahabat kamu t-terbunuh semua..." Somi dengan ragu menceritakannya perlahan, wajah sedihnya dipasang.
"Apasih, kalian pasti bohong kan? Nggak mungkin!"
Somi menghela nafas.
"Itu betul hyu.. Mereka betul-betul meninggal terbunuh..:
Mihyu memasang wajah sedih, namun syok.
"N-nggak mungkin.." Air mata buaya mulai keluar dari pelupuk mata Mihyu. Luar biasa Mihyu dalam hal sandiwara.
Somi hanya menatap sendu melihat Mihyu sedang menangis, terbesit rasa bersalah telah menceritakannya. Tapi, Mihyu harus mengetahuinya. Tanpa sadar bahwa Mihyulah yang membawa mereka menuju ajal mereka.
"S-somi... Bisa temenin aku di atap sekolah nanti istirahat? Aku lagi butuh teman.."
Somi menangguk lemah, tanpa rasa curiga.
"Aku mau titip sesuatu.." Mihyu menyambung. Tersenyum kecil antara tangisnya. Lebih tepat, seringai kecil.
<¤>
Haii chapter kedua telah terbit setelah sekian lama hehe.
Menurut kalian, apa yang bakal Mihyu lakuin ke Somi?
KAMU SEDANG MEMBACA
BELLYACHE. jisung, renjun
Fanficbloodlust wonderland, isn't it my love? jisung renjun mihyu. written in bahasa. ©DOWN-POUR, 2020.