Kini
Sebelas tahun kemudian.
Dava kini berusia tujuh belas tahun. Ia berubah, ya benar-benar berubah dalam segala hal. Sudah tidak ada lagi Dava yang ceria. Sudah tidak ada lagi Dava yang suka berceloteh manja. Hanya ada Dava yang dingin pada sekitar.
Keadaan memaksanya untuk berubah. Mama pergi dan tak kembali hingga kini. Papa menyibukkan diri sebagai dokter dan menjalankan usaha keluarganya. Yang artinya, papa juga mengingkari janji.
"Kakak." Suara seorang gadis kecil menyentak lamunannya.
Diora, adiknya. Dua tahun setelah Gema bercerai, beliau memutuskan untuk menikahi Fanya, mama tiri Dava. Wanita yang tetap dipanggilnya tante, karena hatinya memang belum bisa menerimanya. Hatinya belum siap, dan mungkin tak akan pernah siap. Dari, pernikahan itu lahirlah Diora yang saat ini usianya sudah menginjak delapaan tahun.
Pernikahan tak bisa membuat papanya berubah. Gema tetap menjadi orang yang gila kerja. Lantas buat apa Gema menikah lagi?
Tapi Dava tak tahu kalau Gema menikahi Fanya hanya untuk dirinya. Agar Dava tak kehilangan sosok ibu di usianya yang masih kecil. Saat dimana ia benar-benar membutuhkan sosok ibu. Tapi Dava lebih membutuhkan ayah kandungnya, bukan wanita yang sekarang menjadi ibu tirinya. Hal yang tak pernah dimengerti Gema. Ayah dan anak sama-sama tak mengerti keinginan satu sama lain. Sama-sama tak mengerti apa yang satu sama lain butuhkan.
"Anterin Didi ke rumah Yuki yuk." pinta Diora kepada kakak tirinya.
Walau Dava itu dingin, ia tetap menjadi kakak yang hangat untuk Diora. Anak kecil selalu kelemahannya. Apalagi delapan tahun ini, hanya Diora-lah yang membuat hidupnya lebih berwarna. Tak lupa dengan sahabatnya tentunya.
"Didi mau ngapain disana?" tanya Dava memastikan. Ia memang sedikit protektif pada adik satu-satunya itu.
"Tadi di sekolah, Yuki ngajak Didi main di rumahnya. Terus Didi setuju karena bosan di rumah terus. Lagian, kak Dava sama kak Rio mana mau main masak-masakan." ucapnya khas anak kecil dengan wajah yang dibuat cemberut. Anak kecil itu memang yang paling tahu bagaimana cara merayu Dava.
Omong-omong, Rio adalah anak Fanya dari pernikahannya yang terdahulu. Sama seperti Gema yang duda, Fanya pun seorang janda beranak satu. Usia Rio satu tahun di atas Dava. Jadilah, Dava memiliki sosok kakak baru. Tapi buat apa? Hal itu tidak membuat banyak perubahan. Hubungan Dava dan Rio tak bisa dikatakan baik. Mereka sering berselisih dan beda pendapat dalam banyak hal. Sama-sama keras akan pendiriannya.
"Tapi kak Dava nggak bisa nungguin Didi sampai selesai. Gimana dong?" tanyanya lembut pada sang adik, hal yang tak pernah ia tunjukkan pada orang lain.
"Nggak papa, nanti mamanya Yuki pasti mau nganterin Didi pulang." jawab Diora dengan penuh semangat. Mencoba meyakinkan sang kakak agar mau mengantarnya. Maklumlah tidak ada harapan lain selain kakaknya ini.
"Yaudah, Didi pamit dulu sama mama ya? Kakak siap-siap dulu." putusnya sambil lalu dan mengelus rambut ikal Diora.
.
Saat mobilnya ingin keluar dari gerbang yang besarnya tidak main-main itu, Dava dihadang oleh tiga pengawal yang ayahnya sewa. Salah satunya mendekat dan mengetuk kaca di bagian sopir.
"Kenapa?" tanya Dava datar.
"Tuan Gema tidak mengijinkan tuan dan nona muda untuk keluar hari ini. Maaf, saya hanya menjalankan tugas." ucapnya sesopan mungkin pada anak sang majikan. Berbalik 180 derajat dengan wajah sangarnya.
"Ck, aku cuma ngantar Diora ke rumah temannya pak. Lagian mamanya juga udah kasih ijin." Dava mencoba lolos dari pria garang ini. Susah memang, tapi apa salahnya mencoba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry, DAVA
Novela JuvenilMadava Zidan Chakrawangsa. Perpisahan kedua orang tuanya tentu memiliki dampak tersendiri baginya. Belum lagi penyakit yang menyertainya sejak terlahir di dunia. Keterpurukan tak lagi dapat dihindarkan. Dava berubah, menjadi sosok dingin dan tak t...