Langit senja tak lagi keliatan karena tertutup awan hitam yang pekat. Sedikit demi sedikit Rahmat Tuhan itu pun mengalir di bumi membasahi rerumputan hijau yang kering. Aroma hujan membasahi pasir Kering dan sangat menyengat. Jalanan terlihat sangat lengang di Senja hari ini. Terlihat seorang pria dan wanita Lansia yang tengah berdiri di rintik hujan yang mulai deras. Membasahi tubuh mereka. Pria itu pun mengais-ngais tong sampah mencari sesuatu untuk melindungi wanitanya dengan wajah keriput dan langkahnya yang sudah tertatih-tatih. Pria itu menemui tenda kecil yang lusuh kemudian di lindunginya kepala wanita itu agar tak terkena hujan.
Mata Naya berkaca-kaca tapi tidak tahu apa sebabnya. Seperti Ada sesuatu yang membuat perasaannya berkecamuk.
Dia menghela nafas berat, "enggak!!, aku harus fokus sama tugas." gumamnya.
Dia meringis, "kenapa di pikiran aku cuma dia sih?, kenapa bukan Aslan?,"
Tiba-tiba Jeni muncul di depan pintu. "Dia?, dia siapa?" Tanyanya yang tak sengaja mendengar ucapan Naya.
Sontak Naya kaget, "bu-bukan siapa-siapa," wajahnya terlihat gugup. Tak Ada cara lain selain pergi ke kamar. Dia pun pergi ke kamar tanpa menjawab pertanyaan Jeni.
"Jen…baju aku kenapa berantakan gini?" Teriaknya
Jeni yang tadinya melamun, kaget mendengar teriakan Naya. Dia pun menghampiri Naya.
"Kenapa?."
"Baju aku kenapa berantakan gini, Jen?." Tanya Naya sekali lagi.
"Maaf tadi aku mau pakai baju kamu." jawabnya dengan polos.
Naya memalingkan wajahnya ke arah jendela karena kesal, "Jen, kalau pinjam barang orang itu di bilang dulu dong!"
Jeni mengernyitkan dahinya, "bukannya selama ini kamu terbiasa dengan sikap aku?"
"Tapi kali ini kamu udah kelewatan, Jen!. aku juga capek terus-terusan beresin baju, make up, sepatu. Semuanya berantakan!!." bentaknya.
Jeni terdiam.
"Aku minta tolong sama kamu, kalau pinjam barang bilang dulu." Lanjutnya.
"Kamu kenapa jadi aneh gini sih?"
"Aku mau istirahat." ucapnya datar. Lalu masuk ke dalam kamar dan menguncinya. Tak seperti biasanya dia bersikap kasar kepada Jeni. Bahkan sampai mengunci pintu kamarnya agar Jeni tak masuk. Perasaannya saat ini benar-benar kacau. Entah apa dan siapa yang membuatnya seperti ini.
Dia duduk di kasur dan menatap hp nya. Tak Ada satu pesan pun dari Aslan. Kemudian di hempaskannya kasar ponselnya di kasur. Dia mengusap wajahnya. Mengatur nafasnya. Lalu membenahi rambutnya yang kusut.
"Kenapa aku jadi kasar sama Jeni?."
"maafin aku Jen. Aku bingung Ada apa dengan diriku sekarang."
Tiba-tiba dari jendela terlihat Jeni yang sedang berusaha masuk ke kamar dan berhasil. Salma kaget melihat Jeni senekat itu.
"Kamu mau ngapain lewat jendela?." Tanyanya khawatir.
Jeni lompat dan menutup jendela, "huuft…" dia menghela nafas lega. "Aku minta maaf, Nay." Lanjutnya dengan nafas ngos-ngosan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer
Short StoryYa, mungkin seperti ini rasanya jatuh cinta sendirian. Hanya mengungkapkan melalui coretan pena. Hanya bisa mengaguminya tanpa bisa memiliki. Mengungkapkan itu perlu keberanian dan Sungguh wanita itu memang benar-benar tak siap untuk ditolak. Natas...