#3 Wings

561 78 17
                                    

Pukul 22

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pukul 22.30 malam saat Jihoon sampai di apartemen. Seongwu langsung pulang setelah mengantarnya tadi. Rekaman hari ini berlangsung lama karena mereka merekam lebih dari satu lagu. Dan bertambah lama lagi karena sang produser yang perfectionis dan ingin hasil yang sempurna.

Jihoon memutuskan mandi terlebih dahulu karena ia sudah merasa badannya sangat lengket. Lelah? Tidak-tidak, kegiatan hari ini tak melelahkan sama sekali bagi Jihoon, ia akan lebih lelah jika berdebat dengan ayahnya di kerajaan di Gehenna sana.

Lima belas menit di kamar mandi, Jihoon akhirnya selesai, dan mendapati seseorang tengah berbaring miring di ranjang sambil memandanginya.

Lima belas menit di kamar mandi, Jihoon akhirnya selesai, dan mendapati seseorang tengah berbaring miring di ranjang sambil memandanginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hai sayang, kau lama sekali di kamar mandi?"

Jinyoung tersenyum miring, mencoba memikat Jihoon dengan pesonanya. Namun sekali lagi, Jihoon tak akan jatuh se gampang itu pada pesona Jinyoung.

"Sia-sia aku membeli Apartemen dengan tingkat keamanan tinggi jika iblis sepertimu bisa masuk dengan mudah"

Jihoon menghampiri Jinyoung sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk. Duduk di tepian ranjang tanpa memedulikan keberadaan Jinyoung.

"Aku kemari untuk menemani kekasihku tau"

"Im not even your real boyfriend Prince Belial"

"You're not, but you're mine Prince Gussion"

"Thats not the point!!"

Wajah tampan Jinyoung dilempar dengan handuk basah.

"Hahahaha, such a cutie, come in, I need to cuddle with you"

"Try me"

Jihoon tersenyum miring dan beranjak keluar dari kamarnya. Jinyoung terkekeh pelan, kenapa iblis manis satu itu sangat sulit untuk ia dapatkan.

"Play hard to get huh?"

Pangeran satu itu akhirnya menyusul kekasih nya keluar dari kamar. Mendapati Jihoon telah duduk santai di sofa, ditemani segelas anggur yang tengah ia tenggak hingga habis.

"Wanna some?"

Iblis manis itu menuangkan lagi anggur ke gelasnya, dan ke satu gelas lain untuk ia berikan pada Jinyoung.

"Jadi sebenarnya kau mau apa?"

Jihoon langsung bertanya saat Jinyoung duduk di sampingnya.

"Kau tau dengan jelas tujuanku kemari, kenapa kau masih bertanya."

"Jika tentang segel itu aku tak mau ikut campur. Aku masih cukup waras untuk menentang Ayahku."

"Hey! Mana bisa begitu?!"

"Tentu saja bisa, ini tentang aku, dan kekuatanku. It's not your business"

"Fine, tapi apa kau tak penasaran..."

.
.
.

"Hey, Daniel, lama tak berjumpa denganmu."

"Sudah kubilang berkali-kali kau harus memanggilku Daniel Hyung di sini, Guanlin."

"Hahahaha, sorry Hyung. Jadi bagaimana? Sudah mendapatkan mangsamu?"

Daniel menegakkan duduknya, bersandar sambil menyilangkan tangannya.

"Bertemu saja belum Guan, dia susah sekali kudapatkan"

Guanlin mengangguk, ia berfikir sejenak sebelum menyunggingkan senyumannya.

"Aku punya penawaran menarik untukmu Hyung."

Daniel menoleh, nampak tertarik dengan perkataan Guanlin.

"Apa?"

"Aku bisa memberimu info apapun tentang dia, tapi kau harus membantuku melakukan sesuatu."

"Deal"

"Satu hal yang harus kau tau Hyung, dia bertentangan denganmu"

"Maksudmu?"

"Kau adalah salah satu makhluk yang suci Hyung, sedangkan dia, adalah salah satu Pangeran di Gehenna."

.
.
.

"Apa kau tak penasaran, dengan bentuk sayapmu hmm?"

Jihoon diam, memikirkan segala perkataan yang terlontar dari mulut manis Pangeran Iblis di depannya. Mata cantik itu berkilat sekilas, dan Jinyoung melihatnya.

"Aku..."

"Ya?"

"Aku sudah pernah melihat sayapku.."

Jihoon menunduk, pandangannya sedikit kosong. Seperti menerawang entah kemana, dan kilatan di matanya terlihat sesekali.

"Kau pernah mengeluarkan sayapmu?"

"Ya aku pernah, dan saat itu lah, Ayah menyegel kekuatanku, saat sayapku keluar, untuk pertama kalinya."

Kini Jihoon memandang lurus ke arah Jinyoung, kilatan di matanya makin jelas. Dan Jinyoung merasa tak berdaya untuk mengalihkan pandangannya dari manik bening itu.

"Kau mau melihatnya Jinyoung?"

Jinyoung hanya bisa mengangguk, seperti tersihir dengan mata cantik Jihoon. Lama, hingga ia merasa tertarik masuk ke dalam mata Jihoon.

Lalu ia tersadar ia berada di tempat lain. Seperti teleportasi, tapi ia tak bisa menggerakkan tubuhnya dengan bebas. Tunggu, atau ini memang bukan tubuhnya?

Jinyoung memandang lurus, di depannya ada sebuah cermin besar yang menampakkan pantulan dirinya sekarang. Dengan sepasang sayap berwarna semerah darah, dan ujung seputih tulang. Sayap cantik dengan balutan api merah.

Begitu berbeda dengan sayap Hitam legam dengan bintik biru senja miliknya. Bahkan sayapnya tak mampu mengeluarkan api seperti sayap yang ada di pantulan cermin itu.

Sedetik kemudian Jinyoung merasa seperti tertarik kembali ke tempat lain. Nafasnya sedikit terengah dan ia mendapati Jihoon tengah memandangnya datar.

"Itu tadi sayapmu?"

"Ya, hanya itu yang bisa ku ingat."

Jihoon akhirnya memutus kontak mata mereka. Memilih sibuk dengan gelas anggurnya dan membiarkan Jinyoung terdiam dengan fikirannya.













to be continued.

La Vie En Rose [WINKDEEP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang