"Za, dipanggil pembina ke lapangan."
Aku berdecak kesal, sudah tau apa yang akan terjadi setelah kejadian tadi. Aku mengaku bahwa aku salah. Berperilaku kasar dan terkesan bar-bar membuat reguku kena getahnya. Aku sudah meminta maaf pada mereka. Temanku memang baik, mereka hanya tersenyum memaklumi perilaku ku.
Kecuali si ketua, Tidar masih marah padaku. Mungkin dia kesal karena pada awalnya aku sudah berjanji tidak akan bersikap bar-bar seperti tadi. Ah masa bodo, aku sedang berada pada titik ujung kekesalan.
Berjalan melewati beberapa tenda milik regu lain. Terdengar bisik bisik dari mereka tentang perilaku ku tadi. Dan aku hanya melirik sinis yang dibalas mereka dengan pura pura sedang tidak melakukan apapun. Aku tidak peduli. Bahkan aku tidak menyesal. Mereka memang pantas diperlakukan seperti itu. Menurutku maling tetaplah maling.
Pembina memintaku untuk meminta maaf pada regu lawan, aku melotot tidak terima. Bagaimana bisa, gengsiku masih berada pada posisinya. Ketua regu lawan tersenyum miring, oh tidak dia tampan. Ah, apa-apaan kamu ini Za!
Menarik nafas lalu membuangnya dengan kasar. Tanganku terulur ke depan, meminta maaf kepada mereka. Aku harus melakukan ini, aku masih ingat tengah membawa nama sekolah disini.
Sang ketua atau perwakilan dari mereka hanya menatapku dan tersenyum. Seperti tersenyum tulus tapi, ganjil. Sungguh drama yang sangat rapi.
Ku tarik tanganku kembali, merapikan kerudungku yang agak kusut lalu pergi. Aku kembali ke tenda, teman temanku bertanya, "Kenapa?" yang hanya kujawab dengan senyum dan gelengan kepala.
Aku sempat berfikir, siapa nama siketua licik dan tampan itu? Ah! Jernihkan pikiranmu za!
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja
Teen FictionBukan orang yang pandai membuat deskripsi cerita, langsung baca aja ya:)