part 3

5 0 0
                                    




Rangkaian acara sudah hampir berakhir menyisakan acara sesi foto. Jantungku semakin berpacu dengan cepat. Aku harus memberikan surat ini secepatnya sehingga aku bisa langsung pergi dari tempat ini. Dia berada di ujung ruangan sana sedang tersenyum merayakan keberhasilan atas kelulusannya.

Aku mendatanginya dengan langkah yang ragu. 'apapum hasilnya setidaknya kamu sudah berusaha, Kejora.' Kata-kata itu terus ku ulang di benakku untuk menguatkan diriku.

"Hai Angkasa." Aku menegurnya dan kebetulan teman-temannya tidak sadar akan kehadiranku.

"Ehh, hai Kejora. Ada apaa?" Balasnya dengan senyum yang merekah.

"Hmm, ini mau memberimu ucapan selamat atas kelulusanmu heheh. Selamat yaa." Kataku sambil mengulurkan tangan, yang langsung di balas dengan tangan kasarnya yang hangat.

"Iyaaa makasih, kamu juga selamat yaa apalagi kamu sudah keterima di perguruan tinggi." Katanya sambil terus menjabat tanganku.

Aku melepaskan jabatan tanganya dan mengambil sepucuk surat dari dalam tas kecilku. "Ini untukmu, maaf sebelumnya jika dengan adanya surat ini membuatmu menjadi tidak nyaman. Maaf." Kataku menunduk sambil meremas tanganku sendiri, tak berani melihat matanya.

"Apaa ini?" Tanyanya sedikit bingung.

"Hanya sebuah perantara ucapanku yang tak berani kusampaikan langsung. Kalau begitu aku pergi dulu ya, selamat tinggal." Kataku tetap menunduk dan mulai beranjak pergi tetapi ia menahan kepergianku.

"Jangan pergi. Tunggu disini sampai aku selesai membacanya." Katanya dengan nada perintah yang tak bisa di bantah.

Teruntuk Angkasa,

Ada sebuah kisah yang ingin kusampaikan padamu, tentang sebuah rasa kagum yang bermetamorfosa menjadi cinta.

Aku mencintaimu pada kesan pertama. Saat aku pertama kali melihatmu di ujung lorong memainkan gitar putihmu itu. Aku masih ingat dengan jelas, rasanya seperti baru kemarin.

Hari demi hari kulewati dengan selalu memerhatikanmu, gerakan demi gerakan tak pernah terlepas dari pandangan- terlihat menawan hingga mampu membuat jantung ini berdegup kencang.

Semuanya selalu ku tulis dalam buku harianku.

Pertama kali berjumpa.
Pertama kali mengikutimu di sosial media.
Pertama kali berbincang.
Pertama kali melihat senyummu.
Pertama kali namamu kuucapkan dalam doaku.
Pertama kali berfoto bersama.
Pertama kali kau sebutkan namaku di depanku.

Aku menyukainya, aku menyukai saat jantung ini berdegub karenamu, aku menyukai saat tangan ini bergetar saat kita bersama, aku menyukainya. Teramat sangat.

Aku memilih mencintaimu dalam diam. Karena hanya cara ini yang bisa ku lakukan, aku tak seberani mereka yang bisa dekat denganmu semudah itu.

Aku sempat memutuskan untuk berhenti mencintaimu. Karena aku tahu aku takkan pernah mampu bersanding denganmu. Tapi perasaanku memang perampok tidak tau diri, yang terus saja berharap dan mencuri kesempatan untuk bisa mencintaimu.

Terima kasih telah pernah mengisi kekosongan di hatiku, meskipun ku tau singgah saja tak pernah aku di hatimu.

Terima kasih telah mengajarkan ku untuk menjaga rahasia ini, bahkan angin yang berhembus saja tak tau kalau aku menyukaimu.

Aku mencintaimu bagai Kejora yang mendambakan Angkasanya.

Dariku,

Kejora.

Aku menetaskan air mataku, saat ia menyelesaikan membaca isi suratku.

"Kamu sudah membaca surat dariku yang ku titipkan pada dhito kan?" Tanyanya.

Seperti tersambar petir di siang bolong.

Ku dongakan kepalaku untuk melihatnya yang sedang tersenyum ke arahku.

****

kejora di angkasa (one shoot story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang