part 2

6 1 0
                                    




Kenangan percakapan pertama itu, terputar lagi di pikiranku begitu saja bak rekaman usang namun enggan untuk memudar. Aku tidak bisa seperti ini, terkurung dalam penjara berlafalkan; masa lalu. Seperti ada sesuatu yang harus di selesaikan, meskipun ku tahu memulainya saja tidak pernah.

Ku putuskan untuk menelpon sahabat ku, Keira. Langsung ku ambil benda pipih berwarna putih itu dari atas nakas dan mencari kontak Keira.

"Maaf nomor yang anda tuju sedang sibuk, atau berada di luar jangkauan. Silahkan ....."  ku putuskan panggilan itu saat yang terdengar hanya suara manis sang operator.

Setelah perasaan ini ada, aku selalu kebingungan bagaimana cara menenangkan. Aku selalu kehilangan akal untuk mengatasinya. Aku menginginkan lebih dari ini. Tapi membayangkan saja, hatiku sudah nyeri luar biasa. Sebab tak akan pernah ada segala kemungkinan.    

Aku terlanjur menikmati segala rasa, sesak dan bahagia menjadi satu seakan tak mau tahu. Tapi, bagaimana jika ternyata aku saja yang salah mengartikan? Bagaimana jika ternyata aku saja yang punya rasa? Aku harus bagaimana jika suatu hari nanti dia benar –benar pergi?

Segala tanya yang tak akan pernah kuungkapkan, selamanya biar kusimpan dalam diam.

Aku sungguh tak tahu, mana yang lebih menyenangkan. Pernah mencintaimu atau sama sekali tak pernah mengenalmu.

-            SatuHuruf

Tiba-tiba tautan di timeline media sosial itu , seperti menohok jantung ku. Jadi, mana yang lebih menyenangkan?

Drrtt...Drrttt...

Keira memanggil

"Astaga Keira, kamu darimana aja sih? Aku nelponin kamu dari tadi tapi ga diangkat." Ucapku tanpa salam pembuka

"Halo, Ra, aduhh sorry deh, tadi lagi ribet banget abis fitting baju kebaya buat besok. Emang ada apa sih? Tumben banget nyariin." Protesnya di ujung sana.

"Kei, aku,, menemukan buku itu." Lirihku.

"Buku? Buku apa, Ra?" Tanyanya kaget campur khawatir.

"Buku tentangnya. Tentang bagaimana aku mengenalnya, tentang bagaimana aku menyukainya,,, dan juga, tentang Kejora di Angkasa." Kataku hilang akal.

Ia menghela napas. "Kejora, kamu tau? Angkasa itu sangat jauh di sana, seakan tak tergapai. Tapi, yang perlu kamu ingat adalah sejak semesta ini tercipta, tempat kejora ialah berada di angkasa." Aku terdiam, sibuk dengan pikiranku sendiri, menelaah maksud dari ucapan Keira barusan.

"Halo, Ra? Kamu baik-baik aja kan? Kejora?" Panggilnya.

"Aku ga tau Kei ..  Aku bingung dengan semuanya, seperti ada yang mengganggu pikiran dan hatiku. Aku harus bagaimana, Kei?" Aku mulai terisak.

"Kamu harus menyelesaikan semuanya. Bukan antara kamu dengan dia, tetapi kamu dan dirimu sendiri.

Berhenti memainkan sandiwara ini. Sudah selesai waktumu untuk berpura-pura menghidupkan buku cerita lain, saatnya kau menuangkan tinta ke buku ceritamu sendiri.

Utarakan padanya apa yang kau rasakan selama ini. 3 tahun Ra, itu bukan waktu yang singkat. Bagaimana jika selama ini ia juga menyukaimu? Bagaimana jika ternyata ia mencintaimu? Bagaimana, Ra?" Ucapnya menggebu-gebu mungkin sudah habis kesabarannya menghadapiku.

"Bagaimana, bagaimana, bagaimana ... tapi bagaimana jika itu malah membuat semuanya semakin rumit, Kei?!" Nada suaraku mulai meninggi.

"Cukup ikuti kata hatimu Ra. Kamu mampu menentukan mana yang menurutmu baik, dan pastikan kamu tidak akan menyesal dikemudian hari jika kamu hanya berdiam diri saja menunggu dewi fortuna berpihak kepadamu. Sudah yaa aku masih harus bersiap-siap untuk perpisahan esok hari. Sampai jumpa." Keira menyudahi sambungan telephone sepihak.

kejora di angkasa (one shoot story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang