Bag. 1 : Hanya untuk Mbak Seorang!

786 105 21
                                    

M a t a h a r i sudah mengeluarkan energinya dari beberapa jam yang lalu, namun sepertinya tidak cukup merasuki anak laki-laki yang sekarang masih bergelung di atas kasurnya itu untuk bangun. Tak ada panggilan biasa yang ia dengar dari lantai bawah, tak ada juga alarm yang mengusiknya. Wajahnya menyiratkan bahwa ia puas dalam tidurnya. Tidak apa-apa ini bukan hari sekolah, karenanya ia merasa bebas untuk menikmati pagi hari dengan tetap berada di zona ternyamannya.

Namun, rencananya ternyata tidak berjalan mulus. Benda pipih yang berada di atas nakas bergetar, mengeluarkan dering musik yang ia sendiri kerjakan bersama sahabatnya. Matanya mengerjap dan tubuh telungkupnya berganti menjadi terlentang. Pemuda itu terdiam sejenak, menunggu dering gawainya berhenti. Tapi harapannya kembali pupus ketika benda bersampul perak itu kembali mengganggunya, membuat ia beranjak duduk dan segera mengangkat panggilan itu.

Ummi memanggil....

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

"Dek Dyo, anak Ummi yang paling ganteng...."

"Hm, anak Ummi yang paling ganteng emang cuma Dyo."

"Betul! pintar kamu."

Kening anak laki-laki bernama Dyo itu mengkerut, tangan satunya ia gunakan untuk mengusap-usap mata. "Ummi mau ngomong apa? Dyo ngantuk nih, mau tidur lagi."

Tubuhnya ia jatuhkan kembali ke kasur.

"Eeehh, jangan tidur lagi! Udah jam tujuh lewat, Dyo udah sholat dhuha?"

Mata Dyo terbuka sempurna, melirik jam di benda yang ia pegang. Diam-diam tangan satunya mengetuk kening beberapa kali, "Hehe lupa, Mi."

"Ya udah, sekarang bangun dulu ya. Mandi, sholat, habis itu makan jangan lupa, terus ke kamar mbak."

"Hm, ngapain ke kamar Mbak?"

"Beresin kamarnya. Mbakmu siang ini pulang."

Sontak, Dyo kembali beranjak, bahkan kali ini ia berdiri sembari meremat rambut hitamnya. "Mbak pulang hari ini? Kok Mbak nggak bilang?"

"Kamu baru ganti nomer, ingat? Ummi aja baru dikabarin tadi. Udah sana bangun, jam sebelas keretanya sampai."

Oh iya, Dyo lupa mengirim pesan memakai nomer barunya. Sebenarnya bukan lupa sih, tapi lebih ke malas. Toh, mereka bukan jenis saudara yang saling menghubungi setiap saat. Apalagi seorang Dyo yang sangat jarang menggunakan smartphonenya kecuali untuk bermain game. Bocah itu menipiskan bibirnya, "Kenapa nggak beresin sendiri aja sih?"

"Mbakmu pasti kecapaian terus nanti nggak sempat beresin kamar. Ya sayang? Uang jajan Dyo nanti Ummi tambahin deh."

Gawai silver itu ia pindahkan ke telinga satunya. "Beneran ya, Mi?"

Ummi di seberang sana tertawa, "iya sayang. Ummi tutup ya?"

"Iya, Ummi sama Abi cepet pulang."

Kali ini, Abi yang mendengar ikut tertawa. "Adek, baru dua hari Ummi tinggal udah kangen ya? Maaf, Ummi sama Abi masih sibuk. Bareng Mbak dulu ya, jangan nakal."

"Iya Ummi. Dyo nggak pernah nakal tuh, mbak aja yang suka jahil."

"Hahaha, iya, iya. Tutup sekarang ya?"

Diam-diam Dyo merasa sedih, "Hm."

"Assalamu'alaikum...."

"Wa'alaikumsalam."

HELLADAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang