he fell in love with me

542 49 0
                                    

Hari ini hari Selasa, tanggal 2 Desember. Hari yang sangat membosankan. Aku membolak-balikan halaman buku biology. Sama sekali ngga ngerti! Aku izin ke toilet. Sebenernya aku ngga mau buang air kecil atau besar, hanya ingin me-rilekskan pikiranku yang sedang mumet. Akhir-akhir ini banyak sekali masalah yang menimpaku. Dari mulai, hukuman mr. Dowell yang menyuruhku untuk membersihkan perpustakaan sekolah setiap pulang sekolah selama semingu, kedua aku harus membereskan rumah karena mom sedang berada di Australia menemani kakek ku yang sakit, ketiga apalagi kalau bukan Justin?

Aku membasuh mukaku setelah itu melangkah keluar dari toilet. Di lapangan basket, aku melihat seorang pria sedang mendrible bola. Ku rasa ia bukan siswa disini karena ia tak memakai seragam sekolah. Ya, murid di sunnyside high school memang diwajibkan memakai seragam setiap hari senin dan selasa.

Aku kembali masuk ke kelas dan beruntungnya aku, bel istirahat berbunyi.

"Van, kita ke cafetaria yuk," ajak Tory. Aku menggeleng.

"Mau tidur," jawabku, aku menutup wajah dengan sweater hijau tosca yang setiap hari kubawa.

*

"Hai Vanka, maafkan aku soal kemarin ya?" tiba-tiba saja Justin muncul didepanku. Ia menyodorkanku dua tangkai bunga mawar merah dan putih.

Aku menggigit bibirku, apa maksudnya sih? Dia kan sudah membuatku terbang jauh keatas langit, bahkan sampai ke luar angkasa! Lalu saat mendengar pernyataannya bahwa ia akan menikah, dengan mulusnya aku jatuh terhempas ke tanah. Dia itu menyebalkan!

"Apa maksud bunga ini?" tanyaku, aku belum menerima bunganya.

"Kau tidak suka?"

"Ngga, aku alergi bunga," jawabku tidak menatap wajahnya, aku berbohong.

"Oh.." Justin menundukan kepalanya. Aku jadi tidak enak...

"Vanka, apa kau pernah jatuh cinta?" tanyanya.

"Pernah, kenapa?" tanyaku balik. Justin menatapku penuh arti.

"Apa kau pernah mencintai seseorang yang seharusnya tidak kau cintai?" aku menatap Justin bingung. Kenapa ia menayakan hal itu padaku?

"Aku..."

"Aku benci mengatakan ini, tapi, nyatanya aku mencintaimu Van," tutur Justin memotong kalimatku. Aku mematung. Justin.....mencintaiku? Tapi, bagaimana bisa? Diakan sudah memiliki tunangan dan seharusnya ia mencintai tunangannya itu, bukan aku kan? Apa dia hanya ingin memainkan perasaanku dan tunangannya itu!?

"Aku tau kau hanya bercanda, Justin. Dan candaan mu itu sama sekali tidak lucu," pekikku.

"Hey, listen," Justin menggenggam kedua tangaku erat, "Sebenarnya aku tidak bertunangan. Aku membohongimu karena, aku mencoba untuk menolak perasaan ini tapi aku tidak bisa. Aku mencintaimu, Van. Memang ini terdengar gila, tapi aku tak bisa mengelaknya. Maafkan aku," jelasnya. Aku menangis, tidak tau harus senang atau marah. Senang karen tau bahwa Justin mencintaiku juga dan marah karena dia sudah berbohong padaku.

Justin membawaku kedalam pelukannya. Kudengar berulang kali ia menuturkan kata maaf. Aku merasakan jantungnya berdetak kencang. Aku mebalas pelukan Justin lebih erat. Aku juga mencintaimu Justin Bieber.

Aku dan Justin masih ditempat yang sama, dibawah mistletoe. Memang sebentar lagi natal tiba. Tak ada satu pun dari kami yang mulai bicara sejak adegan dramatis tadi. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri, begitu juga Justin.

"Just," panggilku, Justi  menoleh ke arahku, ia tersenyum simpul.

"Jadi, bagaimana dengan hubungan kita sekarang?" tanyaku sedikit ragu. Raut Justin berubah seketika menjadi bingung.

Ia menghirup udara dingin lalu membuangnya perlahan, "Aku ingin sekali menjadi satu-satunya pria yang memiliki hatimu dan mencintaimu seutuhnya," ujarnya. Mendengar kata-katanya, membuatku senang.

"Tapi, aku tidak bisa. Kita berbeda, Van," lanjutnya.

"Ya, kita memang berbeda. Kau laki-laki dan aku perempuan. Semua orang tau itu," kataku.

"Tidak tidak, bukan itu," sanggahnya.

"Lalu apa?" Justin seperti sedang memikirkan sesuatu. Lalu ia merogoh sesuatu dari saku celananya dan memberiku kalung.

"Kau lihat benda ini?" tanyanya, aku mengangguk.

"Ini adalah kalung nebula dan kalung ini yang membawaku padamu, Vanka," jelas Justin. Aku masih tidak mengerti apa hubungannya dengan diriku dan kalung Nebula itu.

"Aku....aku hanyalah mimpimu. Kita berbeda Vanka, kita tidak mungkin bersatu. Maafkan aku," ujar Justin.

"Ap..apa? Mimpi? Kau bicara apa sih?" tanyaku yang masih tidak mengerti.

"Aku tidak nyata, aku hanya hidup didalam mimpimu. Maaf telah menganggumu dan membuat mu berharap lebih padaku. Mungkin, setelah ini aku tidak akan menganggumu lagi, maaf," ia menjelaskan dengan nada menyesal. Justin menangis. Aku? Aku tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan bicara saja rasanya sulit.

A Dream [j.b]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang