Sepasang iris kelam milik pemuda pucat itu hanya terpaku sesuatu di seberang meja makan. Meletakan penuh hampir seluruh atensinya pada sosok di hadapannya yang tengah melahap cepat jajangmyeon walaupun uap panas mie hitam itu masih mengepul tebal.
Jika saja dari kedua netra Yoongi dapat mengeluarkan laser, kepala kecil milik Seora mungkin sudah hangus terbakar sedari tadi dan hanya menyisakan tubuh bagian bawah di kursi. Bagaimana tidak? Mengetahui bahwa gadis itu sedang terkena serangan demam ringan, bukannya memakan bubur dan menelan obat, Seora malah menghabiskan dua bungkus Jajangmyeon sendirian saat ini.
Apalagi sebelumnya juga telah mendapati satu buah kantong plastik besar yang dipenuhi bungkus bekas mie instan pada sudut ruangan membuat emosi Yoongi semakin tersulut. Gadisnya tidak makan dengan baik belakangan ini dan hal itu membuatnya frustasi. Yoongi bahkan tidak sebegitu khawatir ini pada tubuhnya sendiri. Jadi menarik napas panjang sembari memejam erat, Yoongi mencoba meredam emosinya sebab ia tahu benar tidak ada yang bisa ia lakukan.
Yoongi marah besar mendapati semua yang Seora katakan padanya di rumah sakit berbanding terbalik dengan apa yang terjadi. Gadisnya sama sekali tidak bahagia. Namun mengingat keadaannya, Yoongi kembali mengumpat kesal.
Untuk sesaat, fokusnya sedikit terahlikan saat benda persegi panjang berwarna biru navy di atas meja berdering memanggil Seora untuk segera menyambar benda pipih tersebut,
"ya? Ada apa? Ah, maaf, aku tidak bisa ikut. Haha. Tidak, tidak, aku baik-baik saja. Oke, sampai jumpa." Wajah suram gadis itu kembali. Sebelum berpura-pura tertawa riang tadinya.Seora beranjak dan menarik kakinya gontai menuju kamar setelah sebelumnya meletakan semua peralatan makan ke tempat pencucian piring. Yoongi di tempatnya hanya duduk tak bergerak, memandang seksama daun pintu kamar gadis itu hingga beberapa menit kemudian di buka oleh sang pemilik yang telah siap dalam balutan sweater putih tebal, jeans hitam, dan sebuah kotak berukuran besar yang terbungkus plastik putih susu.
Bersiap untuk pergi ke suatu tempat.
***
"Aku ingin membeli bunga"
Wanita paruh baya yang sedang menyiram bunga di tokonya tersebut menoleh. Tersenyum lebar pada pelanggan yang entah ke berapa tersebut, sedikit menularkannya kepada Seora.
"Untuk siapa? Kekasihmu?"
Dilontarkan pertanyaan semacam itu, Seora lantas mengiyakan dan tersenyum malu-malu. "Ah iya, dia berulang tahun hari ini."
Mendapat reaksi yang diinginkan, wanita itu tertawa lebar. "Aduh manisnya, dia pasti bahagia memiliki gadis manis sepertimu.
Seora tertawa canggung.
Andai ia mengetahuinya.
***
Keduanya hanya berdiri di depan pintu bercat putih tulang itu dalam diam, entah apa yang sedang menganggu pikiran gadis di sebelahnya, Yoongi hanya mengikutinya saja. Melalui kaca transparan, tatapan sendunya memandang sosok yang ada di balik pintu. Matanya mengatup perlahan, bunga dalam genggamannya bergetar. Kelopak mata itu kembali terbuka, menyisakan senyum yang terlukis. Terkesan paksa, walau Seora berusaha keras menutupinya.
Meraup oksigen sebanyak-banyaknya sebelum memutuskan memutar kenop pintu, kepala Seora muncul dan berujar riang, "Hey, aku datang!"
Mendesis sembari berjalan ke sudut kanan, Seora menggantikan bunga yang ada di sebelah jendela dengan yang baru. "Kau tidur lagi. Tidak bosan, ya?" Melirik sebentar kemudian melanjutkan asal bersama tawa getir yang menguar. "oh ya, aku tahu, kau kan memang suka tidur."
"Lihat apa yang kubawakan untukmu!" Melangkah mendekat sambil mengangkat tinggi-tinggi kotak besar yang dibawanya. Ia benar-benar bahagia. Sudah sejak lama sejak terakhir kali ia merayakan ulang tahun kekasihnya. Tetapi di sisi lain, perasaan menyesakkan dada itu tetap ada. Tentu, tentu saja Seora ingin bersama kekasihnya. Namun tidak dalam keadaan seperti ini. Tidak saat kekasihnya sekarat.
Bersamaan dengan membuka kotak besar yang berisi kue ulang tahun tersebut, ia menjaga agar suaranya tidak bergetar. "Kau tahu? Aku sebenarnya ingin membawa hadiah juga. Tapi uangku masih tidak cukup. Aku akan berusaha keras, kau harus menunggu. Jangan lupa untuk membuka matamu nanti. Janji ya?" ucapnya meraih hati-hati tangan dingin yang dipasang impus itu.
"Ya. sudah selesai. Kau tidak mau meniup lilinnya? Baiklah, aku akan melakukannya, untukmu." Mengerucutkan bibir bersiap meniup, Seora bertanya lagi, "Benar tidak mau?"
Tanpa ia sadari, Yoongi berdiri di sampingnya, Lelaki sama yang terbaring lemah di hadapannya. Lelaki sama yang selama ini ia rindukan. "Ya.... Itu milikku. Mengapa kau yang meniupnya?" lirihnya yang tentu tak kan bisa terdengar oleh Seora.
Seora hanya tersenyum tipis. Lihatlah bagaimana begitu menyedihkan dirinya sekarang. Ia selalu mengingatkan Yoongi untuk istirahat di sela jadwal sibuknya. Mendapati Yoongi dapat tidur pulas saja sudah menjadi kebahagiaan tersendiri untuknya. Namun sekarang tidak lagi. Wajah tidur itu bukan favoritnya lagi.
Sebab Yoongi sudah terlalu lama tertidur.
Menangkup seluruh jari menjadi satu, gadis itu mulai memanjatkan permohonannya. "Aku baik-baik saja jika kau tidak dapat menemuiku dalam waktu lama. Aku baik-baik saja meski kita melewati banyak hari penting. Aku tidak akan mengeluh lagi mengenai itu. Tapi kumohon, bangunlah, buka matamu, atau setidaknya beri aku tanda agar aku tidak putus asa."
Dadanya terasa sesak, ia mulai terisak, seberapa keras ia mencoba tegar, namun wajah pucat Yoongi selalu membayanginya.
Yoongi turut menitikan air mata, merunduk menyajarkan diri pada tubuh gadisnya, meraih pundak mungil itu ke dalam dekapannya. Meski suara Yoongi bergetar, ia tidak peduli. "Aku berjanji segera kembali. Jadi, tunggulah sebentar lagi."
Fin.
Happy birthday my genius min🖤
fyoorebee
KAMU SEDANG MEMBACA
Blank Page of A Book
Fanfiction[YOONGI'S BIRTHDAY PROJECT] Dia. Pemuda itu termenung pada muka jendela berintik likuid. Kedua netranya nampak sayu, kelabu, tanpa cahaya. Rona wajahnya perlahan memudar beriringan dengan sang lunar yang kian meninggi. Pikirannya kalut. Ada puluhan...