Kembali memulai pelajaran yang membosankan hari ini.
Entah sudah yang keberapa kalinya aku menguap mengantuk akibat pelajaran yang sedang terpampang didepanku ini. Kurasa semua dari kalian tahu pelajaran apa ini dan itu merupakan pelajaran terbosan sedunia. Mungkin beberapa dari kalian menyukai pelajaran ini tapi aku tidak sama sekali!
Sejarah.
Begini ya, kalau sejarahnya itu mempelajari sejarah negaraku sendiri aku tidak masalah. Tapi kami malah mempelajari sejarah perkembangan dunia pada masa Eropa pertengahan. Bukan benua ataupun negaraku sendiri. Kira-kira tentang masa dunia sihir sedang maruknya, dimana dikehidupan itu, penyihir dianggap mengerikan.
Kenapa kami harus mempelajari itu?
Belum lagi kami harus mendengar ocehan ini lebih dari dua jam!
Aku mengetuk kakiku malas. Tak perduli suaranya yang membuat teman sebangkuku merasa risih. Salahnya kenapa mau duduk denganku! Berbeda denganku, ia tampak antusias dan beberapa kali mencatat. Kadang ia juga bergumam tak jelas, seperti tidak setuju dengan perkataan guru kami. Tapi tidak dibantahnya sama sekali.
Lagipula, ini adalah hari senin, hari pertama masuk sekolah dan jam pertama, kami langsung disuguhkan pemandangan sejarah selama dua jam. Aku tak kuat! Tidak bisakah kita mempelajari sejarah kita sendiri? Tidak bisakah kita mempelajari proses kemerdekaan negara kita? Siapa pahlawan kita?
Ingin berteriak tapi tak bisa. Sungguh mendapat pelajaran sejarah pada hari senin dapat merusak moodku sepanjang hari. Belum lagi guruku yang sedari tadi sudah melirik-lirik dan menatapku tajam. Mungkin bukaan mulut akibat menguapku sangat mengganggunya.
Atau jangan-jangan karena mulutku bau?
Masa bodo dengan itu semua.
Kulihat jendela di sampingku sambil bertopang dagu. Hujan sedang jatuh deras. Awan sangat gelap menutup seluruh permukaan langit. Hawa dingin menyeruak memaksaku untuk mengeratkan jaket yang sedang tersampir di tubuhku.
Ditambah suasana hujan, ini sangat bagus untuk tidur! Aku ingin tidur! Tolong lepaskan aku dari jerat pelajaran sejarah ini!
Tak tahan dengan suasana mendukung, kepalaku jatuh terkulai di meja. Masa bodo dengan guruku yang akan melemparku dengan spidol. Akan lebih bagus lagi jika ia mengeluarkanku dari kelas kelam ini.
Ketika aku mencoba mengecek apakah ada yang senasib denganku. Memang ada beberapa, mayoritas anak yang duduk di belakang sepertiku. Yang duduk didepan semua seperti seorang yang vampir yang haus akan nilai. Semua mencatat seperti orang gila. Maaf saja, aku tidak mau seperti mereka. Aku tinggal menyalin punya sahabatku yang ada di depan sana saja.
Oh tampaknya pengecualian untuk lelaki si sampingku ini.
Aku menatapnya penuh tanya, bagaimana bisa anak yang hobi duduk dibelakang sepertinya bisa suka mencatat? Yah, secara anak yang duduk dibelakang tidak bisa dikatakan normal. Tanpa sadar, aku sudah menopang dagu menatapnya.
Kutu buku. Kenapa? Karena memakai kacamata.
Untuk pemakai kacamata jangan marah padaku. Bukan berarti semua yang memakai kacamata itu kutu buku. Hanya saja, tampilannya seperti kutu buku di novel-novel dan komik-komik. Berkacamata hitam tebal dengan kemeja sekolah yang dikancingkan sampai kancing urutan paling atas.
Ia tampak menyadari akan tatapanku. Menoleh dan bertanya, "apa?"
Aku mengerutkan dahiku menatapnya, "entah, aku hanya heran denganmu. Kau duduk dibelakang tapi rajin mencatat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blank Page of A Book
Fanfiction[YOONGI'S BIRTHDAY PROJECT] Dia. Pemuda itu termenung pada muka jendela berintik likuid. Kedua netranya nampak sayu, kelabu, tanpa cahaya. Rona wajahnya perlahan memudar beriringan dengan sang lunar yang kian meninggi. Pikirannya kalut. Ada puluhan...