#2

2.2K 132 1
                                    


"Seminggu ini kemana saja kamu sayang, selalu terlihat capek setelah sampai di rumah, dan wajah kamu, terlihat bingung dan sedih,  ada apa,  apa karena ujian untuk masuk perguruan tinggi semakin dekat, kami tidak akan memaksamu masuk jurusan apapun,  terserah kamu,  ada apa Lexi, coba cerita sama mama papa?" tanya Zee waktu ada kesempatan mereka duduk berempat, saat makan malam.

"Iya benar mamamu, kami tidak akan memaksamu masuk jurusan manapun, masalah perusahaan bisa kamu pelajari pelan-pelan, papa juga tidak punya basic berkuliah yang ada hubungannya dengan perusahaan yang sedang papa pegang sekarang,  tapi papa mau belajar, katakan jika kamu ada masalah,  biasanya juga semuanya kamu ceritakan Lex, mengapa baru sekarang kamu pikir sendiri?" Roi menatap anak lelakinya yang wajahnya lebih mirip Zee namun badannya yang tinggi besar lebih mirip dengannya.

"Alah paling masalah cinta," Alexa menyahut sambil menghabiskan suapan terakhirnya.

"Benar Lex,  apa kata adikmu?" tanya Zee pada Lexi, yang disambut tawa Roi.

"Masa hanya karena cinta,  anak mama kayak gini,  biasanya juga dikejar-kejar cewek sampe ke rumah, mereka yang kamu bikin bingung, nggak mungkin deh kayaknya," Zee jadi ikutan tertawa.

"Tapi kena Diandra kemarin dia hampir terkecoh ma,  awalnya sih Diandra yang ngejar-ngejar dia,  lama-lama eh dianya cinta bener,  haduh habis deh dia diporotin,  untung segera sadar dan Diandranya ditinggal hahahahah,  wajah cantik emang gak jaminan watak juga cantik," Alexa mempermainkan alisnya naik turun menatap Lexi yang melotot ke arahnya.

"Diam kamu," ucap Lexi pelan, Roi dan Zee tertawa melihat kedua anaknya.

"Aaaah kalo sudah ngomong masalah cewek sih mama papa nggak ngerti dah, nggak mau ikut-ikut ya sayang, baru nanti kalo sudah ke jenjang yang lebih serius,  kami akan turun tangan," Zee mencium pipi Roi sekilas dan dijawab anggukan Roi yang membalas dengan mencium bibir Zee.
"Iiiih mesti mama papa kayak pacaran terus," Alexa menekuk wajahnya.

"Loh,  Alexaaaa kami memang akan menua,  tapi jangan lupa,  bahwa kami adalah sepasang kekasih, iya kan sayang?" tanya Zee pada Roi sambil mengelus-elus pipi Roi. Dan Roi membalasnya dengan mengangguk sambil mencium pipi Zee.

Alexa menjulurkan lidahnya, berdiri dan melangkah ke lantai dua menuju kamarnya.

"Eh nggak sopan," ujar Lexi pelan.
"Lexi ke kamar dulu ya pa,  ma," lalu Lexi berjalan menyusul adiknya ke lantai dua.

"Bentar ya sayang, aku mau nyusul Lexi,  perasaanku kok nggak enak,  anak ini jadi keliatan sedih banget," Zee mengusap lengan Roi dengan lembut dan melangkah menyusul Lexi. Roi hanya menatap punggung Zee, istrinya yang tetap mungil meski sudah memiliki dua anak remaja. Beda dengan dirinya yang meski rajin ngegym,  badannya makin melebar saja.

***

Zee mengetuk perlahan pintu kamar Lexi.

"Boleh masuk sayaaaang?" tanya Zee pelan.
"Masuk mama,  Lexi cuman tiduran kok," terdengar jawaban Lexi. Zee melangkah masuk dan melihat anaknya yang bangun dan duduk di kasurnya. Zee duduk di samping Lexi.

"Ada apa sih,  kamu terlihat sangat sedih, cerita sama mama dong," pinta Zee. Lexi hanya menggeleng perlahan.
"Nggak taulah ma, aku juga bingung,  tumben aku kayak gini, ada cewek yang menarik perhatian aku, dia misterius banget,  jalan hidupnya juga berliku, matanya menyiratkan seolah nggak ada kehidupan bahagia sama sekali ma, baru mau aku dekati eh dia ngilang ma,  daaaan... dan nggak tau aku merasa sakiiiiit banget,  aku udah cari sama sepupunya ke tempat yang sekiranya dia datangin,  tetep nggak ada...sampai tadi akhirnya aku ngambil kesimpulan,  kalo jalan takdir mempertemukan aku sama dia,pasti ada jalan untuk bertemu," Lexi menatap mamanya dengan sedih, Zee memeluk Lexi, dada bidang anaknya membuat tubuh mungil Zee tenggelam.

"Pemikiran yang bagus sayang,  jangan terlalu dipikir,  mama nggak mau kamu sakit dan menderita karena cinta," mata Zee berkaca-kaca dan tanpa sengaja,  ia kembali teringat penderitaannya saat menjalani hubungan dengan Andre. Lexi memeluk mamanya dengan erat sambil mengangguk, mata Lexi berkaca-kaca mengingat wajah Bianca,  Lexi hanya kawatir terjadi apa-apa pada Bianca,  dan tidak ada yang melindungi.

"Kalo capek tidurlah,  ujian ke perguruan tinggi seminggu lagi, konsentrasilah sayang,  ini untuk masa depanmu," Zee melepas pelukannya dan mengusap pipi anaknya,  ia melihat mata sedih dan terluka di sana. Lexi hanya menggangguk, menatap wajah mamanya dengan sedih.

***

Tak terasa sudah enam bulan Lexi menjalani masa-masa berkuliah, ia diterima di perguruan tinggi yang sama dengan Scott hanya beda jurusan,  meski tetap bersahabat namun mereka tidak sedekat dulu lagi,  tugas-tugas perkuliahan yang banyak sering menyita waktu mereka.
Satu hal yang tetap dilakukan Lexi,  disela-sela semua kegiatannya di luar rumah,  ia masih saja mengamati keadaan sekelilingnya dan berharap menemukan wajah Bianca diantara tumpukan wajah orang-orang yang berlalu lalang.

***

"Tumben ke sini Lex?" tanya Scott yang masih asik bermain game.

"Ayolah kita ke luar Scott mumpung sabtu malam, masa duduk di rumah aja,  kayak anak kecil asik main game di sabtu malam," Lexi tertawa.

"Bener juga,  kita kan dah beranjak dewasa ya Lex, kita clubbing yuk," ajak Scott menghentikan permainan gamenya.

"Ah males ke sana aku pernah sekali diajak teman sekelas eh gak cocok aku ke sana,  hingar bingar," Lexi menggeleng.

"Ayolah,  bentaaaar aja, aku ganti baju dulu," Scott mengaduk-aduk lemarinya.

***

Keduanya masuk ke sebuah club, suasana hingar bingar dan perempuan dengan baju kurang bahan berseliweran di depan Lexi dan Scott.

"Ngapain jugaaa kita ke sini Scott, aku nggak cocok di sini, ah ngeri aku, ayo lah kita keluar Scott," Lexi menarik lengan Scott. Scott masih saja senyam senyum pada seorang perempuan dengan baju mengerikan.

Lexi ke luar dari club tersebut dan bernapas dengan lega. Saat ia menuju samping club, Lexi melihat sekelebat bayang yang membuat darahnya berdesir. Ia kejar ke arah samping yang ternyata tembus ke pantri club tersebut.

"Biancaaaa,  Biiii," Lexi memburunya dengan kecepatan maksimal,  ia sempat melihat Bianca yang menoleh dan secepatnya menghilang.

Satu jam lamanya ia berkeliling bagian belakang club hingga menjumpai laki-laki kekar yang menjaga kemanan club itu,  Lexi sempat bertanya tapi tidak ada nama Bianca yang bekerja di sana,  namun Lexi sangat yakin perempuan dengan baju sederhana, malah mirip cleaning servis adalah Bianca. Lexi menyebutkan ciri-ciri Bianca,  namun sekali lagi petugas keamanan mengatakan tidak ada perempuan dengan ciri-ciri seperti itu.

Lexi melangkah dengan gontai ke arah parkiran,  ia masuk ke dalam mobilnya,  duduk di sana,  menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata.

Bianca..kamu ke mana...

Lexi membuka matanya,  memegang dadanya yang terasa sakit,  dia merasa ini bukan cinta,  ia hanya iba saja, mengapa ada seorang anak yang sepanjang hidupnya,  tak pernah merasakan kebahagiaan? Berbanding terbalik dengan dirinya yang bergelimang kebahagiaan, cinta dari orang tuanya dan materi yang tiada batas.

Dari arah depan ia melihat Scott yang melangkah pelan ke arah mobilnya sambil senyam senyum.

"Woi buka pintu Lex," Sott mengetuk kaca jendela mobil Lexi.

"Kamu kenapa?" tanya Scott. Lexi menatap Scott dan menghembuskan napas berat.

"Aku melihat Bianca, Scott,  Bianca, aku mengejarnya tapi tak ada, aku yakin itu Bianca," Alex memukul gagang setirnya dan menelungkupkan wajahnya pada setir mobil.

"Sudahlah Lex,  itu pasti hanya halusinasi," Scott menepuk lengan Lexi perlahan.

"Tidak Scott,  tidak, aku yakin itu Bianca,  dia menoleh padaku, dan secepatnya bergegas masuk, menghilang, ia pasti mengubah identitasnya,  aku tanya pada petugas keamanan,  tidak ada yang bernama Bianca di sini,  ia pasti mengubah namanya Scott," Lexi memejamkan matanya dan terlihat kesal. Scott memandang tajam ke arah Lexi. Sahabat yang sangat ia kenal, mengapa terlihat gusar hanya untuk seorang Bianca yang baru dua kali ia lihat.

"Kau mencintainya Lex?" tanya Scott.

Love, Life and Lexi (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang