Hanbin terdiam menatap luka di lututnya yang terasa nyeri. Anak-anak nakal itu sudah meninggalkannya sejak lima belas menit yang lalu ketika bell berbunyi. Tapi dia tidak bisa pergi ke kelas dengan seragam yang kotor dan tampilan berantakan begini. Dia juga tidak bisa mengadukan kejadian yang dialaminya pada guru karena dia tidak dekat dengan mereka dan dia juga tidak suka membesar-besarkan masalah.
"Hahh..."
Hanbin menghela nafas lelah dan menenggelamkan kepalanya di antara kedua lutut yang ditekuk. Dia terpaksa membolos dan semoga saja tidak ada guru yang menemukannya di sini atau dia akan terkena masalah yang lebih besar nantinya.
Lama dia dalam posisi begitu hingga hampir tertidur ketika telinganya mendengar suara berisik dari atas pohon yang menjadi tempat sandarannya kini. Dia mendongak dan terkejut begitu menemukan seekor(?)—seseorang ternyata ada di sana dan sedang tersenyum polos sambil menatapnya.
"K-kau—
HUP!
Mata Hanbin membulat kaget ketika orang itu melompat turun dan mendarat dengan mulus di depannya tanpa jatuh dan terluka. Lebih terkejut lagi saat sadar ternyata dia anak perempuan dan sepertinya kakak kelas melihat bentuk simbol di lengan baju sebelah kanannya.
"Hai..." Anak perempuan yang juga kakak kelasnya itu berjalan mendekat setelah selesai membenarkan roknya yang sedikit kusut. Hanbin terkesiap dan hanya bisa merespon kikuk, tidak siap dengan kejutan besar yang didapatnya.
"Namamu Kim Hanbin, kan? Kau lumayan terkenal di kelasku, loh! Karena itu aku tahu namamu.. Ah, ya! Namaku Kim Jinhwan!" Anak perempuan yang katanya bernama Kim Jinhwan itu meraih tangan kanan Hanbin dan memaksanya membalas jabatan tangan.
"Aku Ki—
"Aku sudah tahu. Tidak perlu kau beritahu lagi!" Jinhwan memotong cepat dan tersenyum dengan sangat lebar hingga matanya menghilang membentuk sebaris tipis bulan sabit yang lucu. Hanbin terpesona.
"Ngomong-ngomong, aku melihatmu tadi. Mereka memang jahat sekali menyakitimu sampai seperti itu. Rasanya aku ingin menghajar mereka! Tapi kau juga salah! Kenapa tidak melawan?" Jinhwan yang duduk tepat di sebelah Hanbin itu menoleh dengan tatapan sebal, membuat Hanbin yang masih bingung dengan keadaan menjadi semakin kikuk.
"Hei, kenapa kau pendiam sekali? Bicaralah sesuatu agar acara membolos kita ini menjadi sedikit menyenangkan!" Hanbin menatap rumput di bawahnya dengan pandangan kosong. Dia tidak tahu harus bicara apa dan keterdiamannya itu berhasil membuat Jinhwan berdecak gemas.
"Kau ini benar-benar pendiam, ya! Seperti yang teman-temanku bilang. Begini saja..." Hanbin menoleh ketika kalimat Jinhwan terdengar menggantung dan dia terkejut ketika anak perempuan itu meraih tangan kanannya dan menautkan jari kelingking mereka menjadi satu.
"Mulai sekarang kita berteman. Kau bebas menceritakan apapun padaku mulai sekarang dan aku akan selalu mendengarkan mu! Ketika bersamaku kau harus banyak bicara karena sekarang kita adalah teman! Teman itu selalu berbagi suka dan duka, mengerti!" Hanbin tidak bisa tidak mengangguk ketika mendengar rentetan kalimat yang dilontarkan anak perempuan itu padanya. Dia sangat lucu karena dia cerewet. Sekarang Hanbin mengerti satu hal.
Dia memiliki teman.
Sekarang dia memiliki seorang teman.
Dan namanya adalah Kim Jinhwan.
Seorang kakak kelas berbadan mungil dan cantik sekali, tapi kelakuannya lebih jantan dibanding ketua kelas Hanbin yang badannya subur tapi bersikap seperti banci itu.
Dan Kim Jinhwan adalah temannya sekarang. Teman pertamanya. Teman untuk berbagi suka dan duka.
.
.
.
Tiga bulan berlalu setelah kejadian di taman belakang sekolah waktu itu. dan Nyonya Kim senang dengan perubahan putranya yang mulai banyak bicara dan tidak pendiam lagi. Seperti sekarang...
"Mama! Mama, aku akan pulang terlambat nanti. Aku akan pergi ke rumah Jinanie untuk belajar bersama, ya!" Hanbin menjadi senang berteriak sejak mengenal Jinhwan, membuat rumah yang dulunya sepi menjadi lebih ramai. Tuan Kim juga menyukai perubahan putranya itu. Hanbin kini menjadi lebih ekspresif.
"Ya, baiklah! Hati-hati di jalan! Sampaikan salam mama pada Jinanie!"
"Ne!"
Hanbin memakai sepatunya dengan cepat dan segera berlari menuju mobil sedan yang akan mengantarnya ke sekolah. Dia tidak sabar untuk segera bertemu sang sahabat dan menceritakan mimpinya tadi malam. Dia bermimpi sangat indah hingga rasanya tidak ingin bangun lagi dari tidurnya.
Dan tiba-tiba Hanbin menyadari sesuatu.
Dia kehilangan kebiasaan tidur siang hingga malamnya setelah bertemu Jinhwan dan sekarang dia bisa tidur malam lebih nyaman dan teratur. Hanbin tersenyum senang. dulunya dia adalah penderita insomnia parah karena kekhawatirannya untuk kembali ke sekolah, karena itulah dia selalu tidur sepulang sekolah hingga jam makan malam dan tidak akan bisa tidur lagi sampai keesokan harinya.
"Jinanie!"
Hanbin berjalan menuju taman belakang sekolah dan memanggil begitu melihat Jinhwan sedang duduk di tempat biasa dari kejauhan. Anak perempuan itu menoleh tapi tak tersenyumseperti biasanya, membuat Hanbin merasa khawatir dan segera mempercepat langkahnya.
"Jinanie? Ada apa?" Jinhwan murung. Dia menatap Hanbin sedih, membuat bocah lelaki itu cepat-cepat duduk di sebelahnya dan manatap khawatir.
"Noona..." Rasanya Jinhwan ingin menangis. Setiap Hanbin memanggilnya begitu, itu artinya anak itu ingin dia segera menceritakannya. Hanbin pasti khawatir sekali, Jinhwan jadi merasa bersalah.
"Hanbinie... Kau tahu kan, sebentar lagi aku akan lulus dari sekolah ini." Jinhwan mulai bicara dengan mata sipit yang menatap sendu pada sang sahabat. Pembicaraan sejenis ini membuat Hanbin merasa tidak enak pada hatinya.
"Kita akan sekolah di tempat berbeda. Tapi aku tidak ingin berpisah dengan Hanbinie..."
Hiks! Air mata yang sedari tadi ditahannya akhirnya jatuh. Jinhwan menangis tersedu, membuat Hanbin bingung harus bagaimana, akhirnya dia hanya bisa menepuk lembut bahu Jinhwan untuk menenangkannya.
"Kita bisa bertemu sepulang sekolah." Katanya memberi saran. Tapi dia terbukti tidak berhasil menenangkan Jinhwan, anak perempuan itu malah menangis lebih keras.
"Aku akan menunggumu sepulang sekolah dan setelahnya kita bisa bermain lagi seperti biasa." Kata Hanbin menambahkan. Jinhwan mendongak dan menatap mata Hanbin yang kata orang sangat menakutkan tapi nyatanya selalu bisa membuatnya merasa tenang dan aman. Tidak ada mata seindah dan seteduh mata Hanbin di dunia ini dan tidak ada senyum secerah matahari seperti senyum Hanbin di dunia ini.
"Janji?" Hanbin tersenyum dan membalas menautkan jari kelingkingnya dengan Jinhwan seperti kebiasaan mereka selama ini jika membuat janji.
"Aku sayang padamu, Hanbinie..." Jinhwan beralih memeluk Hanbin dengan erat, seakan tidak ingin melepasnya. Dan kejadian itu kembali terlintas dalam ingatan Jinhwan, membuatnya kembali merasa sedih dan menangis diam-diam.
Maafkan aku, Hanbinie... Jangan benci padaku.
"Janjilah kau akan mencari dan menemukanku. Janjilah hanya kau yang akan menemukanku dan bukan orang lain. Aku akan terus hidup sampai kau menemukanku."
"Ne. Aku berjanji!"
.
.
.
TBC
YOU ARE READING
Find Me
RomanceHanbin kehilangan Jinhwan ketika masih kecil. Lalu kembali dipertemukan, saat semuanya telah berubah. Namun satu hal yang Hanbin pastikan takkan pernah berubah... Hatinya! BINHWAN/GS/RnR/