Warung nasi itu penuh dengan orang yang makan siang. Warung itu terkenal menjual nasi tim dan masakan-masakan yang cukup lezat dan terutama sekali murah harganya dibandingkan dengan harga makanan di restoran-restoran lain, maka selalu penuh dengan tamu, apalagi di waktu siang dan malam, waktunya orang-orang makan siang dan makan malam.
Siang itu hawanya panas bukan main, apalagi di dalam restoran kecil atau warung nasi itu, seolah-olah merupakan pertanda bahwa di situ akan terjadi hal-hal yang hebat. Selagi banyak orang makan minum sambil bercakap-cakap, masuklah seorang wanita dan seorang pemuda. Wanita yang usianya mendekati empat puluh tahun namun masih kelihatan muda, cantik jelita dengan lirikan mata dan gerak bibir tersenyum genit, pakaiannya serba indah dan pesolek, bibirnya yang memang baik bentuknya itu kemerahan oleh gincu, juga kedua pipinya ditambahi bedak dan pemerah pipi, di punggungnya tergantung pedang. Wanita ini memasuki restoran dengan lenggang yang lemah gemulai, kedua bukit pinggulnya yang terbungkus ketat oleh celana biru dari sutera itu menari-nari ketika dia melenggang, membuat beberapa orang yang sedang makan mi terpaksa harus menjulur-julurkan lehernya karena mi panjang yang ditelannya itu nyasar, mata mereka melotot dan melekat kepada buah pinggul yang menari-nari. Pemuda di sebelah wanita itu masih muda, dua puluh tiga tahun kurang lebih, tampan dengan muka yang membayangkan kekerasan, agak muram dengan mata tajam dingin, mulutnya tertarik seperti orang mengejek, dan sikapnya tidak mempedulikan siapa pun.
Wanita itu adalah Lauw Hong Kui, tokoh sesat yang berjuluk Mauw Siauw Mo-li atau Siluman Kucing, dan yang berjalan di sebelahnya adalah Ang Tek Hoat! Seperti telah diceritakan di bagian depan dari kisah ini, mereka meninggalkan sarang perkumpulan Hek-eng-pang untuk mencari jejak Syanti Dewi. Seperti kita ketahui, Ang Tek Hoat yang dibantu oleh Yang-liu Nio-nio, ketua Hek-eng-pang, telah menyerbu puncak Naga Api dan berusaha merampas Puteri Syanti Dewi dari tangan Hwa-i-kongcu Tang Hun. Akan tetapi, ternyata yang mereka rampas dan mereka kira Syanti Dewi itu sebenarnya hanyalah seorang pelayan! Mereka sama sekali tidak tahu bahwa mereka menjadi korban kenakalan kakek See-thian Hoat-su yang telah membawa lari Syanti Dewi. Dan ketika Tek Hoat hendak pergi meninggalkan Yang-liu Nio-nio, Mauw Siauw Mo-li mengatakan bahwa dia melihat ada seorang gadis mencari-cari Puteri Syanti Dewi dan menawarkan bantuannya kepada Tek Hoat untuk membantu pemuda itu mencari kekasihnya.
Demikianlah, hari itu mereka tiba di kota di mana Mauw Siauw Mo-li berjumpa gadis yang mencari-cari Syanti Dewi, dan memasuki restoran di mana dia beberapa hari yang lalu melihat gadis itu. Dan Mauw Siauw Mo-li memang tidak berbohong. Di restoran ini, beberapa hari yang lalu ketika dia pergi mengunjungi muridnya, Yang-liu Nio-nio, dia memang melihat seorang gadis cantik yang mencari-cari Syanti Dewi dan gadis ini bukan lain adalah Siang In yang masih terus menyelidiki dan mencari sahabatnya itu. Tentu saja Mauw Siauw Mo-li bukanlah seorang yang demikian baik hatinya untuk membantu orang lain tanpa ada pamrih lain di dalam hatinya. Begitu dia bertemu kembali dengan Ang Tek Hoat, pemuda yang pernah membangkitkan gairah berahinya lima tahun yang lalu (baca cerita Kisah Sepasang Rajawali), maka timbuliah hasratnya untuk mendekati pemuda tampan dan gagah ini. Maka dia menawarkan bantuannya yang hendak dipergunakan menjadi jalan agar dia dapat mendekati Si Jari Maut, pendekar muda yang pernah menggemparkan dunia persilatan itu.
Akan tetapi selama tiga hari tiga malam ini, dia sama sekali belum berhasil "mendekati" Ang Tek Hoat yang bersikap dingin dan tak acuh kepadanya! Bahkan pagi hari tadi, ketika mereka melewatkan malam di hutan dan pagi tadi dia sengaja mandi di sumber air dengan bertelanjang bulat dan berusaha menarik perhatian Tek Hoat, pemuda itu malah marah-marah dan berdiri membelakanginya, sedikit pun tidak pernah mau melirik, apalagi mengagumi keindahan bentuk tubuhnya! Diam-diam Mauw Siauw Mo-li menjadi gemas dan marah sekali, hatinya terasa sakit sekali. Tidak mengindahkan dan tidak menyatakan kagum terhadap keindahan tubuhnya merupakan penghinaan! Dan kalau saja bukan Tek Hoat, tentu dia sudah akan membunuh pria yang berani menghinanya seperti itu. Akan tetapi terhadap Tek Hoat dia tidak berani main-main karena dia maklum betapa lihainya pemuda ini dan betapa berbahayanya untuk memusuhi Si Jari Maut di tempat sunyi itu tanpa pembantu. Maka dia menahan kesabarannya dan mengambil keputusan untuk berhati-hati dan bersikap cerdik menghadapi pemuda ini, akan perlahan-lahan memasang jaringnya untuk menjebak Tek Hoat ke dalam pelukannya.