Karena di setiap kesulitan ada kemudahan, di setiap kesulitan ada kemudahan (QS. Al-Insyirah: 5-6).
Maka, sesungguhnya janji Allah tak pernah palsu. Lalu, masihkah kamu meragu?Author POV
"Nai, kenapa kamu tidak mau kalau tanganmu diukir Henna? Kan cantik."
"Memakai Henna untuk perempuan memang mubah. Tapi sejauh ini, Nai hanya mau memakainya cukup di kuku saja. Tapi kalau di telapak tangan dan punggung tangan belum dulu, Ren."
"Kenapa?"
"Karena Nai ingin, tangan ini dihias dengan Henna untuk pertama kalinya ketika hari pernikahan Nai tiba, agar keindahan tangan ini untuk pertama kalinya dilihat oleh dia yang bergelar imam, yang namanya dan nama Nai telah Allah sandingkan di Lauh Mahfudz untuk bersama menggapai Ridho-Nya."
"Masyaa Allah."
Nailah, gadis bermata teduh yang dinaungi bulu mata nan lentik itu tampak mengulas senyum, memandangi punggung tangannya yang sedang diukir dengan Henna berwarna merah merona, sama seperti warna yang bersemu di kedua pipinya saat ini.
Nailah teringat bagaimana Ia dulu berazam, bahwa Ia tidak akan mengukir tangannya ini dengan Henna kecuali di hari pernikahannya. Ternyata, Allah menyetujui inginnya.
"Yeaay sudah selesai. Cantik sekali, 'kan?" Iren, sahabat Nailah yang Ia kenal dari semester 1 perkuliahan menjadi pengukir hiasan indah di tangan Nailah.
Nailah tersenyum, "Masyaa Allah. Iya, sangat cantik, Ren." Iren tersenyum mengacungi jempol dan mengedipkan sebelah matanya.
"Nailah, aku tidak menyangka, sebentar lagi temanku ini akan menjadi pengantin. Tunggu sebentar." Gadis bernama Iren itu tampak menghitung jarinya.
"9 jam lagi Nai, kamu akan menjadi seorang istri dari seorang dosen manis nan tampan, Farid Gibran. Kamu akan menjadi pengantin wanita yang cantik dengan gaun syar'i mu, Nai."
Nailah hanya tersenyum mendengar ucapan Iren. Kembali matanya memandangi tangannya yang berhiaskan Henna.
"Pak, terima kasih sudah berusaha meyakinkan bahwa Nailah bisa membangun biduk rumah tangga di usia muda. Nai akan berusaha menjadi istri yang baik. Nai akan berusaha mengutamakan Bapak di tengah waktu kuliah Nai nanti. Pak, kamu akan menjadi prioritas, Insyaa Allah." Batin Nailah bersuara.
"Nai, nanti setelah menikah, kamu harus bisa mengatur waktu, ya. Setelah libur semester ini kita akan memasuki semester 7, semester di mana kita akan terbang untuk magang, setelah itu kita akan menyusun skripsiii." Iren tampak bersemangat mengingat bahwa Ia akan tamat sebentar lagi.
"Insyaa Allah, Iren. Kamu bantu doakan Nai, ya. Supaya pernikahan ini bisa berjalan sesuai dengan rencana. O, iya, Iren cepat nyusul Nai, ya."
"Aamiin."
Mereka berdua tertawa, kebahagiaan menyelimuti relung hati dua insan yang bersahabat itu.
"Assalamu'alaikum. Nai, Nailah buka pintunya, Nak. Nai cepat". Firman --- Ayah Nailah mengetuk pintu dengan ritme yang tidak beraturan.
Nailah dan Iren pun berdiri kemudian membuka pintu kamar setelah menjawab salam.
"Ada apa Ayah?" Nailah terkejut melihat air wajah ayahnya yang menyiratkan kepanikan sekaligus kekhawatiran.
"Tadi, ketika Ayah dan Ibu pergi membeli bunga untuk hiasan yang kurang, kami dikejutkan dengan suara dentuman keras di ujung jalan. Ada kecelakaan antara mobil truk dan sedan hitam, Nai. Mobil yang kecelakaan itu terseret jauh dan terbalik tak jauh dari tempat kami berdiri. Ayah langsung melihatnya, Nai. Ternyata... di.. di dalam mobil itu... itu Nai.. Gibran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi Kembali
RandomKetika cermin asa yang dibentuk sedemikian rupa, tiba-tiba hancur oleh satu dentuman tidak terduga. Cermin lain berbicara, ketika seorang lelaki penuh canda tawa itu terbelenggu dengan masa lalu. Masa lalu yang membuat masa depannya menjadi serumit...