PR

63 8 38
                                    


Oleh : Iinzhafira

Aku melempar tas kerja dengan kasar, sambil menghempaskan tubuh ke sofa berwarna cokelat, memijat pelan kening, hari ini mood_-ku sangat buruk.

Memejamkan mata sejenak, setelah merasa lebih baik, tangan ini terulur mencari keberadaan ponsel di dalam tas. Baru saja aku bernapas lega karena tak ada chat gaje,  ponsel berdering sebuah pesan masuk.

08578670xxxx : Mbak mau tak jadi pacar saya?

Me : Maaf saya tidak bisa!

08578670xxxx : Kenapa, Mbak. Sudah punya pacar, kah?

Me : Maaf, saya muslim tidak pacaran.

08578670xxxx : Lah, Mbak! Padahal sebentar lagi valentine day, lho.

Me : Apa hubungannya, sama saya?

08578670xxxx : 'Kan, kita bisa jadi pasangan. Biar tidak jomblo lagi.

Me : Koreksi, Jofisa (jomblo fisabilillah) dan saya tidak merayakan valentine day. Anda muslim.

08578670xxxx : Saya juga muslim, padahal ini tradisi barat yang lagi ngetren, lho!

Me : Tahukah, kamu! Bahwa meniru suatu kebiasaan kaum lain adalah dosa besar.

08578670xxxx : Mbak, coba gaul dikit, napa? Masa kerja di biro jodoh kudet amat jadi orang.#

"Dasar sinting."

Apa? Kudet! Ingin rasanya membenturkan kepala ke tembok. Berpikir sejenak, tak ada gunanya melayani orang sengklek macam itu. Menghirup napas pelan menetralkan rasa panas yang bergemuruh dalam dada, jari ini bergerak lincah mencari pilihan block. Senyum puas berkembang, saat sudah memblokir nomor tak dikenal, sumber biang kerok kepundunganku.

Akhir-akhir ini sering mendapat telepon dan SMS dari nomor asing. Apa mungkin karena kerja di biro jodoh, akan tetapi banyak orang salah kaprah dengan pekerjaanku. Bukan berarti aku yang membutuhkan jasa biro jodoh, hanya membantu orang menyelesaikan masalah saja.

Sibuk melamun sampai tak menyadari kedatangan Renta teman kerjaku. Dia gadis berperawakan tinggi dan berisi, punya body yang lumayan aduhai, bikin cowok langsung melek mata. Berambut pendek seperti Dora, kaca mata berbingkai hitam, dengan polesan make up sedikit tebal, gincu warna merah merekah di bibirnya yang sensual.

"Selamat pagi, Hana," ucapnya penuh semangat.

"Pagi juga, Ren," jawabku lesu. Memperbaiki posisi duduk, sambil merapikan rambut kusut. Melirik jam tangan berwarna silver di pergelangan tangan kiri. Waktu menunjukkan jam kerja di mulai, aku pun beranjak berdiri, sedikit membetulkan dress yang tersingkap.

"Kenapa lagi, Han?" Meletakkan tas kerja di meja, sambil merapikan beberapa dokumen, dan menyimpan dalam rak yang berjejer dengan cupboard sebelah mejaku. Ruangan 5x6 meter diisi dua pasang meja kerja, rak, cupboard, dan sofa siku beserta meja kecil untuk tamu datang.

"Biasa, orang sengklek. Ingin rasanya berhenti kerja kalau tiap hari kayak gini. Lagian ini kantor juga aneh, bukan pakai nomor HP kantor buat melayani pelanggan, malah harus menggunakan nomor karyawan." Aku sudah duduk di meja kerja, menyalakan komputer yang masih loading, dan membuka berkas dengan map warna biru.

"Berhenti sudah, aku juga berhenti setelah menikah nanti," ujar Renta asal ceplos.

Mataku melotot sempurna, mengerucutkan bibir sebal.

1KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang