Aku kembali. Kalian tidak bosan kan? Ayolah, ini baru bab kedua. Jangan bosan dulu, lanjut saja membaca sampai akhirnya. Maaf kalau nanti aku akan menyiksa kalian.
Kami berjalan kaki ke Sekolah. Setiap hari. Kecuali Sabtu dan Minggu tentunya, itu kan hari libur, kenapa aku harus ke sekolah?
Ben berjalan mendahuluiku. Disampingku ada kakak tertuaku, Cal. Percaya atau tidak, dia ini mahasiswa, kalau kalian pikir kenapa dia ikut berjalan kaki bersama anak-anak sekolahan, jawabannya adalah karena kampusnya dan sekolahku satu yayasan. Aku tidak bersekolah di Ravenburrow Junior High School karena, um.. sulit masuk ke sekolah negeri. Nilaiku tidak terlalu bagus dibanding anak-anak lain dikotaku yang sebagian besar adalah anak-anak cerdas bin genius. Saudara-saudaraku juga semuanya begitu, mereka saaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaangat cerdas. Tapi aku sendiri tidak paham mengapa semua saudaraku masuk ke sekolah swasta. Jika kalian pikir sekolah negeri tidaklah lebih baik daripada sekolah swasta, oh, kau salah besar, sayang. Dunia kita berbeda, mungkin di kota tempat tinggalmu sekolah swasta jauh lebih baik, tapi tidak untuk Ravenburrow. Sekolah swasta hanya untuk anak buangan.
"Menurutmu kenapa Albert dimasukkan ke sekolah asrama?" Tanyaku pada Cal yang berjalan disebelahku. Tingginya 180 sedangkan aku 165, berbeda 15 cm dariku, memaksaku sedikit mendongak untuk menatap wajahnya. Abangku satu ini sangat tampan lhoo, kalau saja dia bukan abangku, akan kugebet sepertinya.
Dia menoleh, alisnya bertautan, dahinya mengerut, "sepertinya karena tantrumnya tidak terkendali? Entahlah aku juga tidak tahu Irina." Jawabnya. Kemudian kembali menatap lurus kedepan, "oh itu gerbang sekolahmu yang didalamnya juga ada sekolah Ben. Kita harus berpisah, semoga harimu menyenangkan!" Timpalnya, kemudian memelukku sedikit dan masuk ke gerbang disebelah gerbang sekolahku.
Memang, aku lebih suka Cal dibanding saudara-saudaraku yang lain, tapi aku benci ketika dia memelukku. Karena bau parfumnya menempel padaku, UGH.
Bagaimana hari ini akan menyenangkan Cal? Menghirup bau parfum milikmu saja sudah bikin aku muntah.
Tiba-tiba seseorang berdiri didepanku dan mengguncang tubuhku. "Kau akan terus diam disitu atau masuk? Ayo, kita hampir terlambat!" Sembur orang itu, ternyata Ben.
Aku melepas paksa pegangan tangannya pada pundakku dan mendorong Ben pelan, "tak usah mengguncangku begitu Ben!" Sentakku. Kemudian berjalan cepat dan masuk kedalam lingkungan sekolah.
Dari belakang suara Ben terdengar, dia berteriak, kebiasaannya, tentu. "Tak usah marah-marah begitu dong! Kau JELEK Irina!"
Dia menekankan kata jelek. Dia menekankan kata jelek. Sekali lagi, dia menekankan kata jelek. Padahal aku jauh lebih rupawan daripada Ben.
BUGH!
Aku menonjok Ben. Aku bahkan tidak sadar melakukannya. Oh tuhan! Ini akan jadi masalah besar. Dan aku juga tidak sadar seluruh siswa/i mengerumuni kami. Ben bahkan mimisan.
Suara langkah tegas sepatu Mrs. Johnson terdengar ditelingaku, mendekatiku.
Tok.. tok.. tok..
Oh gawat, bencana sudah datang!
"Miss Hartzler kurasa? Anda meninju saudara anda sendiri nona muda. Ikut saya!" Katanya sambil menarik tanganku. Aku bahkan tidak berpaling untuk menatap wajahnya, dan kulihat semua orang saling berbisik-bisik sambil menatapku.
Habis sudah, citraku menjadi buruk disini.
Kemudian Mrs. Johnson berhenti sejenak, tetap menggenggam erat lenganku, dan berkata, "kurasa ini sudah bel masuk. Kenapa kalian masih diam disana? Masuk ke kelas!"
"Dan kau Miss Hartzler sang tempramental, anda ikut saya ke ruang konselor."
Habis sudah.
⬛⬛⬛
"Salahmu sendiri! Kenapa kau menghajar kakak Ben. Dia hanya bilang kau jelek, itu saja. Lagipula memang kenyataannya kok!" Cerocos Draco, sahabatku yang sangat menyebalkan, tapi.. dia selalu membuatku rindu kalau dia tidak ada. Jangan pikir aku menyukainya ya! Aku benci dia! Camkan itu!
Aku menimpuknya dengan buku novel yang sedang kubaca, "apa kau bilang? Coba katakan lagi! Mataku tertutup, jadinya aku tidak dengar!" Kataku ketus, aku memancingnya untuk marah. Aku suka kalau dia marah, mukanya jadi lucu. Bibirnya akan mengerucut, dahinya berkerut, alisnya bertautan, matanya akan mengecil, rambut pirang platinanya.. konyol.
Tapi sayang, dia tidak marah, malah aku yang marah. Karena dia bilang begini: "Aku hanya bilang, kalau Ben bilang kau jelek, tidak perlu marah, karena itu kenyataannya."
Aku menimpuknya dengan buku sekali lagi, dia malah membuat tampang jelek yang membuatku terpancing emosi. Tapi aku menarik napas dalam-dalam, "aku tidak mau marah lagi hari ini. Cukup pagi tadi saja. Terimakasih Draco!" Ucapku. Draco hanya tertawa, "oh mana yang lain? Jam istirahat begini kan, biasanya sudah kumpul!"
Draco mengangkat bahu, "tidak tahu tuh!"
Tiba-tiba sahabat-sahabatku yang lain, yang semuanya laki-laki mendatangi kami. "Sudah pacarannya? Bagaimana asyik tidak?" Goda Joel. Sahabatku yang satu ini, menyebalkan sih ya, tampan tidak, tapi lumayan, dan kalian mungkin akan naksir padanya karena dia lumayan humoris. Dan dia senang menggoda orang lain sampai orang itu marah.
"Pasti asyik, iya kan Draco?" Elijah ikut-ikutan menggoda Draco, (secara harfiah sih, aku dan Draco) lalu duduk disamping Draco sambil merangkulkan lengannya ke bahu Draco.
Kemudian Joel duduk disebelahku, kemudian memberikan secarik kertas pada Elijah. Kelihatannya itu sebuah tiket bioskop. Kemudian Elijah menyodorkannya pada Draco yang kebingungan. "Itu hadiah dari aku dan Joel." Sahut Elijah santai sambil memakan makan siangnya.
Draco menerimanya dan berkata, "dalam rangka apa? Hanya dua tiket? Punya kalian mana?"
Joel mengedipkan sebelah mata pada Elijah. "El, jelaskan!"
"Baiklah, ini hanya untuk kkau Draco, dan kau Irina. Khusus untuk kalian. Kami membelikannya untuk kalian." Kata Elijah.
Draco berdiri, dia mulai marah, silahkan bayangkan wajahnya seperti yang sudah kujelaskan sebelumnya. "Apa-apaan kalian ini!" Kemudian dia pergi. Jika saja situasinya lebih baik, aku mungkin akan tertawa. Tapi kali ini tidak.
Aku mencubit Elijah dan Joel bersamaan, "terimakasih. Draco marah!"
Aku kemudian dan mengejar Draco. Dasar dua cowok itu! Tahu sendiri Draco hatinya seperti perempuan.
Hariku semakin hancur. Sudah kubilang kan, jika seseorang bilang "semoga harimu menyenangkan!" Itu hanya omong kosong. Dalam kasus ini, Cal yang bilang begitu. Aku dedikasikan bab ini untuk Cal. Terimakasih Cal!
KAMU SEDANG MEMBACA
Half Breed
FantasySinar itu keluar begitu saja dari tubuh Irina. Membuat seseorang didepannya yang memiliki niat jahat kepadanya meleleh. Meskipun secara tidak sengaja, Irina Hartzler, anak sekolah menengah berusia 14 tahun, baru saja membunuh seorang pria yang tingg...