I. Tantrum

21 4 0
                                    

Halo orang-orang. Selamat datang diduniaku yang absurd ini. Well, disini aku akan menceritakan memoarku tentang sesuatu yang mengerikan. Hanya untuk permulaan tentunya.

Karena jujur saja, aku agak bingung ingin memulai cerita ini dari mana.

Adikku tantrum.

Dia menendang segala hal yang berada (yah, lumayan dekat) di kakinya yang panjang. Rambut pirangnya berantakan, kusut, tak beraturan dan saling menempel satu sama lain. (Aduh bagaimana ya, menjelaskannya?)

Ini tantrum terburuk Albert. Yah, meskipun aku pernah mengalami yang lebih buruk.

Oke oke, akan kuceritakan.

Jadi saat itu ayahku akan pergi ke luar kota, dan karena sepanjang hidupku kuhabiskan di kota membosankan ini, Ravenburrow, aku sangat ingin pergi keluar kota, dan melihat banyak hal lain yang lebih keren dibanding kota kecil nan suram ini.

Tapi ayahku tidak mengizinkan, kemudian aku meminta belas kasihan melalui ibuku, tapi dia mendukung alasan ayahku. Alasan ayahku adalah, aku ini rapuh bagaikan kaca tipis, aku satu-satunya putri yang dia punya didalam hidupnya dan aku harus tetap aman didalam rumah bersama ibu dan saudara-saudaraku yang semuanya lelaki. (Tentu saja, mereka kan kusebut saudara, bukan saudari).

Lalu aku mengamuk, dengan (yah ini konyol) tanganku membentuk cakaran dan menggapai langit-langit (aku masih tujuh tahun, secara teknis pendek jadi tidak sampai ke langit-langit), berusaha mencakarnya tapi tak bisa, aku frustasi, lalu menendang-nendang sepatu bot saudaraku, Ben, lalu berlari ke halaman belakang yang dipenuhi rumput hijau, mencabut rumputnya dan memasukkannya kedalam mulutku. Lalu aku berlari ke ibuku dan, ROAR! Aku mengaum didepan wajah ibuku, lalu muntah karena aku menelan beberapa bagian tanah dan rumput yang rasanya sama sekali tidak enak.

Aku masih bingung kenapa dulu aku melakukan itu.

Oke, kembali ke tantrum yang dialami oleh Albert, adikku.

Dia sekarang meraung-raung dan menumpahkan sarapannya. Ayahku terus memakan sandwichnya tanpa mempedulikan raungan Albert yang jelas sangat mengganggu. Ibuku mencoba untuk menenangkan Albert, tapi percayalah, percuma saja memenangkannya. Dia tidak akan pernah tenang kecuali kau membiarkannya tetap seperti itu sampai dia kelelahan dan tertidur. Tapi aku lupa satu hal, ini hari Senin. Hari yang menyebalkan dan Albert harus sekolah, begitupun aku dan kakak-kakakku yang lain. Ayah harus bekerja, Ibu juga harus, Cal harus kuliah, Ben juga begitu, dia murid High School jadi harus lebih serius sekarang ini, kemudian aku. Murid sekolah menengah yang kelelahan. Dan Albert yang malang, harus bersekolah pagi ini di sekolah asrama, dia akan pergi pagi ini.

Oh aku belum memperkenalkan diriku ya? Namaku Irina Lloyd Hartzler. Uniknya, tidak seperti saudara-saudaraku yang lain, aku memiliki nama lain berbeda. Sementara mereka memakai nama Halpert, aku pakai nama Hartzler. Meskipun sama sama berawalan huruf H, keduanya berbeda. Hartzler memiliki Artzler sedangkan Halpert tidak. Tetapi Halpert memiliki Alpert sedangkan Hartzler tidak. Oh hey! Aku baru sadar, keduanya memiliki huruf kedua yang sama, yaitu huruf A!

Kalian bingung? Tenang saja, aku pun begitu.

Awalnya aku tidak mengerti kenapa nama belakangku berbeda, dan sempat berpikir bahwa aku adalah anak angkat, (dan kenyataannya ternyata memang begitu, tunggu sampai di bagian empat) tapi ayahku bilang karena tidak ada anak perempuan selama tiga generasi, aku dapat hadiah yaitu memakai nama gadis ibuku, Hartzler. Ibuku bernama Agatha Hartzler kemudian setelah menikah menggantinya menjadi Halpert dan menurunkannya kepadaku seorang meskipun nanti dimasa depan nama itu akan terhapus lagi ketika aku menikah. (Membayangkan pernikahan membuatku jijik).

Dan yang membingungkan lagi, seluruh keluargaku (termasuk ibuku) memiliki rambut pirang yang lurus, sedangkan aku coklat dan bergelombang. Aneh kan? Tapi ibuku bilang, bahwa nenek buyutku memiliki rambut coklat yang bergelombang sama sepertiku. Dan kakak-kakakku bilang aku spesial karena sangat berbeda dari mereka. (Tidak kusebut saudara-saudara karena Albert tidak pernah bilang begitu).

Aku meminum segelas air putih, menyambar tas kanken hitam dan beranjak untuk pergi kesekolah. "Ayo Ben! Setengah jam lagi kita akan terlambat!" Kataku pada Ben yang masih sibuk dengan sandwich yang masih dikunyah olehnya.

Dia melirik jam tangannya kemudian menepuk jidatnya, "oh sial!" Serunya.

Aku baru sadar kalau Albert sudah menyelesaikan fase tantrumnya dan mulai makan.

"Ingat Ben, tidak ada sumpah serapah di pagi hari!" Ibu berkata sembari mencubit pipi Ben yang tirus dan memberinya uang makan siangnya, dan uang makan siangku. Meskipun kami membawa bekal makan. Ibuku sangat baik. Aku cinta ibuku.

"Dah semua, kami berangkat!" Ben menyambar ranselnya sambil berteriak. Lalu membuka pintu dan keluar, aku mengekor dibelakangnya.

Ayah juga ikut keluar karena harus berangkat kerja, Albert masih melanjutkan sarapannya.

Cal minum, kemudian memakai ranselnya dan berkata, "tunggu aku!"

"Hati-hati dijalan!" Ibu melambai sedikit pada kami semua.

Pagi ini semua mungkin agak lancar, kecuali soal tantrumnya Albert. Tapi aku tidak tahu kalau nanti, tepatnya siang nanti semua tidak akan berjalan baik. Bahkan sangat, sangat, sangat buruk[]

Half BreedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang