Bagian 1 (please, let it go)

6 0 0
                                    

             Pagi-pagi sekali Ayla sudah ada dikamarku. Ia terus mengoceh, berusaha membangunkanku dengan suara minornya yang khas. Sifat optimisnya mengundang berbagai hal yang kadang membuatku mendongkol, ingin sekali rasanya aku manjambak rambut Ayla setelah ia memutar musik dengan volume keras.

"apaan sih, norak tau---"

Aku menilik paksa kemudian menyingkirkan handpone Ayla yang sudah tertempel di daun telingaku.

"Bangun, Deira. Udah pagi ngga baik cewe tidur kelamaan nanti jodohnya bakalan lari" nasihat Ayla, sambil terus menarik-narik selimutku membuatku mendesah geram.

"lo tuh yah...  Selalunya. Bosen gue pas bangun liat muka elo melulu" celotehku sambil mengacak rambut frustasi. Aku pun bangun dengan paksa kemudian menatap kesal sosok sahabatku itu "coba deh lo absen, sehari aja gue mohon. Plisss"

"gimana gue mau absen kalo rumah kita aja sebelahan"

Aku dan Ayla sudah sahabat sejak SD tidak heran jika keakraban kami sudah seperti saudara, suka duka sudah kami lewati bersama. Tapi, sayangnya waktu kelas 2  Sma Ayla harus pindah ke california karena ayahnya dipindahkan tugas hingga akhirnya perceraian terjadi diantara kedua orang tuanya dan membuat Ayla menetap lagi dijakarta.

Ada rasa sedih yang tidak bisa ku pungkiri dibalik kedatangan Ayla dengan masalah yang ditimpanya, hingga sekarang  sehari tanpa Ayla rindu ku dengan cepat bertumpuk.

"terus si ucup?. Gue kan juga sebelahan sama dia" tantangku dengan angkuh.

"jadi ceritanya, elo mau nih sahabatan sama si Ucup" goda Ayla, membuat ku berdekik ngeri.

"yakali gue sahabatan sama cowo tulen yang ada nih ra-, gue yang bakalan ngelindungin dia"

"bacot ahhh, sana cuci muka terus mandi. Nemanin gue ke perpus buat bikin jurnal"

"tapi makan dulu yah Ayy, tadi malam nggak sempat" kataku sambil memegangi perutku dengan akting drama.

"yaudah, cepatan"

Ayla yang sedari tadi tanpa letih berusaha membangunkanku kini mulai geram, keluhanku sepertinya mulai membuat kepalanya mulai pesing.

Dalam hatiku ingin sekali rasanya tertawa jahat, berpura-pura tidur dan seakan tidak mendengar celoteh Devina membuatku terlihat seperti pemeran antagonis.

Butuh waktu berjam jam bagiku untuk memila diantara banyak jenis baju, yah perempuan terkadang memang seribet itu.

Ayla hanya menggeleng gelengkan kepalanya menatapku dan terus berhembus pasrah. Tak henti-hentinya ia mengeluarkan kata-kata Time is money, membuatku tertawa kecil.

"lagian sih elo, nggak bilang semalem"
Yah, walaupun aku tahu janji tidak akan mempengaruhi tidur lelapku.

"Deira, coba deh lo ingat-ingat berapa banyak janji yang udah sering kita buat dan pada akhirnya sia-sia"

Aku hanya tersenyum pulas mendengar curhatan Ayla, bahwa apa yang dikatakannya barusan memang betul.

Hingga akhirnya aku dan Ayla memutuskan untuk bergegas pergi setelah perdebatan kami barusan membuatku diluluhkan dengan raut sedunya.

Aku dan Ayla memang selalui mempunyai kemauan yang sama dalam hal apapun seperti sekarang ini restoran yang kita pilah kena betul dengan selera. Tapi satu hal yang aku selalu harapkan bahwa kita tidak akan pernah menyukai pria yang sama.

"Deira, lo mau makan apa?"

"mmmmmm-"

"ngga ngapa-ngapain pasti lelet, kita samaan aja gimana?"

Aku hanya mengangguk mengiyakan Ayla,
Selera kita kan sama.

Sepasang pasangan tiba tiba menghampiri kami di sela-sela kegiatan makan. Wajahnya tidak asing dan aku tahu betul siapa mereka.

Ayla menatapku, sepertinya bukan aku saja yang kaget. Siapa sangka cewe yang dulunya cupu kini jadian dengan seorang kapten basket di Sma dan itu hampir membuatku bertepuk kagum.

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali mencoba sadar bahwa itu adalah kenyataanya. Siapa sangka yang bahkan dulunya keduanya bertolak belakang kini menjadi sebuah ketetapan tuhan?

"Dalvin? Ara? Kalian jadian?" Ayla berganti-gantian menunjuk mereka hingga Ara hanya tersenyum menyengir.

Dalvin mengangguk pelan.

Aku hanya menatap intens Ara melihat perubahan drastis yang terjadi.

"kita boleh gabung nggak? Kasian kan kelamaan berdiri nanti kaki Ara bakalan pegal-" 

Ciak!!!

Apa yang dikatakan Dalvin barusan membuat mataku dan Ayla terbelalak sempurna, merasa jijik mempertontonkan kemesraan labil mereka.

Aku memperlihatkan sederet gigi berusaha tersenyum, mataku menyipit membentuk lengkungan. "boleh lah, kita dulukan sekelas masa iya harus sombong-sombong gitu"

"iyah. Iya- si. Silakan" timpal Ayla terbata-bata karena masih terheran-heran.

Dalvin dan Ara kemudian mengambil kursi, duduk berhadapan seperti ini membuat suasana benar-benar kikuk hingga Ara mulai membuka suara.

"kalian pasti kaget kan? gue sama Dalvin jadian"

"kita sih bukannya kaget, tapi heran aja gituh!" balas Ayla.

"kenapa? karena emang gue cupu kan?  Hehehe"

"Eh bukan gitu!" aku mengangguk cepat, sependapat dengan Ayla.

"bukan apanya, la! Emang gitu kok. Santai aja, prespektif orangkan beda-beda. Lagian Dalvin udah berubah, nggak senarsis dulu. Kan sayang? "

Dalvin hanya terkekeh.

Aku masih terus menerka nerka kenapa pasangan sejoli ini bisa menyatu.

Bodo amatlah yang ngejalanin juga mereka. Batinku

Ayla mengarahkan pandangannya kebelakang memasang wajah jijik. Mungkin pasangan alay ini membuatnya ingin muntah.

"oh yah... Kalian pacaran udah berapa lama?" tanyaku dengan penasaran.

"kita hari ini udah anniv 1 tahun" jelas Dalvin membuat Ara sedikit bersemu merah.

Ingin sekali rasanya aku tertawa terpingkal-pingkal, apa yang dikatakan mereka barusan tidak selogika dengan pikiranku.
Jika sekarang aku sudah semester tiga berarti setelah tamat Sma mereka sudah menjalin hubungan.

"ohhh...  Gitu" singkatku.

"ngomong-gomong gue dengar nanti bakalan ada reuni seangkatan kita. Kalian bakal pada ikutkan? "

Perkataan Dalvin membuatku pikiranku menilik pada seseorang, yang bahkan nama dan wajahnya sudah hampir tereset sepenuhnya di pikiranku. Melupakannya bukanlah perkara rumit terlebih lagi jika dia mempermainkan hatimu, tapi apa mungkin pertemuan bisa mengundang kembali masa lalu.

"gue bakalan datang kok bareng Deira. Sekalipun gue sempat pindah ke california. Kan deira? "

Pertanyaan Ayla membuyarkan lamunanku, tidak ada jawaban dariku. Aku tidak mau mengambil resiko lagi dalam perihal mencintai. Sulit bagiku untuk mengiyakan pertanyaan Ayla.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 19, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dear My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang