Flashback 1

6 1 0
                                    

Happy reading

***

"Ibu, ayah curang!" Seruku pada ibu saatku hampiri ia di dapur.

Malam ini, seperti biasa aku belajar bela diri bersama ayah.

"Apa yang dilakukan ayahmu, sayang?" Tanya ibu seraya duduk menyejajarkan tingginya dengan tinggi badanku. Lalu mengelus kepalaku pelan.

"Ayah menjatuhkan badanku saat latihan tadi. Padahal sebelumnya aku bilang belum siap. Ayah sengaja melakukannya." Ujarku mengeluh.

"Light, saat musuhmu akan menyerangmu, kau tidak akan mempunyai waktu untuk menyiapkan dirimu sendiri. Dalam pertarungan, kau harus selalu siap kapanpun. Hal kecil itu harus diketahui oleh seorang petarung sejati." Ujar ayah yang tiba- tiba saja sudah masuk ke dapur membela dirinya.

"Benar apa yang di bilang ayahmu, Light. Bukankah kau mau menjadi petarung sejati?" Tanya ibu padaku.

"Tentu saja, aku akan melindungi kalian berdua." Seruku tersenyum seraya memajukan kepalan tanganku ke depan.

Saat ini, aku masih berusia 10 tahun. Setiap malam, seperti biasa aku belajar bela diri dengan ayah sebelum makan malam.

Setiap kali disaat libur sekolah, ayah akan mengajakku pergi berkuda atau memanah untuk menghabiskan waktu luangku.

Ayah selalu mengatakan bahwa aku harus memanfaatkan waktu yang ada untuk hal- hal yang baik dan kegiatan- kegiatan yang kami lakukan akan berguna bagiku suatu hari nanti.

Pernah suatu ketika aku bertanya pada ayah. Dari mana ayah belajar ini semua, apa ayah juga belajsr dari kakek? Dan saat itu aku melihat wajah tegang dari ekspresi ayah yang kutangkap. Dan ibu yang berada di sampingnya mengelus pundaknya pelan menenangkannya.

"Light, semua ini hanya hobi ayah." Ibu yang menjawab pertanyaanku.

Dan setelah itu aku tidak pernah bertanya lagi tentang hal tersebut. Ibu melarangku menanyakan hal- hal yang bersangkutan dengan itu.

Aku hanya perlu belajar sesuai yang diajari ayah. Ayah akan teringat sesuatu yang tidak disukainya dan itu akan mengganggu pikirannya.

Malam itu, setelah kami makan malam bersama. Aku disuruh ibu untuk pergi ke kamarku istirahat. Saat melewati ruang kerja ayah, aku tidak sengaja mendengar suara ayah seperti marah- marah pada seseorang. Aku tidak pernah mendengar ayah marah selama ini. Melihat ibu berada di dalam kamarnya. Aku segera membuka pintu kerja ayah.

"Ayah, ada apa? Apa ada orang yang jahat sampai ayah marah- marah? Apa ada pencuri yang masuk ke ruang kerja ayah?" Tanyaku bertubi- tubi seraya memperhatikan seluruh ruangan.

Akan tetapi aku tidak mendapati seorangpun disini selain ayah. Melihat aku yang masuk begitu saja. Ayah melempar sesuatu ke arah meja kerjanya dan ku perhatikan itu adalah handphone ayah. Apa ayah baru saja marah- marah pada seseorang di telepon?

"Ah, Light. Kenapa kau ada disini? Disini tidak ada apa- apa nak." Ujar ayah dengan senyum biasanya. Dan ibu datang menghampiri kami.

"Light, belum juga tidur? Bukankah ibu menyuruhmu kembali ke kamar?" Ibu memegang tanganku dan menarikku ke kamar yang di atas.

"Ibu, tapi ayah?" Tanyaku memperhatikan kembali ruang kerja ayah yang baru saja kami tinggalkan.

"Kenapa, sayang? Ayah tidak apa- apa. Lain kali tidak boleh masuk ruang kerja ayah tanpa seizin ayah ya!"

Sejak saat itu aku tidak pernah lagi masuk ruang kerja ayah. Aku belum terlalu memahami maksud dari itu semua. Mereka seperti menyembunyikan sesuatu dariku. Tapi aku terlalu takut untuk menanyakannya.

Suatu hari disekolah, aku dan teman- teman berkumpul bersama. Seperti biasa kami akan bercerita apa saja bahan pembicaraan dari teman dekarku itu.

"Hei kalian tau apa yang terjadi pada Radi?"

"Apa?" Tanyaku sembari memakan roti yang baru saja kubeli.

"Orangtuanya bercerai." Kami yang berada disana melotot tak percaya, bahkan orang- orang yang tak sengaja mendengarnyapun menatap ke arah kami.

"Dari mana kau tau?" Tanya salah seorang temanku.

"Rumahku berada disatu kompleks dengan rumahnya. Orangtuanya selalu bertengkar, itu juga yang kudengar dari beberapa tetangga. Dan Radi ikut ibunya pergi ntah kemana."

"Aku juga melihat Radi tadi di ruang kepala sekolah bersama ibunya. Mungkin saja dia mengurus surat pindah sekolah." Ujar temanku yang lain.

"Aku tidak tau apa yang menyebabkan kedua orang tuanya bercerai. Tapi Radi pasti sangat tertekan." Aku yang hanya mendengarkan pembicaraan mereka, tidak lagi merasakan kelezatan roti di mulutku yang sudah terasa hambar.

"Kalian juga tau anak baru itu?"

"Silvia?" Tanggap temanku yang lain.

"Kudengar dia selalu ikut orangtuanya pindah kerja. Karena hal itu ia selalu pindah sekolah."

"Diakan selalu bolos, jarang mengikuti pelajaran."

"Kau juga tau tentang silvia? Kenapa dengannya?" Temanku yang pencerita itu mngangguk, lalu melanjutkan.

"Ia tidak pernah diperhatikan orangtuanya. Kalian taulah kalau orangtua yang gila kerja itu tidak akan memperhatikan keluarga mereka." Kami yang mendengar penuturan itu tercengang tidak tau lagi harus berkata apa. Terlalu terkejut mendengar tentang gadis baru itu.

"Dan sekarang, dimana dia tinggal?" Tanya temanku lagi.

"Kau tau rumah besar di dekat restoran terkenal itu? Disana dia tinggal dengan pengasuhnya berdua saja, sedangkan orang tuanya tetap berpindah- pindah kerja."

"Itulah anak yang tidak mendapatkan kasih sayang orang tua." Ujar temanku yang pencerita itu.

Kali ini aku benar- benar tidak berselera makan. Pikiranku tidak lagi disini sekarang. Aku tidak lagi mendengar kelanjutan cerita dari teman- temanku. Lalu hidupku sendiri bagaimana? Aku mempunyai orangtua yang pengertian dan selalu sayang padaku. Aku tidak pernah kehabisan kasih sayang mereka.

Lalu apa lagi yang kuharapkan? Benarkah yang dibutuhkan seorang anak hanya kasih sayang saja? Lalu bagaimana dengan rahasia yang disembunyikan dari seorang anak yang juga berhak tau?

Aku menggeleng kuat- kuat. Mungkin untuk saat ini aku hanya perlu mengerti sebatas aku belajar dan sayang mereka padaku. Dan mungkin suatu hari nanti ketika aku telah dewasa, aku akan mengerti seperti apa pikiran orangtua.

Sepulang sekolah itu, aku segera menghampiri ibu yang berada di rumah dan lansung memeluknya.

"Eh ada apa, Light? Baru pulang dan tiba- tiba begini?" Tanya ibu seraya meletakkan alat jahitnya.

"Aku menyayangi ibu. Aku benar- benar menyayangi ibu dan ayah." Ujarku memelik ibu erat.

Ibu tersenyum lebar sekali saat itu dan balas memelukku. "Kami juga sayang padamu, Light."

***

Kembali KepadamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang