Neervana

Chap 1 Supir Rumah dan Lalat yang Dicari

Di sebuah bangku di dekat gerbang kedatangan stasiun. Embun sudah menunggu beberapa lama. Katanya Bibi akan datang menjemput. Tapi ditunggu berapa lama pun belum kunjung datang. Embun jadi sedikit gelisah. Perutnya sudah mulai berbunyi, tadi sebelum berangkat dia terlalu bersemangat sampai lupa untuk makan dulu. Padahal Mama sudah mengingatkan. Dan Mama juga jadi lupa untuk memasukkan makanan ke dalam tas Embun. Dan Embun tidak punya makanan simpanan saat ini. Beruntung tak jauh dari tempatnya duduk ada sebuah Vending Machine, ada pilihan makanan ringan di sana. Embun berjalan mendekatinya, dan membeli sepotong roti isi. Setidaknya bisa menahan lapar, sebelum sampai di rumah Bibi.

Setelah perutnya sedikit terisi dari sebelumnya kosong melompong, Embun kembali menunggu jemputan. Saat makan tadi, Bibi mengiriminya pesan singkat.

Aduh, maaf sayang, Bibi ada sedikit pekerjaan mendadak dari kantor. Jadi tidak bisa menjemputmu. Tapi tenang, Bibi sudah menyuruh supir rumah untuk menjemput. Kira-kira beberapa menit lagi beliau akan datang. Juga sepertinya Bibi tidak di rumah malam ini, pekerjaan Bibi sepertinya baru selesai besok. Jadi baik-baik ya di rumah, anggap saja seperti rumahmu. Dan pulang nanti, kamu mau Bibi bawakan apa? Katakan saja ya kalau mau sesuatu, juga kalau bingung mencari sesuatu di rumah, hubungi langsung Bibi, ya.

–Bibi Jora

Seperti kata Mama, Bibi Jora itu sibuk sekali. Belum sampai di rumahnya saja, Embun sudah ditinggal sendiri. Juga, Bibi itu perhatian dan sedikit... cerewet, mungkin.

***

Mobil klasik hitam berhenti di gerbang selamat datang. Seorang pria paruh baya keluar dari pintu. Stelannya formal sekali, berjas, dasi kupu-kupu di kerah, rambut klimis dan sepatu mengilap. Menoleh kiri-kanan seperti mencari seseorang. Membuka ponselnya dan sebuah pesan yang dikirimkan kepadanya tadi.

Ponakanku ini gadis yang cantik, kulitnya putih, rambutnya hitam sebahu dan selalu terlihat lembab mengilap. Kau akan langsung tahu begitu melihatnya di stasiun. Atau sebagai tambahan, katanya dia memakai jeket merah muda dan membawa tas merah. Kalau masih belum ketemu, panggil saja namanya Embun Langit, dia akan langsung menghampirimu. Oiya, maaf merepotkanmu lagi Bastian, malam ini aku masih ada pekerjaan, jadi tidak akan pulang. Tolong jaga dia ya.

--Kejora

Membalas, "Baiklah. Tidak apa, bukankah dari dulu kau memang selalu merepotkanku, gadis kecil. Eh maksudku, Nyonya Kejora. Pria tua ini tidak pernah keberatan. Meski selalu dipanggil sebagai 'supir rumah'. Jadi tenang saja. Dan gadis ini, siapa namanya, Embun Langit. Ya, mengikuti nama ayahnya, dan kutebak sifatnya juga akan sama seperti ayahnya. Sudah pasti dia bisa menjadi cucu yang baik, bukan."

Orang yang dipanggil Bastian menutup ponselnya. Wajah tegasnya tadi tersenyum sedikit. Lalu mencari-cari seorang gadis seperti deskripsi yang dikirimkan perempuan bernama Kejora tadi.

Di tempat duduknya, Embun memainkan ponsel. Bibi Cuma bilang kalau dia akan dijemput seseorang, dan entah lupa atau kenapa, dia tidak mengatakan ciri-ciri pria yang akan menjemputnya itu. Jadi yang bisa dilakukan Embun adalah menunggu lagi.

Berputar-putar sebentar demi mencari seseorang, Bastian akhirnya menemukan sosok Embun, yang duduk sendirian di sebuah bangku.

"Memakai jaket merah muda dan membawa tas merah, pas!" suara Bastian dalam hati.

Ia mendekati Embun, dan berdiri persis di depannya.

"Permisi Nona, saya Bastian, yang dimintai oleh orang bernama Kejora untuk menjemput ponakannya. Apakah itu anda, yang bernama Embun Langit?" ia membungkukkan badannya sekaligus mengayunkan tangan ke dada. Hormat.

Eh.... Embun terkejut. Ia tidak terbiasa diperlakukan seperti ini, tidak pernah ada yang membungkukkan badan—hormat—padanya. Ini kali pertama. Lantas Embun menjawab canggung.