Bunyi dari layar monitor yang menunjukkan gerakan naik turun itu membuatku tersadar, bahwa tempat aku berada telah berbeda. Aroma dari ruangnnya pun beda. Apalagi setelah kudapati sosok Yanza yang tengah berbaring di bangkar rumah sakit.
Di sebelah kiri dari bangkar itu ada kursi tempat di mana Andhira tertidur lelap bersama pria kurus yang membawa Yanza ke tempat ini.
Entah berapa lama indra penglihatannya itu menatap kedua orang penyelamat hidupnya. Sampai pada akhirnya mereka terbangun oleh suara dering ponsel milik Andhira.
Andhira reflex menjawab panggilan telepon tersebut. Setelahnya, ia menghela napas ketika melihat Yanza melambaikan tangan yang menggenggam poselnya.
"Dasar pria menyebalkan!"
"Hei gadis so sibuk, kemari dan bantu aku turun dari bangkar ini"
Andhira pun segera berjalan dan duduk di bangkar, tepat di samping Yanja.
"Yanza, kenapa kamu sampai ingin mengakhiri hidupmu? Kamu tega meninggalkan aku seorang diri berlari mengejar mimpi?"
"Aku lihat, selama ini kamu baik-baik saja tanpa diriku. Sekalipun aku ada, kamu tak pernah melihatku."
"Maafkan aku, Yanza. Aku terlalu sibuk mengejar impianku. Tapi, meski aku tak selalu ada untukmu, kamu selalu ada di hatiku. Menjadi semangatku dalam meraih impianku."
"Yanza, kamu hanya perlu bersyukur. Lihat seoarang pria yang masih terlelap itu. Rio saja sedari kecil memiliki penyakit yang seolah tak akan pernah sembuh dan hidupnya hanya tinggal hitungan detik. Namun, dia tetap bertahan dan melakukan yang terbaik agar tetap bisa hidup. Dan Tuhan pun tak tinggal diam. Dia tetap hidup dan bersama kita hari ini."
Raut wajah Yanza berubah seketika. "Kamu benar, aku seharusnya tidak melakukan hal bodoh itu. Memotong urat nadiku untuk mengakhiri hidupku yang penuh masalah ini. Tapi, saat itu aku pikir jika aku hidup pun hanya akan dan malah menjadi orang bodoh. Tak berguna. Apalagi setelah ponis kanker otak."
Yanza menahan tangisnya. "Dan di saat aku mencoba melawan rasa sakit dikepalaku ini. Tiba-tiba ayahku pergi untuk selamanya. Kau tau kenapa?"
Andhira menggeleng. "Kenapa?"
"Karena aku egois. Aku ingin bertahan hidup. Uang yang kumiliki, aku pakai untuk membeli obatku. Untuk meredakan rasa sakit di dalam kepala ini. Tapi, rasanya, rasa sakit itu tidak pernah berhenti menggrrogoti kepalaku. Bahkan sampai pada hatiku. Aku membutuhkanmu Andhira. Tapi kau tak ada hari itu. Aku mendatangi rumahmu, dan kamu tak ada di sana. Hanya ada kotak musik ini. Kotak musik yang sengaja aku berikan sebagai kado ulang tahunmu. Dan parahnya lagi. Dia masih berada di tempat yang sama."
Andhira berhambur ke pelukan Yanza. "Maafkan aku Yanza. Aku ... Aku, sungguh, maafkan Aku."
"Baiklah, aku memaafkanmu, Tapi tolong lepaskan aku. Kepalaku mulai sakit Ra."
Andhira menyunggingkan senyumnya seraya menghapus jejak air mata yang melintasi kedua pipinya. Ia hendak berkata, tetapi tertahan karena dering ponsel mengalihkan fokusnya. Ia pun mengeraskan suara dari panggilan tersebut, hingga terdengar suara seorang pria berbicara. "Andhira, kamu di mana? Cepat bawa Rio ke kamarnya, kita akan melakukan operasi transplantasi jantung."
Pria kurus yang ternyata bernama Rio tersenyum dan beranjak dari duduknya. Entah kapan dia terbangun dari tidur lelapnya. Tapi pertanyaan yang sama akan segera terlontar dari mulut Yanza.
"Rio, operasi? Apa maksudnya ini Ra?"
"Jadi, gini Za, kamu tau kan kalau sahabat kita ini dari dulu jantungnya bermasalah. Dan Rio udah hampir tiga bulan berobat jalan di sini. Sampai kemarin, dia bilang ada pendomor. Aku segera datang ke sini karena dengar kalau Rio mau operasi, tapi ternyata nggak jadi, keluarga si pendonor nggak mau, tiba-tiba batalin gitu aja. Jadi yaudah, aku dan Rio keluar dari rumah sakit ini untuk menemui kamu, dan ternyata kamu malah sudah sekarat. Jadi ya sekarang berakhir di kamar ini kita. Dan kamu dengan barusan, rumah sakit ini dapat donor buat Rio, jadi maaf ya Za, aku harus pergi bawa pasienku yang lain, selain kamu. hehe."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lagu Kematian [√]
General FictionKisah ini terlalu klise bagiku. Andai kau bisa menemukan suatu hal untuk mengatakannya padaku bahwa kisah ini berbeda dari apa yang aku katakan padamu. Maka, tunjukanlah di mana letakanya! Kisah klise tentang lagu kematian, persahabatan dan pengorba...