Selamat Tinggal

5 1 0
                                    

"Kenapa kamu pergi?".

"Maaf, aku pergi. Namun bukan pergi tuk kembali". Lelaki itu menatapnya lekat.

"Ma-maksudnya apa?". mata sang gadis nampak memerah menahan tangis.

"Aku tidak akan menemui kembali".

"Aku tidak  mengerti, apa kamu sudah menyerah?". Lawan bicaranya masih kebingungan maksud perkataan lelaki tersebut.

"Tidak, aku sama sekali tidak menyerah. Semesta lah yang menyudutkanku untuk menyerah dan pergi".

"Semudah itu? Lalu, Bagaimana hidupmu selanjutnya?"

"Aku... sama sekali tidak bisa memikirkannya, ini bukan persoalan mudah ataupun sulit. Semua ini bahkan jauh lebih rumit dari khayalan terburukku sekalipun".

"Lalu bagaimana denganku?". Sang gadis pun mulai gelisah dan spontan memegang tangan lelaki di hadapannya.

"Jangan lupakan aku". Ucapnya yakin sambil mengeratkan tautan tangan mereka.

"Mengapa? Bukankah jika seseorang pergi maka cepat atau lambat, pasti dia akan terlupakan dan tergerus oleh kenangan dan orang baru di sekeliling kita nantinya?".

"Sekalipun kenangan dan orang itu sangat membekas di hati kita? Ya walau ku tahu, segala yang terjadi terlampau singkat. Namun jika itu aku, aku tidak akan melupakannya. Entah kalau kamu".

"A-aku minta maaf jika nantinya tak mengingatmu".

Terdengar helaan napas dari sang lelaki "Baiklah, akan coba ku terima. Meski aku sangat tidak suka dilupakan. Tapi, terima kasih telah menjadi kenangan indah dan hadir dalam hidupku yang monoton. Sampai jumpa, maksudku selamat tinggal".

"Selamat tinggal?".

Tak ada yang menjawab karena lelaki itu benar-benar pergi meninggalkannya sendiri, yang masih dipenuhi keingintahuan yang tinggi.

Satu hal yang pasti, di detik lelaki itu pergi meninggalnya, gadis itu mulai berasumsi bahwa lelakinya pergi karena dirinya. Ya, dirinya yang tak sempurna.

Nyata dalam AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang