DnD#Sesi 2 12-03-2019

4 1 0
                                    

Saya akan gunakan sistem darah pada chapter ini dan seterusnya. Layaknya game pada umumnya. Semoga menikmati.

;_____'___'_____;

Malam telah tiba, langit saat ini gelap, berkelana seorang diri dari Triboar menuju Neverwinter, adalah tindakan yang bodoh. Tapi tidak jika kau seorang penyihir, dan beruntung.

Michael Rosen. Wizard setinggi manusia pada umumnya, memakai pakaian bagus dan rapi, dan terlihat cerdas juga tampan.

Kiri-kanan adalah pepohonan yang rimbun. Beruntungnya, dia telah sampai sejauh ini, tanpa ada masalah apapun yang berarti. Rosen terus mengikut jalur Triboar.

Cahaya selain cahaya bulan yang terang datang juga untuk terlihat. Rosen menghela napas lega, tubuhnya sudah sejuk dan matanya juga ikut mengantuk, dia juga belum makan sejak sejam yang lalu. Namun melihat ada sebuah cahaya 100 kaki dari arahnya, keberuntungan nampaknya berpihak lebih banyak hari ini. Dia berharap saja, ini bukanlah sebuah kesempatan yang menghabisi seluruh keberuntungan yang ada dalam dirinya.

Berjalan puluhan kaki, dia menyadari dari kejauhan. Seekor kuda menapak-napak dengan bawaan yang besar. Sebuah kereta kuda terlihat, wahh, dia makin senang. Mungkin dia bisa menumpang jika saja apapun dari cahaya itu, tak mau pergi ke kota setempat. Dia harus mengisi ulang persediannya.

Kereta kuda membelok ke arah cahaya, ke arah persimpangan menuju Phandalin. Hmm. Rosen ingat itu. Tiga tahun lalu, ada sebuah kota kecil yang kembali dibangun dan terus dibangun. Dia semakin excited! Apa sajakah yang disimpan kota baru yang dibangun di atas reruntuhan lamanya?

Dia mempercepat langkah jalan, mengubahnya menjadi larian. Jemarinya terus bergerak di bawah, membentuk percikan sesuatu yang terang di bawah langit malam. Dia senang. Rosen berhenti berlari.

Rintihan kikikan kuda sangat lantang di persimpangan. Gedebum keras mengikuti. Rosen tak dapat melihat dengan jelas apa yang menyebabkan kuda merintih dan sesuatu yang keras berdentum ke tanah, dia tak bisa karena ada satu pohon yang menghalangi. Namun debu yang menguap ke langit-langit, lalu teriakan menggelegar-gelegar, membuat dia berprasangka buruk: Bandit?

Rosen kembali melangkah, dari arah simpang ke kirinya atau ke arah selatan menuju Phandalin, keluar sesosok mungil. Tubuhnya kecil, cokelat, jelek dan juga kotor. Si kecil itu menoleh-noleh belakang, melontarkan makian dalam bahasa yang tak dimengerti. Goblin cokelat menghadap depan, dia terkejut.

Tangannya diangkat, posisi tubuhnya di tekuk sedemikian rupa. Goblin ini terancam dan berniat mau melawan.

Namun Rosen tak mempedulikan. Tak ada bahaya yang terasa dari kehadiran si goblin. Kepala botak yang terluka, dan juga kotor, membuat Rosen melajukan langkah tanpa melirik si goblin.

Goblin segera berlari menjauh dari tempat kejadian, meninggalkan Rosen yang berjongkok di bawah satu pohon. Dua ekor kuda menemaninya di sisi lain dari pohon.

Tiga orang pria, lengkap dan seirama pakainnya. Sorban merah, penutup wajab merah, jubah merah, dan juga pakaian pelindung kulit yang merah tua tengah mengepung dari satu sisi kereta kuda yang terbalik. Senjata mereka keluar, dan dari arah kuda yang tak bisa terbaring di tanah, ada satu pria tanpa tutup wajah menyandera seseorang yang lain. Pedang dilingkarkan ke leher, dan dia berteriak-teriak.

"Keluar yang ada di sana! Nyawa orang ini ada di tanganku, semua bajingan cepat keluar!"

Yang disandera terlihat risih, pria yang memakai baju mewah putih-putih itu terlihat mencoba memikirkan jalan keluar. Namun, leher yang berada di ujung pedang, tak banyak memberikan solusi.

Lalu, semenit kemudian keluar sesosok dari kereta kuda yang terbalik. Pria itu membawa perisai besi di kirinya. Dua yang lain mendekat dan waspada, semua orang pada tegang saat ini, begitu juga dengan Rosen yang merasa tertarik untuk ikut campur, namun masih menunggu saat yang tepat.

Ketika Paket Saya HabisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang