HARAPAN

199 37 37
                                    

( BAGIAN PERTAMA )

Pagi ini udara dingin mulai menerpa kulitku. Udara yang dingin berbaur dengan suasana hati yang suram seakan menjadi kombinasi yang tepat di pagi ini. Ditambah lagi dengan mata yang sembab serta rambut yang acak-acakan benar-benar merepresentasikan diriku yang sangat kacau.

Entahlah, saat ini aku masih saja berusaha melupakan semua yang telah terjadi. Sekilas semua bayang-bayang memori masa lalu hingga kini terputar kembali bagaikan sebuah alur cerita dalam sebuah drama yang sering ku tonton.

Ironis memang, tetapi mengapa memori ini begitu sulit dilupakan. "Bukankah memori ini ada dalam otaku? Mengapa memori ini sulit sekali di hapus" Batinku.

"Oh tuhan, setelah semua hal baik yang telah kulakukan mengapa engkau timpakan masalah yang sulit sekali untuk ku hadapi ini Tuhan? " ungkapku.

"Aku tak sanggup untuk melewati ini semua, aku bahkan tidak sanggup hanya dengan memikirkan apa yang akan ku lakukan" Tuturku kembali.

Kembali diriku tenggelam dalam lautan kesedihan. Entah sudah ke berapa kali diriku telah menangis tersedu-sedu seperti ini.

Aku tau saat ini aku benar-benar terlihat lemah , walaupun demikian aku tetap tidak bisa mengontrol diriku saat ini.

Perasaanku saat ini campur aduk memikirkan semua masalah yang telah terjadi, orang-orang yang sangat kupercayai telah menghancurkan hidupku. Aku kesal, sedih, sekaligus takut, tak pernah terlintas sedikitpun bayangan akan penghianatan yang dengan mudah mereka lakukan dalam pikiranku.

Aku terlalu mudah menganggap bahwa mereka tidak akan pernah menghianati kepercayaan ku. "Akan tetapi mengapa? Mengapa mereka begitu tega terhadap ku?" Batinku.

Dahulu ku pikir dengan sifat dan kepribadian yang selalu ku jaga akan mengantarkan aku dengan orang-orang yang baik, bahkan sekalipun bertemu dengan orang yang jahat, aku tetap optimis bahwa mereka tidak akan bisa merubah atau bahkan merusak kehidupanku.

Naif memang kedengarannya tapi jujur, kupikir secara rasional seharusnya itu mungkin bisa saja terjadi. Segala cara telah aku lakukan untuk menjadi sosok yang positif terhadap siapapun, bahkan untuk mereka sekalipun.

Aku bahkan selalu mengusahakan agar mengerti perasaan serta berperilaku yang baik kepada mereka. Tapi mengapa? Bahkan Setelah semua yang telah kuberikan, mereka masih saja tetap memberikan respon yang sama kepadaku.

Dalam kesedihanku aku memandangi langit itu kembali. Berharap akan ada solusi untuk semua permasalahan yang akan kulalui akan tetapi tidak kutemukan satupun jawaban disana, hanya terlihat langit fajar yang perlahan mulai terang. "Apakah ku akhiri saja hidupku ini? Bukankah jika aku tidak du dunia ini maka semuanya akan menjadi lebih baik ? " Pikirku.

Akhirnya dengan keputusan yang bulat, akupun mulai bangkit dari tempat tempat dudukku sedari tadi dan menuju ke arah pembatas gedung.

Dari atas ini dapat kulihat semua aktivitas orang-orang yang tidak pernah berhenti bahkan di saat mentari belum menampakkan dirinya. " Bahkan di saat seperti ini tidak ada yang benar-benar peduli denganku

"Baiklah pada akhirnya semuanya menjadi begini, ku harap jika benar-benar diriku masih diberikan kesempatan aku tidak akan pernah bertemu dengan mereka" ucapku.

"Selamat tinggal dunia" Tuturku sambil menghempaskan diriku ke bawah. Akan tetapi sesaat sebelum sempat kujatuhkan diriku, sebuah tangan dengan cepat meraih tanganku.

"Sar jangan seperti ini, semua masih belum berakhir sar" Ucap gadis itu.

Dengan emosi yang menggebu-gebu kuluapkan sisa tenagaku untuk melawannya agar dapat melepaskan diriku untuk mati. "LEPAS, LEPAS AKU UDAH NGGAK TAHAN DENGAN SEMUA PENDERITAAN INI" teriaku sambil tak berhenti menteaskan air mata.

"Nggak sar, aku nggak bakalin lepasin kamu"Ucapnya. "sadar sar kalau kamu kayak gini berarti kamu tidak ada bedanya dengan mereka yang ingin menghancurkanmu" Sahutnya kembali.

"Setidaknya kamu harus bisa kasih kesempatan untuk diri kamu untuk merubah situasinya kembali, sar aku mohon sebagai sahabat kamu aku mohon jangan akhiri diri kamu seperti ini sar". Tuturnya.

Walaupun setelah mendengarkan kata-kata yang terucap dari dia aku bahkan tetap tak perduli, keputusan ku telah bulat. Aku tetap mau mengakhiri hidupku.

Ku hempaskan lagi tangannya dengan sisa-sisa tenagaku walapun tubuh ini sudah tidak sanggup untuk memberontak. Alhasil perlahan pandangkanku mulai mengabur dan pada akhirnya semua penglihatanku jadi benar-benar gelap. Aku bahkan sudah pasrah dengan hidupku apakah saat ini aku sudah jatuh dari gedung ini? Pikirku.

Jika benar diriku sudah tiada, aku harap semua penderitaan yang ada padaku benar-benar telah berakhir.

.

.

.

.

.
.
.

"Sar... sar... sar... bangun sar.. " Sayup-sayup terdengar suara gadis yang tak asing ku dengar.

Tunggu bukankah aku telah meninggal lalu kenapa aku masih bisa mendengarkan suaranya? Apakah aku belum meninggal?.

"Ha? Tidak mungkin, tidak... t-tidak, aku tidak mau begini"batinku.


Bersambung








 My SARASSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang