Tetap disebut Cinta Monyet, jika dua insan yang berbahagia adalah siswa siswi putih abu-abu. Menyatakan cinta melalui smartphone menjadi trending topik bagi anak sekolahan. Takkan seru, jika kesan pertama mengiya kan ajakan untuk bersama. Menjual mahal kan diri sebagai seorang wanita adalah pilihan yang tepat. Menolak cinta seorang pria adalah lelucon untuk diri sendiri, terheran mengapa rasa suka terlalu cepat berlabuh.
Tapi akan menjadi seru, jika di balik penolakan ada perjuangan yang gigih. Luluhan hati bertebaran, melihat seseorang yang berjuang. Akan merasakan menjadi pribadi yang sangat dikagumi.
Sejujurnya, penolakan wanita bukan sekedar penolakan. Yang di inginkan hanya perjuangan untuk di dapatkan. Tepatnya, langit mendung seakan akan memberi kabar bahwa hujan akan mendarat. Aku ditanya perihal hati, jatuh cinta kah aku ? Celakanya, aku tidak jatuh cinta. Ku bilang yang kupunya hanya rasa nyaman. Ku tambahkan lagi, aku ingin kita mendayung bersama. Menyusuri jalur sampai aku mendapati ruang yang tepat.
Hujan pun mendarat, seakan menjadi saksi bahwa aku ingin mendayung bahkan berlabuh bersamanya. Semua berteriak Horeee.. seakan aku telah memenangkan lomba lari maraton.
Tatapan biasa menjadi tatapan luar biasa. Debaran hati mulai berdetak mengalahkan jantung. Pikiran mulai kacau, ketika bola mata nya melihatku tanpa berkedip. Ku rasakan, apakah itu yang di namakan hipnotis. Getaran kaki melangkah sangat kurasakan pada ujung jari-jari. Tangan terasa ingin saling mengenggam erat namun apa daya, tanganku telah di raihnya untuk menemani tangannya yang kurasakan ikut bergetar.
6 Juni 2015, Tanggal 6 Bulan 6 menjadi simbol bahwa aku sangat berbahagia. Perjanjian dan komitmen mulai menggerakan hubungan yang terjalin. Untuk saling mengabari, ucapan selamat pagi dan selamat tidur, menelpon ketika tidur, dan bertemu ketika jam istirahat sekolah. Hari pertama, sangat gugup untuk berbincang. Harusnya cukup menganggap teman yang membedakan hanya status seharusnya. Namun, matanya membuatku tak bisa bergerak. Semua gerakanku, sangat ku perhatikan. Seakan-akan aku tak ingin melakukan kesalahan. Seketika jantungku terasa akan lepas, ketika 5 jari di tangan kanannya memegang kepalaku. Aku tak bisa bergeming lebih banyak, aku diam dan pipiku memerah.