Puspa

54.5K 3.1K 255
                                    

Gadis dengan senyum menawan sering di panggil Puspa. Kepolosannya membuat siapa saja akan terpesona padanya. Puspa tidak hanya cantik tapi ia sangat pandai membuat ramuan tradisional dari lulur kecantikan dan jamu untuk kesehatan.

Garis kebaikan tidak berpihak padanya, terlahir yatim piatu sejak kecil, di urus oleh bulek dan paleknya tapi malang baginya suami istri yang banyak mempunyai anak itu tidak pernah tulus menyayanginya, sering hanya sekali Puspa di beri jatah makan hingga sejak kecil badannya kurus, karena rasa laparlah memaksanya untuk bekerja apa saja yang penting halal dan ia bisa mengganjal rasa laparnya.

Saat usianya menginjak 18 tahun kesialan menghampirinya, bulek dan paleknya menyeretnya dan ingin menjual tubuhnya pada renternir dimana paleknya sering berhutang untuk bermain judi. Tapi semua akhirnya bisa di cegah, tuan Dewata seakan di utus Sang Kuasa untuk menyelamatnya. Setelah negosiasi yang rumit pada palek dan bulek Puspa, serta renternir si tua bangka itu yang ternyata adalah pengunjung setia rumah bordil akhirnya Puspa di bawa pulang Tuan Dewata dengan membayar sejumlah uang yang tidak sedikit.

Awal di fikirkan Puspa, ia akan di jual lagi oleh tuan Dewata, siapa yang tidak kenal beliau adalah pemilik rumah bordir terbesar yang legal di tengah kota. Banyak kalangan pejabat dan juragan kaya raya datang ke sana. Selama di dalam perjalanan menuju rumah bordil Puspa hanya diam duduk manis di dalam mobil tapi saat mobil Dewata berhenti di perkarangan rumah bordil ia menolak untuk keluar, ia menangis sejadinya untuk di lepaskan. Ia tidak ingin menjual tubuhnya, karena perawan harga mati untuknya yang hanya akan di berikannya pada suami yang kelak di cintainya.

Ternyata dugaannya salah, tuan Dewata tidak berniat menjadikannya gundik, Puspa masih ingat atas ucapan beliau yang mengatai Puspa sama sekali tidak menarik dengan tubuh kurus dan berpayudara kecil, semua lelaki yang datang ke rumah bordil tidak akan minat meliriknya. Sungguh ucapan itu melukai hati Puspa tapi ia pikir ada baiknya, setidaknya lelaki hidung belang tidak akan tergiur dengan tubuh kurusnya.

Puspa di pekerjakan sebagai pelayan yang siap memasak dan mencuci di rumah bordil, ternyata tinggal di dalam sana tidak terlalu buruk, para penghuninya sangatlah baik pada Puspa, terlebih dengan mbakyu Cempaka, sungguh perempuan itu sangatlah cantik tapi sayang mbakyu cempaka adalah seorang gundik, di lihat dari penampilan beliau seperti perempuan terhormat jauh dari kata perempuan nakal.

Tapi memang kebaikan seorang akan di balas sang kuasa berlipat ganda, buktinya sekarang mbakyu Cempaka sudah menikah dengan juragan kaya raya dan hidupnya jauh lebih bahagia dan sekrang sudah di karunia putra kembar yang tampan.

Melihat pasangan mbakyu Cempaka dan juragan Elang sangatlah serasi, Puspa sering memimpikan seorang lelaki akan menyatakan cintanya dan siap menikahinya, menerima semua kekurangannya. Tapi sebenarnya hatinya sudah tertambat pada sosok lelaki yang sudah lama ia cintai. Tapi sikap lelaki itu amatlah dingin padanya dan menciptakan jarak yang nyata.

Puspa berdiri, saat ia membuka jendela rumah, ia menatap sekeliling ruangan, rumah ini jauh lebih kecil dari pada rumah bordil. Baru sepekan ia menghuni rumah ini bersama tuan Dewata dan paklek Dadang.

Ya..rumah bordil sudah resmi di tutup beliau, semua penghuni di sana memilih untuk menentukan hidup lebih baik lagi, mereka banyak berdagang atau menjadi pelayan. Hanya satu wejangan tuan Dewata jangan menjual diri lagi.

Puspa hanya berdoa semoga para penghuni rumah bordil dulu di berikan jalan terbaik.

"Nduk melamun toh pagi-pagi, sana bikin sarapan, tuan Dewata sudah bangun." Kata paklek Dadang membawa sapu menuju halaman depan.

"Inggih paklek," kata Puspa segera melangkah ke dapur.

Puspa mulai berkutat dengan alat masaknya, Puspa bersyukur atas saran mbakyu Cempaka untuk Puspa bicara pada tuan Dewata agar mempertahankannya membuahkan hasil, setelah rumah bordil di tutup, tuan Dewata mengajak ikut serta Puspa dan paklek Dadang ke rumah baru ini.

Puspa berjanji tidak akan mengecewakan tuan Dewata, ia akan bekerja bersungguh sungguh sebagai pelayan pribadi beliau.

Menu pagi ini Puspa membuat nasi uduk, ia menata makanan di atas meja, tergesa gesa ia melangkah menuju kamar tuan Dewata.

"Tuan Dewata, mari sarapan." Kata Puspa lembut.

Dewata yang selesai berpakaian menyibak tirai, ia menatap pada Puspa membuat gadis itu merona, lihatlah betapa tampannya beliau pagi ini membuat jantung Puspa berdetak cepat.

"Di mana paklek Dadang, panggil beliau biar kita makan bersama." Kata Dewata.

"Inggih tuan." Kata Puspa melangkah, kepalanya tertunduk melewati Dewata.

Puspa menatap paklek Dadang yang sedang menyapu halaman.

"Paklek, mari makan dulu."

"Iya nduk."

Puspa kembali masuk ke dalam rumah menuju dapur, ia mendekati meja makan, membantu menaruh nasi uduk di atas piring dan menyodorkannya pada Dewata.

Tidak lama paklek Dadang menghampiri, mereka duduk bertiga di kursi menyantap makanan dengan tenang.

Sesekali Puspa melirik pada tuan Dewata, duh--- gusti entah kenapa tuan Dewata ini kalau di lihat sangatlah tampan tapi sikap beliau pada Puspa sangatlah dingin. Tapi berbeda perlakuan beliau pada orang lain sangatlah ramah. Atau ada yang salah dalam diri Puspa. Kadang Puspa merenung sendiri apa kekurangannya hingga sedikitpun tuan Dewata enggan meliriknya.

"Kenapa ndhak di makan, sakit toh?" Tanya Dewata menyentakan lamunan Puspa.

"Ndhak tuan," jawab Puspa menyengir, ia menyuap nasi ke dalam mulutnya.

"Kamu itu harus banyak makan, biar tubuhmu itu berisi, ndhak di anggap kurang gizi lagi." Kata Dewata di balas anggukan Puspa.

Jadi selama ini tubuhnya di anggap sangat kurus oleh tuan Dewata toh, padahal Puspa sudah berjuang menaikan berat badannya menurutnya sudah berhasil, mungkin ia harus lebih rakus makan agar berat badanya semakin naik.

"Jaga rumah baik-baik, aku akan pulang larut malam, karena ada urusan, jangan terima tamu sembarangan," kata Dewata menggeser kursi selesai dengan makannya.

"Baik tuan," kata Puspa ikut beranjak dari kursinya, ia mengiringi langkah Dewata menuju teras.

"Kenapa kamu mengikutiku?" kata Dewata berbalik tepat langkah Puspa terhenti, ia meneguk salivanya saat jarak dirinya dan Dewata sangatlah dekat.

"Aku...aku ingin mengantar tuan Dewata ke depan." Kata Puspa menahan nafasnya.

"Jangan bersikap berlebihan, kembali ke meja dan habiskan sarapanmu." Kata Dewata melanjutkan langkahnya.

Puspa akhirnya bisa bernafas lega, ia menggerutu dengan sikap tuan Dewata, apa yang di lakukannya selalu salah. Kapan lelaki itu melihatnya.

Puspa menatap mobil tuan Dewata melaju keluar dari perkarangan, saat Puspa ingin berbalik tapi terhenti, ia memperhatikan pada tetangga sebelah, seorang lelaki muda yang baru keluar dari rumahnya. Lelaki itu bernama Mandala, lelaki yang sangat ramah sering menyapa Puspa.

Di perhatikannya Mandala yang menggunakan sepeda motornya melewati depan perkarangan rumah. Mandala menoleh pada Puspa, lelaki itu memberikan senyumnya yang di balas Puspa dengan senyum samarnya.

Setelah Mandala lewat, Puspa pun berbalik masuk ke dalam rumah, ia melangkah ke meja makan, di lihatnya paklek Dadang sudah selesai dengan makanannya.

"Nduk, palek mau ke kedai dulu, hati hati di rumah."

"Inggih paklek." Kata Puspa melanjutkan makannya yang tertunda.

Tbc

PuspaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang