Jika kalian pikir bahwa yang terlihat jahat itu selamanya akan jahat. Buang jauh-jauh presepsi kalian mengenai hal itu.
Ingat!
Tunjuk lurus, kelingking berkait.
Yang terlihat baik pun tidak menjamin hatinya dapat dipercaya.
Cobalah untuk tidak melihat sesuatu dari satu sisi saja. Karena setiap kisah mempunyai 2 sisi yang berbeda.
••••
Ingin mati, takut masuk neraka.
Ingin self harm, sudah mati rasa.
Akhirnya cukup diam dan menghabiskan stock air mata jalan satu-satunya.Tiba di rumah, Ethana langsung mengunci diri dalam kamar, mengabaikan sambutan Ibu-nya.
Sudah berjalan 4 tahun lamanya kehangatan di rumah elegant ini mendingin sedingin laut lepas.
"Ana, Ibu mau mengantar kue. Bi Asih sedang sakit. Makanan ada di meja." lagi-lagi sahutannya terabaikan, Ibu mana yang tidak merasa sedih ketika eksistensinya tidak dipedulikan.
Liana --- ibunya Ethana. Rupanya seanggun namanya. Walaupun sosoknya kini sudah menua namun keanggunan yang dimilikinya tak pernah luntur barang sedetik pun. Seperti sekarang ini, walaupun dia hanya berbalut pakaian rumahan sederhana, dia masih sangat mempesona.
Belum sempat Liana meraih gagang pintu, tangannya dicekal oleh seseorang. Bertepatan saat menoleh, keranjang berisi kue yang berada di tangan satunya terlempar, isinya berserakan dimana-mana. Liana menutup mulutnya tanda terkejut.
"Percuma!" pekikan Ethana melengking tajam. Dihempaskan tangan Liana di genggamnya dengan kasar dan berlalu meninggalkan ibunya itu yang masih diam mematung di tempatnya.
••••
Disinilah Ethana, kamar dengan interior yang didominasi oleh warna-warna monochrome. Perpaduan material kayu yang digunakan menumbuhkan kesan hangat pada kamar tersebut. Di salah satu sisi dinding kamar ini, mungkin 3 atau 4 gitar berjejer rapih di sana.
Ethana merebahkan tubuh kurusnya di sofa di sudut ruangan ini sambil menyalakan pematik. Dibakarnya salah satu ujung benda silinder berisi tembakau kering itu dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dia hirup lewat mulut pada ujung lainnya.
"Dih nyebat aja lo. Malah nyalain ac lagi." protesan itu terdengar dari ujung sana. Ekor mata Ethana hanya meliriknya sekilas.
"Bacot. Pakaian sana!" Ethana merasa sedikit 'was-was', kondisi dan suasananya sangat pas mengundang kesalahpahaman.
Pikirlah, seorang wanita dan pria berada di kamar yang sama, belum lagi pria tersebut dalam keadaan setengah bugil-- bertelanjang dada dan hanya melilitkan sehelai handuk di pinggangnya. Bagaimana tidak orang-orang akan berpikir yang tidak-tidak, bukan?
"Sans aja beb. Gak napsu modelan lo. Merem, gue mau ganti baju. Ngintip juga gapapa. Kapan lagi coba lihat kembarannya Chris Hemsworth ganti baju."
Bantal yang ada di pangkuan Ethana mendarat tepat di wajah sosok itu. Sepanjang jalan menuju lemari, pria narsis itu tak pernah berhenti mengumpat.
Lekas berpakaian sosok jakung itu ikut bergabung menghabiskan stock batang 'nikotin' milik Ethana. Padahal semua orang tahu bahwa batang 'nikotin' itu berbahaya bagi kesehatan bukan lagi efek ketergantungan dan kecanduan yang ditimbulkannya.
"Ada masalah apalagi?" Ethana tak menjawab, dia sibuk bercumbu dengan benda berbatang yang ada di mulutnya (?).
"Abaikan gue aja terus."
Terjadi keheningan beberapa menit lamanya, hingga...
"Yeol. Gue mau mati, tapi takut neraka." Ethana memulai pembicaraan. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun, terkesan datar dan dingin.
"Tunggu sampai malaikat pencabut nyawa jemput lo. Sianida lagi mahal,-" kepulan asap keluar dengan teratur dari mulutnya,
"-lo lagi gak hamil kan?" lanjut Chanyeol sambil membentuk bukit dengan tangannya di perutnya.
Kurang ajar sekali mulut pria satu ini.
"Kalau gue hamil, lo bapaknya." masih saja tenang dan dingin.
"Amit-amit! Emang yakin hidup lo di alam sana gak bakal semenyedihkan ini? Hahaha..." Chanyeol hanya bergurau niatnya hanya ingin mencairkan suasana.
"Semenyedihkan itu ya gue?" bibir tipis gadis itu melengkung membentuk sebuah senyuman begitupun dengan kakinya yang diseret semakin menjauh. Chanyeol merasa tak enak hati.
Mencegah pun akan menambah kecanggungan yang terjadi.
'Ethana butuh waktu sendirian.' pikir Chanyeol.
Padahal kenyataannya, Ethana sudah muak dengan kesendiriannya selama ini.
••••
Jika bisa berandai, Ethana ingin lenyap ke dasar Bumi yang paling dalam daripada harus berhadapan dan melihat wajah pias Ibunya.
Entahlah kemana lagi Ethana harus bersandar. Chanyeol, pria itu kadang-kadang tak berguna sama sekali.
Malam pun semakin larut. Perutnya tiba-tiba berbunyi, ia baru ingat, makanan terakhir yang ia konsumsi saat sarapan di Kantin, pantas saja perutnya menjerit minta diisi.
Kakinya terus dia seret tanpa ada tujuan yang jelas. Langkahnya semakin gontai saat melewati warung bakso langganan dengan Chanyeol. Astaga! aromanya semakin menyiksa ulu hatinya.
Ethana tidak tahu dengan persis pukul berapa sekarang. Sebab kendaraan yang meramaikan jalan semakin berkurang. Dipandanginya Sungai di bawah sana dengan pencahayaan yang minim, dia yakin arus Sungai itu cukup deras.
Dia semakin mendekatkan diri ke tepian. Jemarinya gemetaran memegang pagar pembatas jembatan ini.
Selangkah lagi, semua sakit yang dideritanya menghilang. Selamat tinggal dunia yang memuakkan ini.
"Tolong...-
"-LENYAPKAN AKU..."
"AHH........"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Kebetulan
Fiksi PenggemarCinta yang kuat tidak perlu berasal dari seseorang yang berkualitas.