Nurmina Dan Eroza

304 14 3
                                    

Eroza

"Hm...." Roza tersenyum sumringah menatap wajah memerah istrinya yang hanya berjarak tujuh sentimeter dari wajahnya.

"Kalau mau menikmati kecantikan wajahku, gak gratis Mas. Bayar!" bisik istinya manja.

"Bayar pake apa? Gucci? Hermes? Prada? Atau mau Lamborghini? Besok deh Mas beliin ya, Bun," goda Roza memancing.

"Bukan."

"Terus?" tanya Roza bingung.

"Bayar aku pakai hatimu, Mas!" tiba-tiba istrinya mencuri kecupan pada pipi Roza.

"Bisa ae, kumis lele hihi...." Roza tertawa kecil.

"Tuh kan, ngata-ngatain istri. Dasar suami durhaka. Ntar aku gak cinta lagi tau rasa Mas," Istrinya pura-pura cemberut.

"Mas gak bucin kali kok sama Bun. Ntar kalau Bunda gak cinta lagi, Mas bakal beli isi ulang kuota cinta ke kang pulsa. Hihi..." Roza tak henti-hentinya menggoda istrinya yang kini lempar-lempar bantal kepadanya.

"Au ah bodo amat, Mas. Kucium nih!" goda istrinya masih dengan mimik cemburunya.

"Cium aja, gak takut." tantang Roza. Roza membawa tubuh istrinya ke pembaringan mereka. Posisinya sekarang istrinya menindih tubuh kekar Roza.

"Kya..."

Istrinya kemudian mulai mendekatkan wajahnya kepada wajah Roza. Tangan istrinya meraba lutut suaminya, yang kemudian naik ke paha kekarnya. Saat Roza siap menerima ciuman istrinya, tiba-tiba istrinya refleks menjauhi bibir Roza. Istrinya bangkit dan tertawa. Ciuman itu batal.

"Idih mupeng kali deh Mas. Ngarep ya cie..." istrinya tertawa menggoda.

"Nakal deh..." Seperti kuda jantan, Roza meraih lengan istrinya dan menghempas tubuh istrinya ke pembaringan. Ia kemudian menindih tubuh istrinya dan membuka kaus polosnya yang sedikit ketat itu. Nampaklah badan kekar Roza dengan sepasang putingnya yang mengeras.

"Aw ada macan buas, aku mau diterkam. Tolong..." istrinya tak kapok menggoda suaminya yang sudah panas dingin dibuatnya.

Malam itu seperti yang sudah diketahui, terjadilah apa yang terjadi yang kita tidak boleh mengganggunya.

*******

"Ak... Buka mulutnya, ayo makanlah bubur sayur yang uenak tenan ini, Bun. Ini bikinan Mas loh," Roza menyuapi istrinya sesendok bubur sayur terhadap istrinya yang sedang sakit. Istrinya menggeleng keras.

"Ogah. Mas gak pandai masak. Bukannya aku sehat, malah masuk rumah sakit, aku.

"Masakan Mas udah upgrade kok, udah makin enak. Kan diajarin istri tercinta. Dari kemarin kamu belum makan loh, aak yok buka mulutnya, Bun," Roza memohon.

"Gak mau, gak doyan yang lunak. Doyannya yang keras kayak seruling daging punya Mas," tolak istrinya namun kini mulai menggoda suaminya.

"Idih, doyan suling Mas. Kan gak bisa dikunyah, bisanya cuma diisep," Roza balik menggoda.

"Hihi bisa aja deh Mas."

"Yaudah kalau Bunda gak mau makan, Mas mager ajalah ya. Males kerja, males makan, males minum, males mencintaimu,"

"Ea ea ea... Apaan sih Mas. Yaudah nih aku makan. Tapi suapin aku pake cinta dan kesabaranmu yah!"

"Ahsiyap...!" Roza auto menyuapi istrinya. Tatapannya seperti bertanya pendapat bubur buatannya.

"Lumayan..." komentar istrinya pendek.

Demam (Antologi Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang