Cukup satu langkah, maka ia yakin akan bisa bertemu Ian. Sudah lama ia mengincar Ian, tapi sungguh sulit untuk bertatap wajah dengannya. Sekalinya cowok itu melihat Ian, dia sudah menghilang lagi.
Setelah mencoba segala cara dan tetap gagal, ia membulatkan tekadnya pada cara terakhir ini.
Begitu rindunya ia pada Ian, entah berapa lama terakhir merema bertemu, ia bahkan tidak bisa mengingatnya.
Dia itu mengambil langkahnya denga n tangan terbuka sambil memejamkan mata. Dia bisa merasakan sesuatu di depannya, matanya bertemu dengan seseorang yang telah lama dia incar.
"Kenapa kau kesini?" tanya Ian.
"Aku sudah lama ingin bertemu dengan mu, selama ini aku terus mencarimu-"
"Aku sengaja tidak ingin dicari. Aku sengaja menghindarimu, sekarang pergilah."
"Kau tidak bisa mengusirku begitu saja, kau tahu itu," balasnya.
Cowok itu yakin sekali bahwa teman lamanya sangat tidak ingin bertemu, tapi dia sudah bertekad untuk mencarinya, setidaknya Ian bisa menghargai perjuanganya.
Ian menggeram dalam kekalahan, teman lamanya memang sudah berusaha mencari Ian, tidak tega rasa Ian untuk mengusirnya langsung.
"Baiklah, waktumu 5 menit." Senyuman terlihat di wajahnya, Ian hanya diam menatap teman lamanya itu.
"Bagaimana kabarmu?" tanyanya. Jawaban yang keluar dari mulut Ian hanyalah gumaman.
"Ayolah, apa pekerjaan ini mulai melelahkan?" tanya teman Ian lagi.
"Ya, sejujurnya aku bosan. Aneh bukan? bagaimana mungkin aku bisa bosan bila aku tak bisa merasakan emosi."
"Wajar saja menurutku."
"Rasanya aku tidak cocok melakukan ini lagi. Aku rasa ... aku mulai merasakan penat lagi," lanjut Ian. Temannya mengangguk paham, kemudian ia bertanya, "Apa kau ingin ku gantikan?"
Ian terkejut mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut temannya, orang yang sama yang menolak pekerjaan ini dulu.
"Kau yakin? Kau sendiri yang menolaknya dulu, kau juga yang melarangku dulu, sekarang kau menginginkannya?"
"Dengan cara ini kau bisa kembali bukan?"
Ian terdiam, begitu rindunya Ian dengan bersenang san bersedih. Mungkin memang sudah waktunya ia kembali. "Aku ingin kembali, tapi bagaimana dengan dirimu?"
"Mari berjanji untuk bertemu lagi, bagaimana?" Temannya mengulurkan tangan. Ian menerimannya, "Janji, dan di pertemuan selanjutnya, aku siap menggantikanmu."
"Baiklah, apa kau siap Ram?" tanya Ian. Ram mengangguk. Sesaat tubuh Ian yang pucat terlihat segar seperti dulu, sebaliknya Ram terlihat seperti orang sakit.
"Selamat tinggal," ucap Ian
"Dah."
KAMU SEDANG MEMBACA
titik berdebu
Short StoryTumpukan arsip yang ku tulis, yang selesai maupun yang terabaikan. cerita dan puisi yang terngiang terus, jadi ku tulis saja, daripada hilang terlantar di lautan pikiran.