Angin Malam Kelabu

139 20 68
                                    

Tyas masih membeku di tempat. Dia nggak ngelanjutin omongannya ataupun langkahnya. Matanya masih mengamati sosok yang kini berjalan mendekat ke tiga orang itu.

"Adoynya masih ribet, jadi nyuruh gue," Teryl mengadahkan tangannya ke arah Tyas, "kuncinya?"

"Hah?" Tyas mengerjap, "oh iya, kunci."

Tyas melepas tangan kirinya dari menahan Tasha jadi merogoh kantong celana jeans Joni.

"JANGAN! PEGANG! PEGANG! COWOK! GUEEE!!!" Tasha teriak seraya menarik tangan Joni dan memeluk kekasihnya itu, berniat untuk melindunginya dari rabaan Tyas.

"Eh setan kebon jeruk! Gue mau ngambil kunci! Mau pulang gak lo?!??"

Tyas menarik lagi Joni yang udah nggak ada kekuatan buat menahan tubuhnya sendiri, sedangkan Tasha mendelik tapi juga membiarkan.

"Kunci.. kunci.. kunci jawaban??? Jawaban nomer 30 apa? C? C?" Omongan Tasha udah ngalur-ngidul, lebih mirip orang nggak waras daripada orang mabok. Anaknya udah setengah gelendot ke Joni dan setengah mau nyentuh aspal karena nggak ada yang megangin. Tyas juga masih sibuk merogoh kantong celana Joni tapi karena Joninya gerak-gerak terus jadi susah buat ngambil kuncinya.

"Kak Joni lu diem kek ah! Gue takut salah pegang!"

Teryl yang juga ada disitu cuma berdiri sambil ngeliatin keributan yang ada di hadapannya.

Joni udah tiduran dengan pasrah di aspal area parkir dengan Tyas yang menggerayangi tubuhnya, sedangkan Tasha berjongkok di sebelah Joni sambil menangis karena dia pikir Joni mati.

"Nih!" Teryl menerima kunci itu dari Tyas yang sekarang bersusah-payah menyuruh Joni untuk kembali berdiri.

Perempuan itu menatap Teryl nanar karena sebenarnya ia mengharapkan bantuan, tapi kayaknya lelaki ini tak akan bergerak sebelum diminta.

"Bantuin dong.... Joni berat...."




Setelah pergulatan panjang akhirnya Tyas dan Teryl berhasil memasukkan dua orang itu ke jok belakang. Alhasil Tyas jadi duduk di depan dan Teryl duduk di kursi pengemudi.

Teryl ngasih satu kantong kresek ukuran besar ke Tyas sebelum menyalakan mesin dan mulai jalan keluar dari area parkir. Tyas membuka kantong yang ternyata dari Indomaret itu, isinya ada beberapa susu beruang dan hydro coco.

"Thanks," ucap Tyas singkat lalu ngambil satu hydro coco untuk dirinya. Dia mau ngasih Tasha sama Joni juga tapi dua orang itu udah tepar banget di belakang, jadi kantongnya dia taruh di bawah kaki.





Selama perjalanan mobil hening, karena nggak ada yang ngobrol dan radio juga nggak dinyalain. Tyas dari tadi cuma minum sambil menjaga diri biar tetap sadar, seenggaknya sampai di apartemen Joni, biar Teryl nggak ngebopong sendirian nanti.

Teryl di balik kemudi juga nggak bersuara, fokus nyetir. Tapi dari tadi dia berdeham terus, kayak mau batuk tapi ditahan. Tyas yang menyadari hal itu langsung matiin AC dan ngebuka kaca yang ada di kirinya.

"Eh? Kok dimatiin?" Teryl melirik Tyas sebentar lalu kembali melihat jalan.

"Kalo gak kuat baunya bilang," jawabnya tanpa balas menatap.

Teryl nggak mengelak, ia diam-diam mengiyakan omongan Tyas barusan kalo dia nggak kuat menghirup aroma mobil ini sekarang. Ini bau alkohol campur asap rokok campur bekas jackpot dua bocah di belakang—yang nggak tau sisa di sepatu atau di mana—emang benar-benar menyeruak.

Akhirnya Teryl ikut nurunin kaca di sebelah kanannya sedikit dan naikin kaca di samping Tyas dari power window, tapi Tyas turunin lagi kacanya.

Degene • [Moon Taeil]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang