BAGIAN
2.0▔▔▔▔▔▔▔▔▔▔▔▔▔▔▔
Hegemoni Makhluk
Luar Angkasa
▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁
⋆ s e l a r l e t w i t c h ⋆
Dulu cita-citaku waktu kecil itu banyak banget. Mulai dari dokter, guru, sampai yang ekstrem jadi member kesepuluh dari Cherrybelle. Aduh, kalau diingat masa kelam itu, ingin kukubur di dasar bumi rasanya. Tapi setelah aku tumbuh sampai seperti sekarang ini, cita-citaku tidak muluk-muluk, kok.
Aku hanya ingin ikut ambil peran di Marvel Cinematic Universe. Tidak harus jadi hero seperti Captain Marvel atau Scarlet Witch atau Black Widow. Jadi pengisi suaranya Antony semut terbang temannya Ant-Man saja aku sudah senang. Eh, ngomong-ngomong, dia ngomong tidak, sih?
"Nu, kemarin gue lihat anu jalan sama anu terus anu-anu, lho, Nu."
Hah, bagaimana?
Aku mengerjapkan mata berulang kali untuk mencerna kalimat Mas Vian barusan. Ini yang salah cara dia cerita apa gara-gara namaku yang bikin bingung, nih? "Gimana, Mas?"
"Apaan, sih?! Gangguin orang ganteng aja lo!" balasnya lalu sosoknya hilang ditelan pintu. Loh, aku nanya baik-baik padahal. Ini maksudnya apa, sih?
Kadang—selalu—aku bingung sama si Alien. Iya, aku panggil kakakku itu Alien—nama aslinya Alviano Khatulistiwa. Habis kelakuannya tidak seperti manusia penghuni planet biru umumnya. Aku sempat mengira kalau Mas Vian sudah diculik oleh bangsa Skrull dan dicuci otaknya. Jadi yang sekarang jadi kakakku ini, adalah Skrull yang menyamar jadi kakakku.
Skrull kan ras pengubah bentuk yang mampu mengubah diri jadi semirip mungkin dengan siapa pun, bahkan sampai di level DNA. Makanya aku sempat berpikiran begitu. Tapi kayaknya tidak mungkin, soalnya Skrull kan cuma fiksi.
Terus ya, dia itu random banget orangnya. Suatu ketika, dia keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiriku yang waktu itu sedang nonton televisi sama Bunda. Dia berceletuk, "Pilih warna merah atau putih?"
Sebenarnya aku tidak paham apa tujuan dari pertanyaannya. Aku hanya kira mungkin dia bingung memilihkanku kado karena lusa aku ulang tahun saat itu. Aku tersenyum, tidak menyangka ada baiknya juga kakakku ini. "Putih," jawabku.
"Psikopat." Setelah mengatakan itu dia kembali ke kamarnya. Kan? Apa motivasinya bilang begitu?
Yang paling bikin aku tidak habis pikir lagi adalah Rena. Kenapa dia bisa suka sama si Alien ini? Aku masih ingat waktu awal kita ketemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apriori
Teen Fiction"Jangan menilai sesuatu dari apa yang terlihat, karena kita tidak bisa menilai sesuatu hanya dari satu sudut pandang." Wah, bijak juga ya aku?