ii. deja-boo

13.6K 3.3K 242
                                    







Lia pulang dengan keadaan berantakan. Seragamnya sudah tak karuan, kotor dan sobek sana sini. Sudut bibirnya robek, membuat luka melintang yang kecil namun rasanya sungguh perih.



Banyak bercak baru yang terlukis di kulit putihnya. Terlebih diarea persendian engsel yang dijadikan sebagai tumpuan saat tubuhnya didorong.



Kepala mendongak, menatap rumah besar dihadapan selagi helaan nafas berat berhembus dari kedua lubang hidung.



"Lia pulang." bisiknya pelan.



Saat pertama kali pintu terbuka Lia disambut oleh senyuman hangat seorang wanita tua. Badannya membungkuk sembilan puluh derajat guna memberi hormat kepada yang lebih muda.



"Selamat datang, non. Nyonya sudah nunggu di ruang makan."



Lia menatap datar yang lebih tua, kemudian atensinya beralih kepada lengannya yang membiru. "Bilang aku gak laper."



Tungkai berbalut daging tebal itu melangkah, menyeret tubuh besarnya untuk memijaki satu persatu anak tangga dengan lesu.



Si gadis kembali berbalik, melayangkan tatapan tajamnya. "Bilangin juga kalo aku lagi gak mau diganggu, kalo mama sampe masuk kamar aku bakal marah selamanya."





















Setelah sampai di kamar dengan penuh perjuangan Lia membaringkan tubuh diatas kasurnya yang besar. Iris kelabunya menatap langit langit kamar yang dipenuhi oleh stiker bintang, berharap waktu membawanya kembali pada saat-saat dimana ia belum sadar bahwa tubuh besarnya tidak se-menjijikan itu.



Lalu kedua matanya terpejam.



Membayangkan saat ia masih sekolah dasar, waktu itu Lia punya banyak teman.







Hingga sekolah menengah atas, saat dimana semua mimpi buruk bermula. Senyuman Lia mengendur seiring suara caci maki itu semakin besar menggema dikepala.







Ketika kedua mata bulatnya terbuka, sosok Hwang Hyunjin yang tengah berbaring di sebelah dengan seringaian buas seakan tampak nyata.



Mulutnya terbuka, mengucapkan kalimat yang terasa dejavu bagi Lia.



"Orang kayak lu itu pantesnya mati aja."


Tatapan, senyuman, serta intonasi yang sama membuat Lia kehilangan akal seketika. Kedua telinga ditutup dengan telapak. Gadis itu bahkan menggigit lidahnya sendiri agar tak mengeluarkan suara sekecil apapun.



Sekali saja, Lia ingin diperlakukan seperti manusia. Sesulit itukah permintaannya?

APHRODITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang