Aksa Delvin Arion

45 13 16
                                    

     Saat itu tepat hari Rabu. Kelas yang tampak begitu tenang menjadi kacau setelah Edo berlari kocar kacir memasuki kelas.

"Mampuss.. Gawat bu Melda datang" teriaknya dengan nafas yang tersenggal-senggal.

Sontak teriakan Edo membuat seisi kelas panik, tidak lebih tepatnya para anak lelaki di kelas IPA 3.

"Ya allah, hampunin dosa hamba. Baru juga mau berubah jadi Jason Momoa malah jadi om Deddy" ucap Alvin sembari menadahkan tangannya.

"Baru juga semalam gue pangkas ala Lionel Messi masa udah berubah jadi Ronaldo Wati" sambung Hamdal.

     Auri yang tadi tampak diam termenung kini tertawa kecil mendengar celotehan teman-temannya. Pemandangan di pagi hari yang sudah biasa.

"Eh iya lo tau gak? Katanya kelas kita kedatangan murid baru lohh.. Ganteng lagi" celetuk Alea pelan.

"Sumpah? Auto gue jadiin pacar" balas Billa.

    Auri yang tadi sibuk tertawa kini berusaha memundurkan kursinya sedikit agar bisa mendengar percakapan mereka.

"Katanya sih pindahan dari Bandung."

     Samar-samar Auri mendengar perkataan mereka sebelum akhirnya aksi mengupingnya terhenti karna pak Herman masuk ke kelas.

"Ohiya hari ini bapak kebetulan ada rapat untuk guru, jadi hari ini kalian aja belajar sendiri. Kemungkinan besar akan pulang lebih awal" sontak perkataan pak Herman mendapat sambutan meriah dari para murid.

     Kini kelas yang semula tenang menjadi riuh. Semua siswa tampak merencanakan kemana mereka akan menghabiskan waktu sesaat sepulang sekolah, ada yang berencana pergi ke perpustakaan untuk orang yang kutu buku, ada yang pergi ke mall hanya sekedar melihat, ada yang bermain game online sampe sore dan ada yang merencakan bermain PS di depan sekolah.

"Sebagai gantinya agar kelas tetap kondusif rangkum buku kalian dari bab 6-9. Hari ini di kumpulkan" sambung pak Herman.

     Teriakan senang yang tadi mengema seketika hilang dan berganti sengan helaan nafas kesal disertai dengan umpatan kecil. Rencana mereka terhalang dengan rangkuman 3 bab.

"Kamu Auri, kumpulkan tugas dan letakkan di meja bapak. Kalian PAHAM?!" kini penggaris yang sejak tadi di pegang pak Herman mengarah ke Auri.

     Pak Herman melangkahkan kakinya keluar, sesaat kepergian pak Herman kini Auri mendapat tatapan tajam dari teman-teman kelasnya.

     Ada yang mengerjakan tugas sesegeranya pak Ihsan meninggalkan kelas seperti Auri dan para kutu buku yang duduk di barisan 1-2.  Ada juga yang langsung bermain game online, ada yang bermain kartu, ada yang menari serta menyanyi di depan kelas, ada yang berkumpul untuk bergosip atau menjadi detektif hanya untuk mencari tau siapa yang menghamilin kucing sekolahan.

"Eh Auri awas aja ya, kalo lo sampe ngumpulin tugas ke meja pak Herman" celetuk seorang siswi.

"Palingan Auri nyari muka lagi sama guru, kan emang gitu kerjaannya tiap hari" balas seorang siswi dari sisi kanannya.

     Sesegera mungkin Auri mengeluarkan airpodsnya lalu memasang lagu dengan volume yang kuat, lalu mengeluarkan buku Kimia dan mulai pertempuran 3 bab.

    Kelas yang tadi tampak riuh kini menjadi hening, ketika seorang siswa melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas. Kini semua mata menuju kepadanya terkecuali Auri yang masih berkutat dengan rangkuman 3 bab. Tak ada kata sapaan darinya, bahkan senyumpun tak terlihat dari wajahnya.

     Kesan dingin dan tatapan mata yang intens tampak lekat pada siswa itu.

     Siswa itu melangkahkan kakinya tepat ke arah Auri, tidak.. lebih tepatnya bangku yang ada di sebelah Auri. Sebenarnya bangku itu punya Udin namun karna Udin sudah pindah ke bagian belakang jadi bangku itu kosong, tak ada yang mau mengisi karna letaknya yang horor yakni tepat di depan meja guru.

     Siswa itu menatap Auri aneh, pasalnya hanya Auri satu-satunya siswi yang sama sekali tidak tertarik dengannya. Kini dia hanya menatap Auri dengan serius dari sisi samping. Auri masih tidak menyadari ada yang sedang menatapnya dengan tatapan serius dan penasaran.

    Setelah menatap Auri dengan mata hitam pekatnya, kini tangannya secepat kilat mengambil sebelah airpods milik Auri. Auri yang sejak tadi sibuk dengan rangkuman 3 bab, seketika terdiam lalu menatap siswa itu.

"Rachel Platten?" ucapnya sembari melepaskan airpods dari telinganya.

     Tak ada balasan dari mulut Auri, kini dia hanya menatap siswa itu dengan tatapan takut sembari menelan ludah.

"Apaan sih sok asik" tangan Auri merebut airpods miliknya, lalu melanjutkan kembali aktivitasnya.

     Siswa itu kembali melepas airpods milik Auri bukan hanya sebelah, kali ini dia melepas kedua-duanya yang mendapat respon kaget serta kesal dari Auri.

     Dia memiringkan wajahnya lalu perlahan mendekatkan wajahnya pada Auri yang kini hanya berjarak 10 cm.

"Aksa Delvin Arion" sudut bibirnya tampak tertarik sedikit ke atas serta pupil matanya yang berwarna hitam pekat kini membesar.

"A-apan sih lo" Auri bergegas mendorong tubuh Aksa agar wajah mereka tidak berdekatan. "Gue gak pernah nanya siapa nama lo. Dan jangan sok asik sama gue" Auri merebut airpods miliknya.

    Aksa tersenyum lalu kembali menatap Auri kini dari sisi samping sembari meletakkan kepalanya di atas tangannya.

     Auri meliriknya kesal, ada rasa takut di dalam dirinya. Aksa Delvin Arion siswa dengan aura yang sangat dingin bahkan sedingin es dan mata yang pekat bagaikan malam hari kini sedang menatapnya seperti daging yang segar.

SELENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang