"Libur, everyone! Happy Saturday, khalayak ramai!" Bangun tidur sambil melompat ala akrobatik, Dira lupa kalau hobinya ngerusak ankle, pernah susah jalan 2 minggu. Kalau buat onar lagi soal kaki, 2 abad bisa - bisa."Halo, Ibu yang cantik tapi cantikan Dira!" Keluar dari zona magnet yang biasanya jadi tempat berkelung, Dira terpaksa. Ada training di markas hari ini.
"Tumben bangun pagi, mau ke mana?" cibir wanita usia 42 tahun itu mengerling ke arah anak sulungnya. Tak salah memang, biasanya jam delapan juga masih dikunci kamar merahnya itu. Dibangunin marah, bikin jantungan katanya. Dibiarin malah keterusan, kan takut kalau ternyata dicabut gak ketahuan.
"Mau jogging, kasian JK keberatan kalau harus piggy back aku."
"Yaudah nanti titip salam sama JK. Makan dulu sini."
"Call, Sweety!"
Memang cuma Dira yang ibunya sendiri digodain.
"Mang, istirahat ya? Up, Gan!" Dira mengaitkan dua tangannya yang basah penuh keringat. Datang ke markas jam delapan, sekarang sudah hampir jam 11 dan dia masih tak diberikan waktu berhenti.
Training kebugaran, katanya.
Bohong! Penyiksaan iya juga!
Jogging keliling markas 14 menit, lalu jalan sebentar 1 menit, Skipping 20 menit, senam 3 lagu 16 menit, gantung per 2 menit. Minimal 10 menit berarti 5 kali. Push up 50 kali, sit up 30 kali, lari ditempat 5 menit lalu mulai lagi dari jogging di awal tadi.
Benar. Mang Ujo bilang anak kecilnya berisik punya mimpi jadi ramping. Namanya juga remaja, ya labil, sekarang sudah bosan. Lelah Hayati.
Minta lempar ke Gunung Himalaya boleh? Soalnya kalau di rawa - rawa sudah penuh. Full booking dari Hayati yang lain.
"1 jam lagi, Milady."
"Masih lama, Mang!"
"Lelakimu yang hobi nari itu saja pinggangnya lebih ramping, gak malu sama pacar sendiri?"
"ISH, OKE!"
"Maju, Sialan! Dipikir aku takut?"
BUGHH
Sebuah tendangan tepat mengenai telinga.
"Umpatanmu itu bikin malu, diamlah. Benar - benar, keliru sekali aku memilihmu," Mang Ujo menurunkan kakinya lalu berlalu. Kalap karena Miladynya tak juga berubah. Dari awal diasuh, tetap jadi bocah kecil yang gagal dewasa. Manja. Semuanya. Malu, jujur. Mana mungkin diberi nama Milady kalau begini, senggol sedikit saja keluar air mata.
Dira terdiam. Dirinya mematung, tubuhnya mendadak menegang. Aneh. Sungguh.
Dia bingung. Pikirannya tertuju pada punggung seseorang yang berlalu menjauh. Bahu besar yang dilapisi kaus hitam. Sosok itu, yang ia sadari memang menjadi seorang kakak lakinya.
Si gila itu, ngomongnya...
Kok bisik - bisik?
"Ya?" Dira menoleh ketika seseorang menepuk pundaknya. Hijab hitam yang dikenakannya ikut terbelai oleh angin. Tatapannya masih dalam keadaan bingung, ada seseorang di belakangnya. Menepuk pundaknya pelan.
"Mang Ujo said it's time to rest," seru orang itu. Perempuan yang paling dekat dengannya sekarang, Sera. Dewi paling cantik yang sedang ia nikmati paras rupawannya.
"Kalau bicara yang benar, Sera. Jangan bisik - bisik, bilang apa tadi?" Dira membalikkan tubuh dan keduanya berhadapan. Badannya sedikit condong, mencoba mendekati Sera yang tertegun, terkejut.
"Bisik - bisik?" tanya Sera lagi. Dira membaca gerakan bibir yang kecil itu lalu terkekeh.
"Iya, jangan bis—!"
NGUUUNG
Shit, what da hell?!
Telinga berdengung. Sakit sekali. Dan saat ini, ia hanya bisa meringis. Menutup kedua mata dan telinganya. Sang dengung pengganggu masih setia menghampiri.
Setelah agak tenang, Dira mendongak. Sera di depannya terlihat khawatir seratus persen. Dira tersenyum sendu dan perlahan pamit.
Dia harus cek sesuatu.
Senyum.
Hanya itu yang dapat ditampilkannya saat ini. Dengan dibalut kain putih pada kepala, Dira berjalan keluar dari ruang dokter THT di salah satu rumah sakit.
"Telingamu berdarah, ada sedikit gangguan di gendang telinga karena benturan, bisa diatasi dengan alat pendengar. Untuk sementara, kalau nanti sakit, minum obat ini dulu."
Ponselnya berdering. Ada satu nama di sana. Dira menghela nafas. Bingung. Akhirnya, mobilnya dipinggirkan. Mengambil ponsel di dalam dashboard dan menekan tombol hijau.
Juga tombol speaker.
"Di mana?" tanya seseorang di seberang. Dira menggeleng. Kurang bisa menangkap. Dia kembali menajamkan pendengaran, menyetel volume jadi yang terbesar.
"KUTANYA KAU DI MANA, KID?!"
Dira mengerjap. Dia bisa mendengar seperti ukuran standar. Mungkin orang dengan nama kontak 'Ujonjing' ini teriak kencang sekali di seberang sana.
Sekali lagi. Dira tersenyum.
Dia sudah memutuskan akan menjawab apa."Barang - barang punyaku bakar saja semua. Nanti kuganti segera dengan tabungan. Biaya konser tak usah.
Aku selesai.
Tak usah marah - marah, aku tak akan bisa dengar. Terimakasih, titip salam pada yang lain, Om. Bye."
KAMU SEDANG MEMBACA
Milady Kim
AdventureMilady. Nama yang dari dulu dikenang kalangan yang sebenarnya tinggi. Tertutup di sela - sela keramaian kota - kota besar yang suram dan konstan. Kalangan yang selalu ribut, bertentangan, tak pernah ada jalan. Buntu. Selalu. Maskot sering dianggap...